Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jenglot Sudah Menyentuh Ranah Ilmiah, Berkat Peranan Kriptozoologi

16 Juli 2020   06:20 Diperbarui: 16 Juli 2020   06:33 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jenglot (sumber: harapanrakyat.com)

Sebelum masa pandemi, Virologi masih jarang terdengar. Namun sejak virus corona mengubah wajah dunia, ilmu yang memelajari virus ini menjadi terkenal. Ilmuwan yang menguasai Virologi, disebut dengan Virolog.

Kajian dan saran mereka terasa sangat penting, baik dari sisi medis, maupun saran kepada masyarakat umum mengenai cara menghindari infeksi virus.

Nah, apakah profesi Virolog ini akan dikenal, jika pageblug tidak menghantam dunia? Bagaimana jika ternyata ada binatang aneh yang tersembunyi tiba-tiba muncul di permukaan dan menyerang manusia?

Tenang, kita memiliki profesi yang disebut dengan kriptozoolog.

Sesuai namanya, Kriptozoolog adalah profesi yang memelajari Kriptozoologi, atau secara harafiah adalah hewan yang keadaannya belum terbukti.

Hewan-hewan tersebut bisa saja dinosaurus yang masih hidup, Yeti Manusia Salju dari puncak Himalaya, serigala jadi-jadian, hingga kucing hantu dari angkasa luar.

Dasar keilmuannya adalah menemukan kebenaran akan hewan yang eksis melalui legenda atau mitos rakyat setempat. Namun sebagaimana saintis pada umumnya, mereka memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penjelasan ilmiah mengenai keberadaan mahluk tersebut.

Tidak jarang juga, apa yang hadir dalam kepercayaan turun-temurun, akhirnya harus menjadi ambyar akibat penemuan para kriptozoolog ini.

Yeti Manusia Salju.

Seperti pada kisah Yeti, salah satu Kiprid (hewan yang menjadi obyek penyelidikan Kriptozoolog). Mahluk misterius yang diyakini sebagai hewan primata asli pegunungan Himalaya ini, harus mengucapkan selamat tinggal kepada dunia nyata.

Yeti mulai terkenal sejak tahun 1832, setelah sebuah jurnal dari seorang penjelajah Inggris, B.H. Hodgson, menceritakan mengenai penampakan seekor mahluk bulu panjang dan gelap yang dilihatnya di Himalaya.

Legenda pun berkembang dan mahluk misterius itu akhirnya bernama Yeti. Pada tahun 1925, seorang fotografer bernama N.A. Tombazi mencatat pengalamannya melihat Yeti, yang diceritakan sebagai

"Sesosok mahluk tinggi telanjang yang sedang menarik-narik tanaman pada ketinggian 4500 meter di Himalaya."

Keberadaannya yang misterius tidak ayal membuat NAZI yang tertarik untuk menyeledikinya, mengirim sebuah tim ekspedisi ke Nepal. Pun dengan ekspedisi-ekspedisi lanjutan dari berbagai pihak, yang akhirnya harus puas menggigit jari.

Bukti-bukti yang dikumpulkan, seperti tulang-belulang, jejak kaki, atau kulit yang diyakini sebagai milik Yeti, semuanya mengarah ke jenis hewan setempat, seperti beruang coklat Himalaya, atau beruang biru Tibet yang sudah hampir punah.

Big Foot.

Bukan hanya Yeti saja, sepupunya yang tinggal di Amerika Utara, yang bernama Big Foot juga akhirnya mengalami nasib yang sama.

Legenda dimulai pada tahun 1958, setelah seorang jurnalis dari harian Humboldt Times bernama Andrew Genzoli mempublikasikan sebuah surat pembaca yang menyatakan telah menemukan jejak kaki berukuran besar yang misterius.

Dalam publikasinya, ia menulis judul "Mungkin ini adalah saudara Yeti dari Himalaya." Tak disangka, koran Humboldt Times mendapatkan reaksi di luar ekspektasi.

Berbagai media, penggiat literasi, bahkan kreator film dokumenter, mulai mengangkat ketenaran Big Foot. Selama 6 dekade, cerita ini benar-benar memukau masyarakat, hingga akhirnya Biro Investigasi Federal, AS (FBI) pun ikut turun tangan menangani.

Sering dipublikasikan sebagai ancaman, FBI tidak tinggal diam dengan mengumpulkan seluruh informasi dan bukti yang pernah ada. Hasilnya, pada tahun 1977, laboratorium yang meneliti jejak forensik, menyatakan bahwa rambut-rambut tersebut berasal dari rusa, dan bukti keberadaan Big Foot tidak pernah ada.  

Monster Lochness.

Dikenal sebagai mahluk berbentuk dinosarus berleher Panjang yang menghuni danau Lochness di Skotlandia. Dibandingkan dengan Yeti dan Big Foot, legenda ikon Lochness ini memiliki sejarah yang lebih panjang.

Tepatnya pada tahun 565 Masehi, ketika seorang misionaris Irlandia pertama kali menemukan mahluk ini, yang kemudian diberi nama Nessie. Berbagai cerita dan legenda menyelimuti keberadaanya, namun kemunculan terhebohnya terjadi pada tahun 1933, setelah surat kabar lokal, The Inverness Courier, memuat gambar monster ini.

Namun para pencinta legenda, sekali lagi harus berkecil hati setelah para ilmuwan sepakat, bahwa hasil penyidikan mereka selama bertahun-tahun lamanya, tidak membuahkan bukti sama sekali bahwa mahluk ini pernah eksis.

Yeti, Big Foot, dan Nessie, hanyalah sedikit diantara mahluk Kriptid yang terkenal, namun ternyata hanya hoax belaka.

Namun, para kriptozoolog juga tidak hanya bekerja untuk membantah mitos rakyat yang beredar. Sebagian mahluk yang dulunya dianggap hanya cerita rakyat, ternyata terbukti keberadaanya.

Okapi.

Adalah sebuah hewan kripto yang bernama Okapi yang hanya diketahui oleh orang-orang yang tinggal di hutan Kongo. Sebelumnya, hewan yang berwujud wajah jerapah dan kaki seperti zebra ini dianggap tidak pernah ada, hingga tahun 1901 pada saat para tim ekspedisi mulai merambah hutan Kongo.

Gambar Okapi (sumber: nationalgeographic.grid.id)
Gambar Okapi (sumber: nationalgeographic.grid.id)
Thylacine.

Pun halnya dengan Thylacine yang berbentuk campuran antara harimau, serigala, dan kanguru. Hewan ini termasuk spesies yang sudah hampir punah. Dapat dilihat pada kebun binatang Hobart Tasmania, namun kemunculannya di alam liar, terakhir tercatat pada tahun 1936.

Gambar Thylacine (sumber: nationalgeographic.grid.id)
Gambar Thylacine (sumber: nationalgeographic.grid.id)
Raja Cheetah.

Pada tahun 1926, masyarakat Zimbabwe menemukan Cheetah yang bercorak garis hitam di punggungnya. Sejak saat itu, hewan ini disebut dengan panggilan Raja Cheetah.

Beberapa orang menganggap bahwa hewan ini adalah campuran perkawinan antara Cheetah dan macan tutul, namun pada 1981, seekor Raja Cheetah lahir sebagai keturunan asli Cheetah, di Pusat De Widlt Cheetah, Afrika Selatan. Para ahli kemudian menyimpulkan bahwa Raja Cheetah adalah hasil dari mutasi genetika yang sangat langka.

Nah, tentu masih banyak hewan yang dianggap sebagai bagian dari mitos, atau legenda yang belum terungkap. Sejarah hubungan manusia dan hewan yang telah ada sejak manusia pertama hadir, membuat hampir semua budaya memiliki kisah tersendiri mengenai hewan yang dikultuskan.

Kriptozoologi lahir dari kepercayaan masyarakat tradisional maupun modern atas fenomena hewan kripto. Pengaruhnya tidak hanya menyentuh pada sejarah, adat-istiadat, dan karya sastra semata, namun juga terhadap pola pikir dan cara bersikap yang memengaruhi kehidupan orang banyak. Oleh sebab itu, peranan Kriptozoolog tidak boleh dipandang sebagai profesi yang remeh-temeh.

Di Indonesia sendiri, kita mengenal beberapa Kriptid, diantaranya adalah Jenglot, Lembuswana dan Naga Besukih. Berminat menggeluti profesi Kriptozoolog? Siapa tahu saja, suatu waktu dapat membuktikan bahwa Garuda, lambang Negara kita, benar-benar ada.!

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun