Pihak gereja pun tidak mau kalah, mereka juga berperan dalam perburuan untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk membangun kembali posisi tawar mereka di tengah masyarakat.
Terjadi pada tahun 1581 hingga 1593, dan dimulai pada saat Johan Von Schoneburg ditunjuk sebagai uskup di Trier, sebuah kawasan pedesaan di Jerman.
Uskup Von Schoneburg adalah seorang garis keras yang berniat untuk melenyapkan para praktisi sihir. Dalam kurun waktu 10 tahun, 368 orang terduga penyihir, yang semuanya adalah wanita, dibakar hidup-hidup.
Pembantaian ini begitu masif, sehingga dari 22 desa, hanya dua desa saja yang masih menyisakan perempuan.
Itupun dari golongan bangsawan atau pejabat pemerintahan. Selebihnya, kalau bukan dibakar, dipenjara, melarikan diri entah kemana. Â
Ini belum termasuk beberapa orang terkemuka dari kalangan hakim, pastor paroki, dosen, hingga pemimpin desa yang dianggap sebagai simpatisan yang melindungi para praktisi sihir.
Cornelius Loos, seorang ilmuwan terkemuka, dipenjara, disiksa, dan dibakar hidup-hidup di depan umum, karena menerbitkan sebuah buku yang menolak pandangan tentang pengadilan bagi penyihir.
Dietrich Fade, seorang rektor universitas dan juga hakim setempat, menyatakan keberatan terbuka terhadap penyiksaan. Ia pun akhirnya ditangkap, disiksa, dan dibakar.
Perburuan Penyihir dengan Metode Pemburu Bayaran.
Pada abad ke-17, di Moravia Utara (kini Republik Ceko), ratusan wanita dibakar hidup-hidup atas tuduhan sebagai penyihir. Bukan hanya tertuduh penyihir saja, namun hukuman juga berlaku bagi mereka yang terlibat dengannya, baik langsung, maupun tidak langsung.
Tragedi dimulai ketika seorang anak lelaki melihat ada seorang wanita tua mengantongi roti komuni, yang seharusnya dimakan pada saat misa berlangsung.
Ketika pastor menanyakannya, sang wanita tua menjelaskan bahwa ia akan memberikan roti tersebut kepada sapi agar produksi susunya meningkat. Pastor menganggap bahwa perilaku tersebut adalah praktik sihir dan memberitahu hakim atas kasus tersebut.