Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hikayat Mi Instan, Sebagai Pembunuh dan Penyelamat di Indonesia

16 Juli 2020   15:14 Diperbarui: 16 Juli 2020   15:34 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mi Instan (sumber: tribunnews.com)

Ando berbendapat bahwa ia harus bisa memproduksi makanan yang murah, dapat disimpan lama, mengenyangkan, dan tentunya juga harus enak dimakan. 

Selain itu, makanan ini juga bisa menjadi solusi yang dapat didistribusikan secara mudah ke seluruh pelosok negeri yang sedang dilanda kelaparan.

Pilihan pun jatuh kepada Mi, karena memang jenis makanan ini sudah sangat kental di lidah masyarakat Jepang. Kelak ide ini lah yang melahirkan perusahaan raksasa yang bernama Nissin.

Melalui percobaan selama beberapa bulan, pada tanggal 25.08.1958, lahirlah mi instan pertama. Hasilnya sesuai dengan harapan Ando yang lahir dari keprihatinan akan bencana kelaparan di Jepang, hingga akhirnya mi instan selalu menjadi paket utama pada bantuan-bantuan sosial maupun bencana alam.

Popularitas Mi Instan di Indonesia juga Lahir dari Krisis Pangan.

Pada tahun 1969, pabrik mi instan pertama kali muncul di Indonesia, melalui kerja sama antara perusahaan Jepang dan Indonesia. PT. Lima Satu Sankyo Industri Pangan yang dimiliki oleh Syjarif Adil Sagala dan Eka Widjaja Moeis, sebagai pemodal dari Indonesia.

Produk pertama yang dikeluarkan adalah Supermie, dan sebelumnya adalah merupakan produk ekspor langsung dari Jepang. Pada tahun 1970, Supermie mendapatkan pesaing yang kuat, yang bernama Indomie.

Melalui PT. Sanmaru Food Manufacturing milik Djajadi Djaja dan kawan-kawan, Indomie didistribusikan oleh PT. Wicaksana Overseas Import.

Grup Salim yang sekarang diketahui sebagai pemilik perusahaan Indofood, sebenarnya baru memasuki industri ini pada tahun 1980an, melalui produknya Sarimie.

Langkah grup Salim memasuki industri ini, didorong oleh kelangkaan beras pada akhir tahun 1970an. Pada tahun 1978, pemerintah Soeharto telah menghabiskan 600 juta dollar AS untuk mengimpor beras.

Pada saat yang sama, PNS dan Militer juga digaji sebagaian dengan jatah beras, sehingga peranan grup Salim dimaksud sebagai pemasok mi bagi prajurit dan PNS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun