Republik Indonesia sudah memasuki usianya yang ke-75 pada tahun ini (2020). Waktu yang cukup lama untuk sebuah Republik, namun masih terlalu muda jika dibandingkan dengan kisah ribuan tahun di bumi Nusantara.
Sebelum negeri ini terbentuk, kita mengenal banyak kerajaan dan kesultanan yang sudah hadir mewarnai peradaban.
Telah tercatat minimal ada 22 kerajaan besar yang pernah hadir di bumi pertiwi, mulai dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia, hingga kerajaan Samudra Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara.
Ini belum termasuk kesultanan-kesultanan kecil lainnya, seperti kesultanan Sambas dan kesultanan Mempawah di Kalimantan.
Namun apakah pembaca pernah mengetahui, diantara kerajaan-kerajaan yang berkuasa, pernah terbentuk sebuah pemerintahan dalam bentuk Republik. Dengan fakta ini, ternyata Indonesia bukanlah Republik pertama di bumi Nusantara.
**
Adalah kesultanan Sambas dan Mempawah yang mendatang gelombang imigran Tiongkok di Kalimantan Barat pada tahun 1740. Wilayah kekuasaan mereka terletak antara Pontianak dan Sambas.
Mereka didatangkan sebagai pekerja tambang emas dan timah yang banyak terdapat di kawasan tersebut. Saat itu, banyak tambang baru yang ditemukan, hingga jumlah pekerja imigran yang didatangkan, berjumlah sangat banyak.
Pada tahun 1767, jumlah imigran China berkembang hingga mencapai puluhan ribu. Jumlah yang masif kemudian membawa dampak perkembangan ekonomi yang signifikan, bukan hanya di Nusantara saja, namun mencakup seluruh kawasan Asia.
Atas perkembangan situasi in, para imigran China tersebut kemudian membuat kelompok kongsi dagang. Mereka hidup secara berkelompok pada area kampung yang mereka huni, dan tumbuh pesat berdasarkan cara hidup yang mereka bawa dari tanah leluhur.
Total 14 kongsi perdagangan yang terbentuk dan semuanya berada di bawah naungan kesultanan Sambas maupun Mempawah. Namun mereka diberikan kekuasaan otonomi untuk mengatur dirinya sendiri.
Pihak kerajaan tidak terlalu mengatur cara hidup mereka, termasuk memilih pemimpin dan bagaimana mengelola tambang di sekitar area pemukiman. Setiap kongsi hanya dituntut untuk memberikan upeti berupa 1 kilogram emas sebulan sekali.Â
**
Menjalani kehidupan yang normal, kongsi perdagangan tidak berhenti berpolemik diantara mereka untuk perebutan hak dan kekuasaan.
Bukan hanya itu saja, mereka juga sering bertikai dengan warga setempat, bahkan melakukan aksi pembangkangan atas upeti yang harus mereka berikan kepada kesultanan.
Pertikaian dengan kesultanan ini kemudian menimbulkan perang dengan pasukan kerajaan Sambas, pada tahun 1770, yang dipimpin oleh Sultan Umar Agamaddin II.
Dalam peperangan selama 8 hari yang berhasil memukul mundur seluruh aksi pembangkangan, akhirnya pihak imigran kembali patuh di bawah pemerintahan kesultanan Sambas.
Belajar dari kesalahan, akhirnya pada tahun 1777, dibentuklah sebuah aliansi dalam satu organisasi bernama Hee Soon. Tujuannya adalah untuk memperkuat persatuan, sekaligus meminimalisir konflik internal dan eksternal.
**
Terbentuknya Hee Soon inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Republik Lang Fang, yang digagas oleh seorang pria bernama Lo Fang Pak. Ia adalah seorang guru dengan pengetahuan yang sangat luas. Sebagai pendatang baru yang baru muncul pada tahun 1775, ia juga memiliki hubungan baik dengan Dinasti Qing di China.
Ditambah lagi kesultanan Pontianak adalah kesatuan yang kuat, karena didukung oleh pihak VOC/Belanda. Perubahan peta politik ini membuka peluang bagi para imigran. Lo Fang Pak yang jago berdiplomasi berhasil membuat kesultananan Pontianak sebagai aliansinya. Ia kemudian menjalin persahabatan yang sangat erat dengan Sultan Pontianak, Syarif Abdurrahman Al Qadri.
Tak disangka, langkah bidak pada catur yang dimainkan Lo Fang Pak membuahkan hasil. Pada tahun 1789, kesultanan Pontianak berhasil menaklukkan kesultanan Mempawah, tentu saja dengan bantuan VOC.
Lo Fang Pak yang sudah menjadi sahabat sang sultan, pun ikut serta dalam peperangan tersebut. Alhasil sejak tahun 1793, Sultan Pontianak memberikan kewenangan yang lebih luas kepadanya untuk mengelola kongsi-kongsi China.
**
Republik Lang Fang pun terbentuk di bawah wilayah kekuasaan kesultanan Pontianak dan sebagian lagi Sambas. Lo Fang Pak terpilih sebagai presiden pertama dalam pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. Â
Republik ini bukan saja Republik pertama di Nusantara, namun juga merupakan yang pertama di Asia.
Meskipun sudah berbentuk negara, namun posisi Republik Lang Fang ini cukup unik, karena berada pada posisi "negara di atas negara". Pemerintah Republik ini hanya perlu membayar upeti bulanan kepada dua kesultanan sebagai penguasa wilayah sesungguhnya.
Selain itu, Republik ini juga mendapatkan pengakuan dari Dinasti Qing, karena mereka secara rutin mengirimkan upeti ke negeri China.
Menariknya, Republik yang berdiri sekitar 2 abad yang lalu ini memiliki undang-undang sendiri yang mengatur sistem tata negara, Pendidikan, hukum, hingga ekonomi.
Layaknya sebuah negara, bahkan ada dewan pemerintahan pengadilan, penjara, bahkan angkatan bersenjata, yang melengkapi.
**
Kehidupan bernegara di Republik Lang Fang terjadi dengan penuh dinamika. Layaknya negara yang kita kenal sekarang. Kadang terjadi konflik politik dengan negara tetangga, konflik sosial dengan sesama warga, hingga perebutan kekuasaan dalam pemerintahan.
Namun, dinamika yang terus berkelanjutan ini mampu membuat mereka bertahan selama 107 tahun lamanya, dengan total 13 presiden yang terpilih melalui pemilu yang cukup demokratis.
Riwayat berakhir, ketika Belanda yang sudah semakin kuat pengaruhnya di pulau Borneo, termasuk wilayah pendudukan Republik Lang Fang di Kalimantan Barat, melakukan politik Divide et Impera.
Strategi ini mampu membuat penguasa Lang Fang bertekuk lutut dan meneken perjanjian Batavia yang menyetujui berada di bawah kekuasaan Belanda. Namun sebagian pihak yang tidak sepakat, kemudian menyerang Belanda.
Tindakan mereka membawa akibat yang fatal dan pada tahun 1884, setelah pemberontakan berhasil ditaklukkan dan presiden terakhir, Liu Ah Sin tewas, Republik ini hancur dan wilayahnya resmi menjadi bagian dari Hindia Belanda.
Sejak saat itu, rakyatnya tercerai berai, sebagian tetap memilih untuk menetap di daerah Kalimantan Barat, yang menjelaskan banyaknya warga keturunan Tionghoa di Pontianak, Sambas, hingga ke Singkawang.
Adapun bekas-bekas rakyat yang terlibat pemberontakan, melarikan diri ke pulau-pulau seberang dan membangun kehidupan baru, termasuk sebuah wilayah yang seabad kemudian dikenal dengan nama Republik Singapura.
Pendirinya, Lo Fang Pak, menolak usulan dari kesultanan sahabat yang ingin memberikan gelar Sultan bagi dirinya. Ia lebih percaya dengan kekuatan rakyat yang memilihnya sebagai presiden.
Sikapnya yang cendekiawan dan pandai berdiplomasi membuat Republik ini mampu duduk berdampingan secara damai dan mendapatkan pengakuan dari negara tetangga hingga ke Disnati Qing di China.
Beberapa orang berpendapat, pengetahuan dasar kenegaran yang diwariskan oleh Lang Fang menjadi cikal bakal pemerintahan di Singapura sebelum akhirnya dijajah oleh Inggris dan menjadi bagian dari negari persemakmuran.
Kisah ini memberikan catatan bagi penulis, bahwa masih banyak yang harus dikerjakan oleh kita semua sebagai bangsa Indonesia yang besar. Kehadiran negara dan kerajaan yang pernah ada di bumi Nusantara, hanya memberikan sebuah pesan yang sama.
Cintailah bangsa dan negaramu, hingga tidak lagi mampu merasakan apa arti cinta yang sesungguhnya.
Dirgahayu Indonesiaku, Majulah Bangsaku.
Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H