Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Daeng Rewa yang Takut Mati dan Daeng Malla yang Pura-pura Berani

9 Juli 2020   19:55 Diperbarui: 9 Juli 2020   20:26 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (shopback.co.id)

Daeng Rewa duduk di depan teras rumahnya. Ia cemberut di hadapan istrinya, Siti Khadijah yang masih tersedu-sedu.

"Kalau ko kena corona, apa mi bisa ko bikin? Kita satu keluarga kena tong mi!"

Kemarahan Daeng Rewa bukannya tanpa sebab, ini sudah kali ketiga ia melarang istrinya berkumpul-kumpul di rumah Mama Toeng, istri Daeng Udin, mantan Pak RT.

"Ada ji kupake masker, ayah!" Ujar Khadijah mencoba bela diri.

"Biar lagi, kau kira masker bisa lindungi ko ka?" Daeng Rewa yang tidak suka dibantah pun melanjutkan amarahnya.

"Coba ko pikir, pemerintah suruh kita jaga jarak, maksudnya apa? Tidak ada pi obatna corona!"

Daeng Rewa adalah seorang pria paruh baya yang bekerja sebagai makelar mobil. Sebelum corona berpandemi, kerjaannya setiap hari di warung kopi. Menunggu kabar dari para calon pelanggan, sambil mencari peluang baru yang mungkin terselip.

Badannya yang tambun dan kumis tipis berhias, membuat Siti Khadijah istrinya terpesona pada saat ia masih perkasa. Namun keperkasaanya tidak lagi nampak ketika corona datang menyerang. Daeng Rewa takut mati!

"Saya tidak takut mati! Tapi saya tidak mau sakit! Kalau kena ko flu atau batuk saja, mati segan, hidup pun tak berkesan!" Ujar Daeng Rewa melanjutkan.

Sudah terhitung 4 bulan lamanya, Daeng Rewa tidak pernah lagi ngumpul di warung kopi Daeng Sija. Setiap hari ia hanya membaca koran dengan kantong plastik yang membungkusi tangannya.

Parno! Mungkin kata yang tepat, namun Daeng Rewa sudah terlalu sering mendengarkan sahabat karibnya meninggal karena corona.

Ia tak memedulikan apa kata Daeng Malla, tetangga sebelah kiri yang selalu tampil gagah tanpa masker. "Kalau mo mati, mati tong ji" (kalau memang sudah ajalnya, ya pasti mati lah).

Namun Daeng Rewa yang dulunya pemberani, sadar betul kalau ia tidak perlu meladeni Daeng Malla yang pada dasarnya penakut.

Masalahnya, menjadi sakit bukanlah opsi terbaik untuk saat ini. Masuk Rumah Sakit yang konon banyak virus coronanya, membuat siapapun tidak ingin mengunjungi tempat angker ini.

Ia mengingat cerita Daeng Toa yang mencret-mencret. Menolak untuk dibawa ke Rumah Sakit, karena takut dituduh corona. Akhirnya ia pun meninggal dan dikuburkan tanpa protokol covid.

Beda halnya dengan Daeng Lolo yang menemani istrinya di rumah sakit akibat jatuh dari tangga, terpaksa harus dikubur dengan protokol covid, setelah jatuh di kamar mandi yang "konon" berasal dari covid.

Daeng Rewa termasuk yang paling tidak sabar menunggu "kalung anti corona" buatan Kementerian Pertanian Indonesia. Sebelumnya ia telah memiliki akar bahar dan batu akik anti corona yang selalu dibawa kemana-mana.

Daeng Rewa yang konon merupakan keturunan ke-9 Sultan Hasanuddin, sadar betul bagaimana para leluhurnya memiliki kesaktian yang membawa kerajaan Gowa berjaya di masa lalu.

Apalagi Kementan sekarang dipimpin oleh 'komandan kesayangannya,' SYL, mantan Gubernur Sul-Sel yang ia idolakan. "Tidak mungkin SYL mau bohong, bukan orang sambarangan dia itu."

Saat ini semua orang frustasi. Memilih untuk takut corona, perut jadi masalah. Memilih tidak memedulikan corona, kesehatan taruhannya.

Jika doa tidak diamini, maka mungkin harapan akan dikabuli. Dengan begitu banyak kompleksitas yang berseliweran, batu akik, akar bahar, dan tentunya kalung eucalyptus menjadi pilihan yang terbaik.

Daeng Rewa pernah membaca sebuah artikel, alasan mengapa orang memilih pengobatan alternatif. Katanya sih, ada 3 penyebab utama, yaitu: Masalah Biaya, Penyakit yang Terlalu Parah, Langka, Susah Disembuhkan, dan Proses Administrasi yang Ribet.

Jika dipikir-pikir, sakit corona tidak satupun yang memenuhi persyaratan ini. Ternyata setelah ia renungkan, masalah yang terbesar berasal dari bisik-bisik tetangga.

Ia tidak mampu menghadapi gossip Mama Toeng yang terkenal hingga ke se-antero dunia.

*****

Malam ini Daeng Rewa kembali duduk depan teras rumahnya. Ia cemberut di hadapan istrinya, Siti Khadijah yang masih tersedu-sedu.

"Yang sabar ma, Halifah akan baik-baik saja, dia sudah kena corona, mau tong mi dibilang apa." Ujar Daeng Rewa sedih.

Tes Rapid yang diadakan oleh perusahaan tempat Halifah, putri semata wayangnya bekerja, menandakan hasil "Reaktif."

Halifah memilih untuk mengisolasi diri di fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah. Ia tidak mau mengambil resiko menularkan penyakitnya kepada kedua orangtua yang menyayanginya.

Daeng Rewa yang dulunya berani, kini tidak takut mati!

Namun bukan karena covid, tapi dengan kenyataan bahwa kota Makassar saat ini sudah hampir menjadi zona hitam penyebaran. Siapapun bisa terpapar risiko covid.

Ini bukanlah aib, atau salah siapa-siapa. Kekuatan yang sebenarnya adalah menerima kenyataan bahwa suatu waktu kita harus berdamai dengan corona.

Gosip Mama Toeng, pada akhirnya akan berhembus menjadi angin lalu. Menjaga kesehatan diri adalah yang terpenting, urusan corona harus dihadapi, bukan dihindari.

Pada akhirnya Daeng Malla dan kawan-kawannya hanya akan tertelan bumi di suatu saat nanti!

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun