Alkisah seorang petani yang bernama Parno. Ia mengidap sakit koreng parah. Saking parahnya, hingga rasa gatal dari nanah yang mengalir mengalahkan rasa sakit dari kulit yang melepuh.
Namun setiap kali ia menggaruk korengnya, rasa gatal tersebut akan terasa sangat nyaman, hingga Parno akan merasa keenakan, melupakan sakitnya sejenak.
Ia terus menerus menggaruk korengnya, agar siksaan gatal dapat dihilangkan. Ia tidak lagi memedulikan kulitnya yang semakin melepuh. Akibatnya, infeksi pada kulitnya, menjadi semakin besar dan mengancam jiwanya.
Hingga suatu saat, desa yang dihuni Parno kedatangan seorang dokter muda yang bernama Sabar. Mendengar penyakit yang diderita oleh Parno, ia pun datang mengunjunginya.
Tindakan medis yang dilakukan dokter Sabar, adalah memberi salep anti infeksi ke seluruh tubuh Parno dan membungkusnya dengan perban.
"Ini cara satu-satunya agar kamu bisa selamat. Jika kamu terus menggaruknya, maka tangan kamu harus diamputasi, agar dirimu bisa selamat dari infeksi yang menyebar".
"Tapi dok, aku gak tahan, koreng ini terasa sangat gatal dan hanya bisa terasa enak jika aku menggaruknya".
"Itulah konsekuensi penyembuhan. Bertahan dengan rasa gatal, atau kehilangan tangan".
Sahabat yang budiman,
Sadarkah kita, bahwa sebenarnya penderita Koreng di dunia ini, bukan hanya si Parno seorang diri?
Sadarkah, bahwa jiwa kita sesungguhnya telah terinfeksi dengan koreng-koreng kehidupan, melalui keinginan-keinginan yang timbul tenggelam?
Jika apa yang ingin kia capai kemudian tidak terpenuhi, maka disanalah saatnya koreng akan menimbulkan rasa gatal.
Rasa gatal muncul akibat tidak dihormati. Rasa sedih muncul akibat ponsel yang hilang. Rasa kecewa muncul karena belum mendapatkan motor terbaru.
Lantas, apa yang kita lakukan?
Kita marah kepada orang yang tidak menghormati, di situlah saatnya kita menggaruk.
Kita menyalahkan orang lain akibat ponsel yang raib entah ke mana, di situlah saatnya kita menggaruk.
Kita mencuri, menipu, menghalalkan segala cara demi gengsi motor baru, di situlah saatnya kita menggaruk.
Keinginan seperti ini tidak akan pernah bisa memuaskan. Rasa gatal akibat keinginan yang belum terpenuhi akan terus ada. Menggaruk koreng dengan memenuhi keinginan, akan terus menerus dilakukan, hingga koreng tersebut menginfeksi seluruh jiwa.
Apa yang dilakukan oleh dokter Sabar, sebenarnya adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkan koreng dalam jiwa kita.
Salep anti infeksi sesungguhnya adalah arti dari bersyukur.
Bersyukur bahwa kita tidak dihormati, karena sudah saatnya belajar menjadi orang baik yang pantas dihormati.
Bersyukur bahwa kita masih memiliki motor, meskipun bukanlah model terbaru.
Mungkin hal ini akan terasa susah, karena pada akhirnya, kita hidup dengan koreng yang sudah berada dalam jiwa.
Namun cobalah diam sejenak untuk merenungkan kisah Parno dan korengnya. Hilangkan sejenak keinginanmu, puasakan nafsumu untuk menggaruk jiwamu yang gatal.
Sedetik perenungan, sedetik kesadaran, sedetik pengakuan, akan mengumpulkan perasaan bersyukur yang dapat menyelamatkan jiwamu dari bahaya amputasi.
Semoga Bermanfaat!
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI