Semburan lumpur bercampur gas di kawasan hutan Kesongo alias oro-oro Kesongo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada hari kamis 27.08.2020 adalah fenomena lumpur gunung api atau mud volcano.
Kejadian ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya sudah ada beberapa letusan kecil, namun letupan pada hari kamis ini adalah merupakan semburan yang tertinggi, yakni sekitar 20 meter.
Warga sekitarnya mengatakan, fenomena semburan besar terakhir terjadi sekitar 14 tahun yang lalu. Warga bahkan memberikan nama "Kraton-kraton yang sedang tidur" pada kejadian letupan sejenis ini.
Masyarakat sekitar sudah memiliki sejarah panjang atas fenomena ini, dan memiliki dua legenda yang bertautan dengan Oro-oro Kesongo. Kisah ini disampaikan secara turun-menurun kepada warga sekitar.
Kisah 9 Orang Sial yang Ditelan Ular.
Kala itu, ada 10 orang yang sedang kehujanan. Akhirnya mereka menemukan sebuah gua yang berbentuk seperti ular sebagai tempat berteduh. Akan tetapi salah satu diantaranya memiliki penyakit kulit, sehingga ke-sembilan orang lainnya melarangnya berteduh di dalam gua.
Berada di luar kehujanan, orang yang berpenyakit kulit tanpa sengaja memukul-mukul tembok gua dengan senjata tajam yang ia gunakan untuk mencari makanan hewan ternak.
Akan tetapi, hal yang mereka tidak sadari adalah gua tersebut sebenarnya adalah jelmaan ular raksasa yang sedang bertapa. Merasa terganggu, sang ular langsung menutup mulutnya, dan menelan ke-sembilan (kesongo) orang bernasib sial di dalamnya.
Sembilan Pengawal yang Terbunuh.
Namun Pemerhati Sejarah Kabupaten Blora memiliki kisah yang berbeda. Eko Arifianto (43) mengatakan bahwa berdasarkan buku babat Kanung, pada tahun 725 Masehi, ada tokoh yang bernama Hang Sanjaya.
Ia adalah pangeran tampan dan berkharisma, namun memiliki ambisi yang besar. Sebagai akibatnya, ia dibantu oleh istrinya, meracuni Sana, pamannya yang baru saja diangkat menjadi Datu di Galuh Kerajaan Tarumanegara.
Pangeran dari kerajaan Tarumanegara ini ingin merebut kekuasaan dari tangan Sana.
Mayat Sana kemudian dibawa pulang ke kampung halamannya di Sucen, Doplang, Medang Pakuwon, Blora. Ia diantar oleh Sembilan orang pengawal dan seorang pengurus kuda (pekathik).
Sesampainya di Medang Pakuwon, kakak perempuan Sana, Sanaha yang tidak lain adalah ibu dari Hang Sanjaya, kemudian menjadi murka dan memerintahkan 9 orang pengawal Sana dibunuh karena dianggap tidak becus.
Hanya satu orang yang dibiarkan tetap hidup, yaitu sang pemelihara kuda, karena dianggap orang lemah dan tidak tahu duduk permasalahannya.
Dari sinilah muncul istilah Kesongo, tentang matinya sembilan orang pengawal dengan tragis, yang oleh warga setempat disebut dengan Oro-oro Kesongo.
Tempat terbunuhnya kesembilan orang tersebut merupakan hamparan dataran rendah dengan tanah berlumpur.
"Di tempat itu ada tanah berlumpur yang sering menyemburkan lumpur yang disertai gas belerang yang menyebabkan banyak burung dan hewan mati karena keracunan," Ungkap Eko.
Kisah 9 orang terbunuh dan menyisakan 1 orang akibat kelemahannya ini mengingatkan penulis pada teori The Tenth Man dalam Film World War-Z (2013) yang dibintangi oleh Brad Pitt.
Baca juga: Pasien 0, The Tenth Man, dan Kekebalan Virus Covid-19 bagi Orang Indonesia.
Alkisah dunia diserang oleh virus aneh yang dapat mengubah manusia menjadi zombie pemakan manusia.
Virus Z ini menjadi sangat menular, karena penderitanya ternyata kehilangan sopan santun dengan "asal gigit seenaknya". Alhasil semua orang yang digigit kemudian berubah menjadi Zombie.
Dalam film tersebut, dikisahkan upaya yang dilakukan oleh Brad Pitt yang bekerja bagi PBB untuk menemukan asal usul virus, dengan harapan para ilmuwan dapat menemukan penawar virus.
Singkat cerita, sang pemeran utama kemudian terbang ke Israel, untuk memelajari bagaimana mereka masih dapat menjadi sebuah negara yang bebas virus, karena sudah membangun sebuah tembok tinggi, sebelum wabah menyebar. Loh kok bisa?
Ternyata pemerintah Israel menetap sebuah filsafat yang disebut dengan "The Tenth Man", atau orang ke-10. Teorinya adalah jika 9 orang mengatakan hal yang sama, dan orang ke-10 mengatakan hal yang berbeda, maka pendapat orang ke-10 lah yang harus diambil. Hal ini ternyata membantu Israel sehingga menjadi negara bebas dari virus.
Tidak persis mirip, namun sama-sama menganut makna filosofis bahwa 9 orang dengan keunggulan yang sama, kadang justru merupakan kelemahan yang terselubung.
Sang minoritas yang dianggap lemah, justru memiliki keuntungan sebagai seseorang yang akhirnya terselamatkan atau bisa menyelematkan.
Apa makna pesan Kesongo (kesembilan) bagi kejadian Lumpur Blora atas fenomena ini dan juga kehidupan di dunia yang sedang kita hadapi?
Makna filosofis tentang "titik hitam dan titik putih" dalam filsafat "Yin-Yang" mungkin bisa menjelaskannya.
Dalam suasana terang, secercah titik hitam lebih mudah terlihat. Dalam arti seberapa baik pun sikap seseorang terhadap dunia, kelemahannya lebih mudah disorot dari seluruh kebajikannya.
Dalam suasana gelap, setitik cahaya putih akan sangat terang terlihat. Sejelek-jeleknya sifat manusia, ia pasti memiliki kebajikan yang bermakna besar.
Hidup adalah perimbangan, sebagaimana filsafat "Yin-Yang" mengatakan bahwa dunia adalah tentang kebaikan dan kejahatan dengan porsi yang sama banyak. Manusia hanya perlu menjaga keseimbangan, sebagaimana menjaga alam agar tetap berada pada porsinya.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H