Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

RA Kardinah, Penerus Perjuangan Kartini yang Berakhir sebagai Korban Revolusi

2 November 2020   20:02 Diperbarui: 2 November 2020   20:07 1588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Sakit Kardinah (sumber: tribunnews.com)

**

Pendidikan menjadi sorot utamanya, khususnya bagi kaum wanita. Ia tak puas dengan model kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap pola pendidikan kaum bumiputera, yang hanya memberikan akses terbatas kepada anak bangsawan saja.

"Berapa banyak anak bangsa kami, saya bertanya pada diri sendiri, yang mampu untuk belajar di sekolah-sekolah seperti itu? Lebih lanjut, apakah itu adil? Atau adakah yang seharusnya menjadi contoh bisa membantu masyarakat pribumi untuk maju?"

Ini adalah salah satu bentuk pemikiran Kardinah yang dituangkan dalam sebuah surat kepada nyonya Abendanon, tanggal 15 Juli 1911, sebagaimana dimuat dalam Surat-surat Adik R.A. Kartini karya Frits G.P. Jaquet.

Model Pendidikan yang diadopsi oleh Kardinah, adalah yang digariskan Kartini; 

"Ibu menjadi pusat kehidupan rumah tangga, oleh sebab itu tak ada yang lebih baik dari seorang ibu yang tercerdaskan."

**

Kardinah mengumpulkan dana secara kolektif dari membuka sekolah kecil-kecilan bagi para anak priayi di rumahnya.  Ia juga menulis dua buku soal masakan dan dua buku lagi mengenai batik. Banyak yang mendukungnya, termasuk tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang banyak membeikannya masukan mengenai pendidikan.

Sumbangan kolektif dan dana dari hasil penjualan buku kemudian digunakan untuk membuka Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo (WP) pada tanggal 1 Maret 1916. Biaya operasional sekolah ditanggung masyarakat yang mampu. Segala keperluan sekolah diberikan secara cuma-cuma, dan tiap murid dikenakan biaya uang sekolah yang sangat murah. 

Mata pelajaran di WP antara lain adalah bahasa Belanda, dasar pendidikan kebangsaan dan budaya Jawa, P3K, membatik, pendidikan watak, dan mengaji Al'quran. Kardinah ikut mengajar di sekolah tersebut, dan begitu juga Ki Hadjar Dewantara.

Pada tahun 1924, sekolah tersebut sudah bisa menampung sekitar 200 murid. Banyak pihak yang tertarik dengan model yang diterapkan Kardinah, termasuk salah satunya adalah tokoh emansipasi dari Jawa Barat, Dewi Sartika. Mereka tidak hanya berkunjung, namun juga ikut mengajar selama 4 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun