Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Hutan Bunuh Diri, Gunung Buangan Orangtua, hingga Makam Mayat Hidup, 3 Tempat Menyeramkan di Jepang

1 Agustus 2020   11:42 Diperbarui: 1 Agustus 2020   11:39 2354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Hutan Bunuh Diri (sumber: pinterest.com)

Jika kita mendengar kata hutan, gunung, atau kompleks kuburan kuno, apa yang ada dalam benak? Binatang buas, dedemit, dan segala sesuatu yang membuat kuduk berdiri.

Seringkali kita mendengar gunung, kuburan angker, atau hutan larangan yang tidak boleh dikunjungi dan dilindungi secara hukum. Biasanya alasan utama yang mendasari adalah, banyaknya binatang buas, kontur yang berbahaya, atau disakralkan oleh penduduk setempat.

Baca juga: Hidup Berdamai dengan Dedemit di Hutan Larangan.

Kesan mistis membuat kuduk menyelimuti, namun apakah lebih seram dari tiga lokasi legendaris di Jepang ini?

Aokigahara -- Hutan Bunuh Diri.

Terletak di sebelah barat Gunung Fuji, sekitar 100 kilometer dari Tokyo. Dengan luas sekitar 30 kilometer persegi, hutan ini menikmati kesuburan dari letusan Gunung Fuji pada tahun 864.

Jangan tertipu dengan keindahannya, karena Aokigahara adalah hutan yang menjadi lokasi bunuh diri paling favorit bagi warga Jepang.

Gambar mayat bunuh diri di hutan Aikogahara (sumber: pinterest.com)
Gambar mayat bunuh diri di hutan Aikogahara (sumber: pinterest.com)
Hutan ini mulai naik pamor sejak sebuah novel karya Seicho Mastsumoto yang berjudul Tower of Waves (1961), mengisahkan aksi bunuh diri sepasang kekasih, laris di pasaran. Hutan ini juga yang menjadi inspirasi sebuah film Hollywood dengan judul The Forest (2016).

Menurut data dari sumber, selama 2013 hingga 2015, 100 orang telah melakukan bunuh diri. Yang lebih mencengangkan lagi, 100 orang tersebut berasal dari luar Tokyo.

Artinya, mereka datang ke Aokigahara ini memang dengan tujuan bunuh diri. Mengapa di Aokigahara?

"Banyak orang telah bunuh diri di Aokigahara, dengan begitu Anda tidak akan mati sendirian. Itu sebabnya, orang-orang mau bunuh diri di sana karena bagaikan ada teman atau orang-orang lain yang mendukungnya," Ujar Karen Nakamura dari CNN.

Hal ini ditambah dengan budaya bunuh diri di Jepang. Kita mengenal aksi Harakiri, dimana bunuh diri adalah tindakan terhormat untuk menutup aib. Pun halnya dengan Jiketsu, yang menyatakan bahwa aksi bunuh diri adalah tindakan rasional, sepanjang berdasarkan keputusan sendiri.

Pemerintah Jepang telah menempatkan kasus ini sebagai masalah sosial yang besar. Dalam 10 tahun terakhir, mereka telah memasang rambu-rambu larangan bunuh diri, kamera pengawas, hingga petugas hutan.

Namun ketenaran lokasi ini, tidaklah seindah karya fiksi yang dibuat. Adalah Ubasute yang merupakan salah satu tradisi terkelam bangsa Jepang, yaitu membuang orangtua manula yang sudah sakit-sakitan.

Foto Hutan Bunuh Diri (sumber; boombastis.com)
Foto Hutan Bunuh Diri (sumber; boombastis.com)

Tempat pembuangan yang paling populer tentunya adalah hutan Aokigahara ini, yang konon berisikan arwah gentayangan yang mengajak siapapun untuk ikut serta! 

Nama lain Aiokogahara adalah Ubasuteyama, atau Gunung Pembuangan Nenek.

Secara harafiah, kata Ubasuteyama berasal dari tradisi Ubasute, yaitu membuang orangtua di gunung. Meskipun belum diketahui kebenarannya, namun legenda ini sangatlah populer di Jepang.

Ilustrasi Legenda Ubasute (sumber: kaskus.com)
Ilustrasi Legenda Ubasute (sumber: kaskus.com)
Ada banyak mitos yang menceritakan bahwa letusan gunung Asama di tahun 1783, yang menyebabkan gagal panen, sehingga masyarakat setempat kemudian memutuskan untuk membuang seluruh keluarga yang sudah lansia, untuk mengurangi beban perut yang harus diberi makan.

Orangtua tersebut akan ditinggalkan sendiri di gunung, hingga menemui ajal dengan mati kelaparan, kedinginan, dehidrasi, atau dimakan binatang buas.

Walaupun cerita ini lebih banyak mengandung unsur mitos, namun kejadian pembuangan lansia di Jepang marak terjadi, akibat terilhami dari hikayat ini. Pada umumnya karena alasan ekonomi, sehingga beberapa kasus pembuangan lansia marak terjadi di berbagai daerah terpencil di Jepang. 

Kuil Okunoin -- Tempat Pemakaman Mayat yang Tidak Mati.

Gunung Koya, prefektur Wakayama di selatan Osaka ada sebuah kompleks pemakaman terluas di Jepang yang bernama Okunoin.

Terdapat sekitar 200 ribuan kuburan yang menyimpan mayat yang tidak sungguh-sungguh mati. Legenda mengatakan bahwa mereka hanyalah arwah yang tertidur dan menunggu untuk bangkit lagi.

Gambar Kuil Okunoin (sumber: japanesestation.com)
Gambar Kuil Okunoin (sumber: japanesestation.com)
Cerita ini dimulai dari kisah Kukai atau Kobo Daishi, seorang bhiksu dari Kyoto. Ia merupakan pendiri Shingon School of Buddhism dan juga kuil Okunoin.

Kukai adalah seorang keturunan bangsawan yang memelajari agama Buddha. Pada saat berusia 15 tahun, ia pergi ke China untuk menjadi murid dari bhiksu Huiguo.

Kuburan Gunung Koya (sumber: japan-guide.com)
Kuburan Gunung Koya (sumber: japan-guide.com)

Setelah belajar selama setahun, pada tahun 806 M, ia kembali ke Jepang untuk menyebarkan agama Buddha dan membentuk sekte Shingonism, sekaligus kuil Okunoin sebagai pusat penyebaran.

Pada saat meninggal, permintaan terakhirnya adalah dimakamkan di puncak timur gunung Koya. Dipercayai memiliki kesaktian akibat meditasi, konon mayat Kukai masih tetap utuh dan terlihat sehat.

Keyakinan menyatakan bahwa Kukai tidak meninggal, melainkan dalam kondisi meditasi abadi menunggu kedatangan Buddha di masa depan.

Para pengikutnya pun berbondong-bondong meminta untuk ikut dikuburkan di areal makam, agar dapat kembali bangkit pada saat yang sama dengan Kukai nantinya.

Tempat yang sakral ini memiliki beberapa legenda. Konon batu Miroku pada bagian utama kompleks pemakaman dapat mengetes apakah jiwa seseorang baik atau buruk. Caranya adalah dengan mengangkat batu tersebut dengan satu tangan. Jika terasa ringan, maka orang tersebut berjiwa baik, dan jika tidak bisa, maka ia memiliki jiwa yang buruk.

Sebuah sumur yang terletak pada lokasi yang sama, dapat digunakan oleh para pengunjung dapat bercermin di permukaan airnya. Konon jika ia tidak dapat melihat wajahnya, maka ia akan meninggal dalam waktu 2 tahun.

Sementara pada saat menapaki anak tangga batu kakubanza dalam areal pemakaman, jika terjatuh maka yang bersangkutan akan meninggal dalam 3 tahun.

Inilah kisah dari 3 tempat yang menyeramkan di Jepang. Bagi pembaca yang suatu waktu akan berkunjung ke sana, janganlah sampai tergoda oleh arwah bunuh diri, atau tersandung di kaki tangga batu Kakubanza kuil Okunoin.

Referensi: 1 2 3 4 5 6

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun