Bagaimanapun juga peperangan tidak hanya mengenai angkat senjata dan mengibarkan bendera saja. Alur informasi dan berita akan menjadi sangat penting dalam situasi yang serba tidak kondusif.
Sejak zaman dulu, pengiriman berita sandi atau kode rahasia kepada pihak sekutu menjadi hal yang krusial. Informasi penting akan menjadi sangat berbahaya jika jatuh ke tangan lawan.
Adalah Kriptografi atau upaya komunikasi antar individu atau kelompok secara aman tanpa kehadiran pihak-pihak yang tidak diinginkan. Ilmu yang memelajari Kriptografi disebut dengan Kriptologi atau bahasa Indonesianya adalah Sandisastra.
Kriptografi berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari dua kata, yaitu Kryptos (tersembunyi) dan Graphein (menulis).
Sejarah penulisan rahasia tertua berasal dari peradaban Mesir Kuno, sekitar tahun 3000 SM. Di saat itu, bangsa Mesir menggunakan ukiran rahasia yang disebut dengan hieroglyphics untuk penyampaian pesan rahasia.
Sejarah berikutnya berpada pada awal tahun 400 SM, pada saat bangsa Spartan di Yunani menggunakan Kriptografi di bidang militer. Alat yang digunakan disebut dengan Scytale yang berupa pita panjang yang terdiri dari 18 huruf dan dibaca dengan cara digulungkan ke sebatang silinder.
Pun halnya dengan kemerdekaan Indonesia. Kode sandi yang berseliweran ternyata sangat kuno dibandingkan dengan zaman sekarang. Akan tetapi banyak kisah heroik di belakang para penerus sandi terhadap sejarah bangsa ini.
"Kemerdekaan kita tak hanya diisi para pejuang yang mengangkat senjata. Tapi juga senyapnya sandiman yang berjuang di balik medan perang terbuka," (Setyo Budi Prabowo, kepala Museum Sandi Yogyakarta).
Berikut adalah kisah kepahlawanan dari para pejuang sandi Indonesia;
Soegiarin, Pembawa Sandi Morse yang Mengabarkan Kemerdekaan RI ke Seluruh Dunia
Kemerdekaan Indonesia didengungkan pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB dari jalan Pengangsaan Timur, No. 56, Jakarta. Proklamasi ini tidak ada gunanya, jika tidak ada yang mendegarkan.
Di seluruh negeri, Radio Republik Indonesia memiliki peranan penting, sehingga seluruh rakyat Indonesia mengetahui bahwa pada hari tersebut telah terbentuk kedaulatan bangsa Indonesia. Namun informasi ini tidak berguna, jika seluruh dunia belum mendengarkannya.
Untuk melakukannya bukanlah perkara yang gampang, teknologi belum secanggih sekarang, dan masih banyak tentara Jepang yang menguasai sarana vital. Adalah Soegiarin, nama ini adalah tokoh penting yang menggaungkan kemerdekaan RI ke seluruh dunia.
Di masa itu, bersama Adam Malik, ia adalah wartawan yang bekerja di kantor berita Domei, di Jakarta (sekarang ANTARA). Di tempat inilah berita kemerdekaan ke luar negeri pertama kali disebarkan.
Kala itu, Domei merupakan satu-satunya tempat yang memiliki Sandi Morse dan kebetulan Soegiarin bertugas sebagai Markonis atau operator Sandi Morse. Perintah untuk mengabarkan kemerdekaan RI ini datang dari Adam Malik, pada malam tanggal 16 Agustus 1945.
Soegiarin wafat pada tanggal 2 September 1987, namun menolak dikebumikan di Taman Makam Pahlawan. Ia merasa dirinya bukanlah pahlawan, kendati telah memainkan peran penting dalam kemerdekaan RI.
Museum Sandi Bukti Perjuangan Para Sandiman
Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, Ibu kota jatuh, dan Soekarno Hatta menjadi tawanan Belanda. Para Sandiman (sebutan untuk pembawa sandi) lantas melarikan diri ke perbukitan Menoreh.
Mereka melakukan long-march ke Dekso Kulonprogo, tempat yang sulit dijangkau oleh Belanda dengan alam pepohonan yang rimbun. Di sanalah, kamar sandi darurat yang berada di dalam rumah Marto Soetomo didirikan.
Replika rumah bersejarah tersebut kini sudah menjadi bagian dari Museum Sandi Yogyakarta, dimana seluruh model radio komunikasi yang digunakan oleh pemerintah darurat RI (PDRI) di Sumatera pada tahun 1948 berada.
Rubiono Kertapati, dokter Bedah yang juga Seorang SandimanÂ
Ia selalu tampak dengan baju dinas kedokteran, namun tas jinjing yang bergaya lawas terisi dengan buku kode dan pisau-pisau bedah. Namun, pisau bedah tidak digunakan untuk pasien, namun sebagai alat untu membedah mesin sandi.
Meskipun seorang dokter, ia lebih sibuk dengan urusan sandi-sandian. Pada April 1946, Menteri Pertahanan, Amir Sjarifuddin memerintah dirinya untuk memimpin Dinas Code, sebuah badan pemberitaan milik negara.
Tugasnya adalah menyusun kode baru untuk menggantikan kode lama yang mudah diretas. Semua hasil penyusunan dibuat dalam enam buku saku yang berisikan 10 ribu kata sandi dalam bahasa Inggris dan Belanda. Ia juga rajin mengubah kata-kata sandi tersebut untuk menghindari kebocoran.
Keberadaan dr. Rubiono dan para Sandiman bawahannya menjadi penting bagi Belanda. Mereka menjadi orang yang paling dicari, sehingga harus bergerilya di hutan-hutan.
Agar tidak mudah tertangkap, dr. Rubiono memerintahkan para Sandiman untuk menyebar ke seluruh negeri. Dari balik Bukit Menoreh yang merupakan markas darurat, mereka secara konsisten terus menyebarkan berita rahasia berbekal perlengkapan seadanya.
Pun halnya dengan para kurir rahasia. Berbagai macam peralatan dimodifikasi, seperti stang pada sepeda onthel yang berisi rongga untuk menyimpan pesan rahasia, hingga pesan dalam makanan yang bisa sewaktu-waktu ditelan jika ada Razia Belanda.
Tidak jarang juga ada yang terbunuh atau bahkan bunuh diri jika tertangkap. Bagi mereka, semboyan Merdeka atau Mati, benar-benar menjadi prinsip dalam melaksanakan tugas sebagai agen rahasia.
Hamid Rusdi, Sang Pembawa Pesan Rahasia Bahasa Walikan
Pengucapan ini memang jadi ciri khas arek Malang, namun selama masa perjuangan melawan Belanda, adalah Hamid Rusdi, seorang pejuang asal Malang yang mempopulerkan bahasa Walikan ini sebagai kode rahasia.
Kata Walikan ini memiliki kekayaan kosa kata, dan akan terdengar mudah bagi yang sudah biasa, namun mampu membingungkan musuh yang tidak berasal dari daerah setempat. Contoh, lumayan menjadi nayamul, rumah menjadi hamur, dan saya menjadi ayas.
Di saat masa Agresi Militer II Belanda, penting untuk menciptakan sebuah bahasa yang hanya dipahami oleh segelintir orang saja. Pada Perang Dunia II, tentara Amerika pernah merekruit sekelompok suku Indian Sioux dan menjadikan mereka sebagai pembawa dan penerjemah sandi. Yang dilakukan cukup sederhana, berbicara dengan bahasa mereka yang tidak dipahami oleh orang non-Sioux.
Nah konsep ini sama, dikarenakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sudah sangat umum dikenal oleh penjajah. Karena itulah, Hamid menggunakan bahasa Walikan ini sebagai solusi sederhana yang paling baik.
Hamid Rusdi adalah seorang pejuang yang gigih. Ia memulai karirnya sebagai sipir di penjara Lowokwaru, dan kemudian ditarik dalam pasukan Jepang untuk membantu melawan Amerika di Perang Dunia II.
Hamid Rusdi memanfaatkan momen tersebut. Dirinya yang terlatij kemudian menjadi modal besarnya berjuang untuk kedaulatan bangsa Indonesia. Selain menjadi pimpinan batalyon dalam Agresi Militer II Belanda, Hamid Rusdi juga mencatat karirnya dalam penumpasan pemberontakan PKI di Malang.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H