Perpisahan itu menimbulkan masalah baru bagi Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam dan sistem pertahanan militer. Lee senior kemudian mengadopsi sistem militer Israel dan mengubah Singapura menjadi negara industri.
Dalam kurun beberapa tahun saja, ia telah berhasil mengubah Singapura dari negara dunia ketiga menjadi negara dengan kekuatan ekonomi besar di Asia. Ia juga berhasil memakmurkan rakyatnya dengan berbagai reformasi di bidang pelayanan publik dan menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyatnya.
Sejak saat itu, dominasi Lee Kuan Yew tak terbendung dan PAP menguasai hampir seluruh kursi di parlemen pada pemilihan umum tahun 1968, 1972, dan 1980.
Ia kemudian mengundurkan diri pada tahun 1990, dan digantikan oleh koleganya dari PAP, Go Chok Tong. Barulah pada tahun 2004, putra sulung yang telah dipersiapkannya kembali menjadi pucuk pimpinan tertinggi negeri singa itu hingga kini.
Pemilu 5 tahun sekali akan kembali digelar pada tanggal 10 Juli 2020 ini, namun suhu politik terasa lebih tajam dari biasanya. Pasalnya, Lee Hsien Yang yang merupakan adik kandung dari PM Lee Hsien Loong telah menyatakan dukungan kepada partai oposisi Partai Singapura Maju (PSP).
Keputusan Lee Hsien Yang jelas merupakan sebuah ancaman bagi partai pendukung pemerintah, karena statusnya sebagai saudara dari Perdana Menteri aktif dan juga anak dari bapak pendiri Singapura, Lee Kuan Yew.
Ditenggarai dari berbagai sumber, keputusan Lee Hsien Yang berasal dari konflik keluarga yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Salah satunya yang memuncak adalah konflik rumah warisan Lee Kuan Yew yang berlokasi di 38 Oxley Road. Pasalnya Lee Hsien Yang dan kakak perempuannya Lee Wei Ling mengatakan, Lee Kuan Yew telah berpesan agar rumah tersebut dihancurkan setelah ia wafat agar tak dijadikan sarana pengkultusan terhadap dirinya.
Namun menurut mereka, PM Lee Hsien Loong menyangkal pesan ayahnya, dengan berbohong di depan parlemen bahwa Lee senior "mempertimbangkan kembali rencana merobohkan rumah itu," dan berniat menjadikan rumah tersebut sebagai monumen untuk memuluskan karir politik keluarganya.
Mereka juga menuding sang kakak telah menyalahgunakan kekuasaan dan pengaruhnya di pemerintahan demi agenda pribadinya untuk mengorbitkan putranya Lee Hong Yi sebagai penerusnya.
Pertikaian rumah warisan ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Pada tahun 2016, Lee Wei Lin yang merupakan kepala National Neurscience Institute Singapore ini memprotes rencana peringatan besar-besaran kematian ayahnya yang dianggapnya sebagai langkah propaganda politik kakaknya.