Di rumah sendiri, perbedaan perlakuan, kesempatan dan lingkup aktivitas, akan menimbulkan perseturuan di antara saudara yang beda gender.
"Ma, kenapa kakak bisa main layangan, aku gak bisa?"
"Pa, kenapa bukan adik yang membuang sampah?"
Bahaya konsep perbedaan gender.
Makna gender tidak hanya jenis kelamin saja. Ia juga memiliki makna luas yang mencakup sifat, aktivitas, keberadaan, peranan, dan tanggung jawab masing-masing dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Sebelum mengenal perananan gender, anak kecil melakukan perbandingan 'apple to apple'Â mengenai hak dan kewajiban dengan saudara atau teman lainnya. Tidak heran, jika kemudian timbullah pertanyaan yang menjurus kepada keadilan.
Pada saat yang sama, setiap anak juga memiliki ego, yang diasosiasikan dengan keberadaan dirinya. Perbedaan hak dan kewajiban ini kemudian dapat berkembang menjadi stigma 'like' dan 'dislike'.
Lebih dalam lagi, perasaan sakit atau senang akibat perbedaan gender tersebut, kemudian diasosiasikan dengan perbedaan perlakukan terhadap anak lelaki dan perempuan.
Jika tidak berhati-hati, maka pemahaman perbedaan gender yang salah akan tumbuh pesat dalam otak anak yang masih polos.
Seiring waktu berjalan, seorang anak wanita bisa saja menjadi sangat pemalu terhadap lelaki, yang ia anggap 'bukan kaumnya'. Sementara anak lelaki dapat tumbuh menjadi pria yang tidak menghormati wanita.
Konsep kesetaraan gender.
Konsep kesetaraan gender harus didengungkan sejak masih kanak-kanak. Usia bayi hingga 5 tahun, disebut dengan periode emas. Pada masa ini, karakter anak akan sangat mudah terbentuk.