Lain di Kamboja, lain lagi di Pacitan. Tepatnya di Desa Jetak, Kecamatan Tulakan, mendadak jadi pusat perhatian, karena tradisi lama kembali dilakukan warganya saat corona melanda dunia.
Masrakat setempat menyebutnya Gejog. Sebuah ritual tolak bala yang diyakini dapat mengusir marabahaya.
Marjuni, Kepala Desa Jetak mengatakan kepada sumber, bahwa tradisi ini sudah lama dilakukan oleh orang-orang tua dulu, jika pageblug datang menyerang.
Ritualnya hanya membunyikan kentongan secara beramai-ramai oleh beberapa keluarga dari rumah masing-masing, dan berlangsung selama 20 menit menjelang maghrib dan baru berhenti menjelang azan maghrib.
Lebih lanjut menurut sang Kepala Desa, tradisi ini sebenarnya lanjutan dari kejadian lalu pada saat wabah kolera datang menyerang. Dahsyatnya serangan penyakit itu membuat masyarakat dan pemerintah desa kewalahan menghadapinya.
"Akhirnya disepakati mengadakan tradisi Gejog itu", ujarnya.
Munculnya tradisi ini tak lepas dari kepercayaan yang dianut warga setempat. Konon, serangan wabah berkait erat dengan gangguan mahluk tak kasat mata, yang muncul saat petang menjelang maghrib.
Meski susah diterima dengan nalar sehat, namun kesepakatan ini sudah dilakukan sesuai dengan kearifan lokal. Minimal dengan tradisi ini, memberi sebuah pesan kepada warga akan bahaya virus corona masih ada di sekitar kita.
Masyarakat Adat Dayak Kaharingan Meminta Bantuan Leluhur
Ritual Manggatang Sahur Lewu adalah sebuah ritual minta pertolongan dan perlindungan dari Patahu, atau para leluhur penjaga kampung. Selain itu juga ada Ritual Mamapas Lewu, atau membersihkan kampung dari pengaruh jahat atau hal-hal buruk.
Pada bulan Maret tahun 2020 ini, ritual yang sudah lama tidak dilakukan ini, kembali digelar. Tujuannya apalagi kalau bukan mengusir wabah corona dari kampung Suku Dayak Kaharingan di Tumbang Malahoi, Kalimantan Tengah.