Kompasianival 2020 baru saja mulai. Kemeriahan tersajikan dengan baik. Rangkaian acara terselenggarakan dengan apik. Bagi penulis, ajang Kompasianival ini merupakan yang pertama sejak bergabung di blog bersama ini pada tanggal 1 desember 2019.
Menerjunkan diri di Kompasiana bukannya tanpa sebab. Dukungan dari istri tercinta dan dorongan dari dua sahabat Kompasianer yang lebih dulu berada, membuat tekad kuat mengalahkan gundah gulana.
Banyak hal yang menarik dan positif yang penulis dapatkan di blog bersama ini. Selain menambah pengetahuan dari tulisan para sahabat Kompasianer, kegiatan menulis juga merupakan sebuah hiburan yang menyenangkan.
Namun di antara semuanya, hal yang paling berkesan bagi penulis adalah memiliki kesempatan berkenalan dengan sahabat-sahabat baru. Tepatnya pada tanggal 21 September 2020, ketika penulis mendapatkan pesan di fitur chat Kompasiana yang dikirimkan oleh Elang Salamina.
"Bro, mau gabung di grup WA gak, banyak kawan-kawan Kompasianer di sana."
Tanpa pikir panjang, penulis langsung mengiyakan. Ternyata grup WA misterius ini sudah berisikan nama-nama yang sebelumnya sudah sering berinteraksi di Kompasiana.
Awalnya sih, penulis berpikir jika grup WA ini hanya sekedar grup kumpul-kumpul bagi rekan "sefrekuensi saja." Namun belakangan, baru disadari kalau grup ini ternyata adalah komunitas yang menamakan diri sebagai KPB (Komunitas Kompasianer Puisi Berbalas).
Nah, sebelum menceritakan lebih jauh mengenai grup KPB ini, penulis kembali dulu pada keseruan hari pertama Kompasianival 2020, tepatnya pada saat Community Trivia diselenggarakan.
KPBÂ menjadi salah satu peserta di ajang "adu nasib" bagi seluruh komunitas di Kompasiana. Penulis dan rekan kompasianer Fery WÂ menjadi wakil dari KPB untuk bertarung dengan limabelas komunitas lainnya.
Berbagai persiapan sudah dilakukan. Mulai dari menambah wawasan, bertukar informasi, hingga mengenali gim Kahoot yang akan digunakan pada babak penyisihan.
Permainan dibagi menjadi dua sesi yang terpisah, dan penulis ditempatkan pada grup pertama. Permainan dimulai, ada sekitar 10 pertanyaan yang diperebutkan. Semuanya berkisar mengenai Kompasiana dan Kompasianival. Cukup mudah, namun tidaklah semudah koordinasi antara otak dan tangan. Penyakit klasik bagi penderita generasi kolonial. Heuhhh...
Memang harus diakui ada pertanyaan yang benar-benar mengandalkan hoki. Salah satunya adalah "pada hari apakah Kompasiana didirikan di tanggal 22 September 2008?" Ayo coba, apalagi kalau bukan benar-benar mengandalkan hoki!
Kenapa tidak bertanya jam kelahirannya sekaligus saja, biar penulis sebagai paranormal gadungan bisa sekaligus menghitung Hoki Kompasiana. weleh-weleh-weleh.
Namun ada juga yang benar-benar mudah, seperti "apa sebutan bagi penulis di Kompasiana?" Rasanya sih orang yang segoblok apapun pasti tidak akan salah memilih. Tapi dalam kenyataanya penulis salah! Lho kok bisa?
Sebabnya pertanyaan ini menggunakan metode pilihan ganda ala anak sekolah yang senang rebahan. Pertanyaan di laptop, jawaban di ponsel. "Kompasianer" adalah jawaban pasti, tapi ada juga pilihan "Komposianer." Coba bayangkan!
Pertanyaan lainnya tidak terlalu sulit. Hanya seputaran dua sesi acara yang berlangsung di hari pertama. Yakin dengan pertanyaan, pening dengan keyakinan. Dunia gim adalah dunia milenial, sebuah kenyataan pahit bagi bangsa kolonial.
