Ia tak memedulikan apa kata Daeng Malla, tetangga sebelah kiri yang selalu tampil gagah tanpa masker. "Kalau mo mati, mati tong ji" (kalau memang sudah ajalnya, ya pasti mati lah).
Namun Daeng Rewa yang dulunya pemberani, sadar betul kalau ia tidak perlu meladeni Daeng Malla yang pada dasarnya penakut.
Masalahnya, menjadi sakit bukanlah opsi terbaik untuk saat ini. Masuk Rumah Sakit yang konon banyak virus coronanya, membuat siapapun tidak ingin mengunjungi tempat angker ini.
Ia mengingat cerita Daeng Toa yang mencret-mencret. Menolak untuk dibawa ke Rumah Sakit, karena takut dituduh corona. Akhirnya ia pun meninggal dan dikuburkan tanpa protokol covid.
Beda halnya dengan Daeng Lolo yang menemani istrinya di rumah sakit akibat jatuh dari tangga, terpaksa harus dikubur dengan protokol covid, setelah jatuh di kamar mandi yang "konon" berasal dari covid.
Daeng Rewa termasuk yang paling tidak sabar menunggu "kalung anti corona" buatan Kementerian Pertanian Indonesia. Sebelumnya ia telah memiliki akar bahar dan batu akik anti corona yang selalu dibawa kemana-mana.
Daeng Rewa yang konon merupakan keturunan ke-9 Sultan Hasanuddin, sadar betul bagaimana para leluhurnya memiliki kesaktian yang membawa kerajaan Gowa berjaya di masa lalu.
Apalagi Kementan sekarang dipimpin oleh 'komandan kesayangannya,' SYL, mantan Gubernur Sul-Sel yang ia idolakan. "Tidak mungkin SYL mau bohong, bukan orang sambarangan dia itu."
Saat ini semua orang frustasi. Memilih untuk takut corona, perut jadi masalah. Memilih tidak memedulikan corona, kesehatan taruhannya.
Jika doa tidak diamini, maka mungkin harapan akan dikabuli. Dengan begitu banyak kompleksitas yang berseliweran, batu akik, akar bahar, dan tentunya kalung eucalyptus menjadi pilihan yang terbaik.
Daeng Rewa pernah membaca sebuah artikel, alasan mengapa orang memilih pengobatan alternatif. Katanya sih, ada 3 penyebab utama, yaitu: Masalah Biaya, Penyakit yang Terlalu Parah, Langka, Susah Disembuhkan, dan Proses Administrasi yang Ribet.