Woro-woro virtual dan yel-yel maya sesaat sebelum acara dimulai dari kawan-kawan KPB bagai hilang tertelan bumi. KPB muncul sebagai juara ke-lima dari empat komunitas yang terpilih. Skor yang penulis dapatkan hanyalah 2760. Tidak cukup banyak meskipun sudah disandingkan dengan skor rekan Fery W. yang cukup tinggi.
Akhirnya ada empat komunitas yang berhasil masuk ke babak selanjutnya, dan mereka adalah (1) Inspirisiana (2) Komik (3) KPK, dan (4) Bolang. Selamat ya buat teman-teman yang lolos ke babak semifinal. Cia You!
Harapan langsung ambyar, dan perasaan bersalah hinggap seketika. Permintaan maaf langsung dilayangkan pada grup. Untungnya, kawan-kawan KPBÂ yang baik hati mampu memaafkan.
"Gak ada yang salah Pak Rudy, namanya juga kompetisi"Â ujar Mba Siti Nazarotin.
"Pokoke udah lakukan yang terbaik," sahut Uda Zaldy Chan.
"Cemungud (semangat), Bang." Sapa Daeng Khrisna Pabichara, sejawat sekampung halaman.
Semuanya diterima dengan lega, meskipun sempat terlintas juga kenapa bukan si Ozy Alandika saja yang mewakili. Dia kan milenial, lagipula kerjaanya akhir-akhir ini hanya fokus pada T-Rex yang sudah sering digauli setiap kali kode 4G hilang dari layar ponselnya.
Rasa bersalah sedikit terhibur, setelah sebuah pesan muncul dari Mba Siti Nazarotin, "Yang penting di KPB mendominasi, Pak Rud." Singkat dan jelas, bahwa yang dimaksudkan oleh Mba Nazar adalah "Kebersamaan."
Menurut McMillan dan Chavis (1986), "komunitas merupakan kumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat diantara satu sama lainnya, dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi selama berkomitmen untuk terus bersama-sama."
Namun jauh sebelum teori ini diluncurkan, Hillery, George Jr. (1955) telah mengutarakan kesimpulan dari hasil studinya tentang komunitas dan psikologi rural.
"Komunitas adalah hal yang dibangun dengan fisik atau lokasi geografi, kesamaan dasar akan kesukaan (interest), atau kebutuhan (needs)."
Demikian pula halnya dengan pembentukan komunitas di Kompasiana. ketiga unsur ini biasanya sudah termasuk di dalamnya.
Kombes Community yang berarti Komunitas Kompasianer Brebes. Jelas ini adalah wadah bagi para penulis yang menetap di kabupaten Brebes dan sekitarnya. Komik atau Kompasianers Only Movie entush(i)ast Klub. Maksudnya jelas, hanya bagi Kompasianer pencinta film. Inspirisiana, menurut dugaan penulis, seharusnya para anggotanya memiliki interest yang sama untuk membagikan inspirasi.
Nah, KPB adalah salah satu dari belasan (mungkin puluhan), komunitas di Kompasiana. Dipersatukan oleh interest, yang penulis sebutkan sebagai "satu frekuensi."
Namanya sebenarnya adalah Kompasianer Puisi Berbalas, namun bisa juga Kompasianer Penulis Berbalas (entah benar atau tidak). Jadi ini membingungkan sebenarnya. Di satu sisi, Ari Budiyanti dan Apriani Dinni yang memang tukang puisi tentu akan merasakan klimaksnya nafsu di grup ini. Tapi penulis yang tidak puitis ini justru bingung dengan kehadiran Kang Fery W dan Kang Elang Salamina di grup. Apakah preman bisa romantis? Hmmm...
Yauda, Namanya juga interest (suka), artinya saling menyukai dan itu cukup untuk menjelaskan keberadaan KPB, Titik! Kembali kepada pernyataan Mba Siti Nazarotin "yang penting di KPB mendominasi."
Nah, bisa dong sebagai anggota komunitas, penulis merasa bangga. Untuk itu, penulis akan meminjam gaya-gaya centil Mba Widha Karina setiap kali muncul di layar Hape, untuk menjelaskan arti "mendominasi."
Taraaa... Inilah dia daftar anggota KPB berdasarkan Abjad;
Aliz Swarna Hati, Anis Hidayatie, Any Sukamto, Apriani Dinni, Ari Budiyanti, Arman, Ayah Tuah.
Budi Susilo.
Deddy Pratama, Dewi Leyli.
Elang Salamina, Enik Rusmianti.
Fery W, Frederikus Fredy.
Giri Lukmanto, Gurgur Manurung.
Hana Marita, Hasan Buche, Hennie Triana, Himam Miladi.
Iin Risma, Ikhlas El Aqsar Ika Marwah, Indra Rahardian.
Jamaludin R, Joko Susanto.
Katedrarajawen, Kang Marakara, Khrisna Pabichara, Kristi Rahma.
Lestari Ningsih, Lesterina Purba, Lilik Fatimah Az-Zahra.
Maria Ayu, Mutiah Alhasany.
Nita Krist Noer.
Ozy V Alandika.
Ria Mi, Rohmatul Jamilah, Roselina Tjiptadinata, Ruang Berbagi, Rudy Gunawan, Rustian Al Ansori.
Santoso Mahargono, Secangkir Kopi Bersama, Sigit Eka Pribadi, Siti Nazarotin, Sri Wahyuni Saraswati, Susi Haryawan, Syahrul Chelsky.
Teguh Hariawan, Tjiptadinata Effendy.
Ummu El Hakim.
Wahyu Sapta, Warkasa, Widz Stoop, Wulan Eka.
Yana Haudi, Yosh Cecilia.
Zaldy Chan, Zahrotul Mujahidah, Zaltimutie.
Catatan: Jika ada kesalahan pada nama atau ada yang terlupakan, harap dimaklumi, penulis adalah kategori Bangsa Kolonial.
Satu hal yang cukup membanggakan, ada 8 jawara dari total 20 nominator yang berasal dari KPB. Hitungan matematika-nya adalah 40%. Mereka adalah;
Hennie Triana (Best in Citizen Journalism), Ruang Berbagi (Best in Opinion), Ozy V Alandika dan Rudy Gunawan (Best in Spesific Interest), serta Zaldy Chan, Santoso Mahargono, Syahrul Chelsky, dan Om Katedrarajawen (Best in Fiction).
Oke, kalau ada yang penasaran, apa saja kegiatan yang dilakukan sehari-hari di grup KPB. Prinsipnya jelas, harus masuk dalam kategori 10 "Nge", alias
"Nge-nyapa, Nge-nyapa balik, Nge-bagi, Nge-menyemangatin, Nge-canda, Nge-bacot, Nge-ledek, Nge-racun, Nge-ngompor, dan Nge-res. (Abaikan yang terakhir jika menderita sakit jantung).
Namun demikian persahabatan tetap terjalin erat. Seiring dengan banyaknya "nge," tidak ada satupun ucapan yang saling menyinggung perasaan. Tidak melihat perbedaan. Tidak mencari kesalahan. Lebih hebatnya lagi, setiap Nge-bacot yang keluar bisa menjadi ide tulisan yang mengalir deras.
Menurut penulis, sebagai satu dari puluhan komunitas di Kompasiana, tentunya masih banyak pelajaran yang harus diserap bersama. KPBÂ tidak ingin menyaingi siapa-siapa. Tidak ingin juga berambisi menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Namun satu hal yang pasti, kami akan selalu ada untuk menyatukan hati.
Tulisan ini juga dipersembahkan kepada seluruh Komunitas yang berada di Kompasiana. Semoga semangat menulis tidak pernah reda dan jangan pernah bosan untuk berbagi kebaikan. Jika tidak #mulaidarikita, dari siapa lagi?
Bagi kawan-kawan yang ingin bergabung bersama KPB, silahkan mengunjungi laman kami di sini (klik). Atas izin Mimin KPB, penulis membuka undangan bagi Kompasianer yang ingin bergabung.
Syaratnya tidak banyak, cukup membeli seperangkat jimat dari Rudy Gunawan.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H