Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Bakal Presiden Wanita Pertama Amerika Serikat?

28 Juni 2020   14:22 Diperbarui: 28 Juni 2020   14:11 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Calon Presiden Wanita Amerika Serikat. Sumber: time.com, nytimes.com, pinterest.com

Tahun ini adalah tahun Pemilihan Presiden di Amerika Serikat (AS). Donald Trump sebagai Incumbent akan berhadapan dengan Joe Biden yang merupakan pilihan dari Partai Demokrat, Amerika Serikat.

Pilpres 2020 ini mencatat banyak hal baru dalam sejarah AS maupun dunia. Serangan pandemi Covid-19 menjadi sebuah tantangan baru dalam peta politik di negeri Paman Sam ini.

Belum lagi isu yang sedang hangat terhadap protes kematian seorang warga negara berkulit hitam AS, George Floyd. Dengan tagar Black Lives Matter, beberapa pengamat menyimpulkan bahwa Amerika telah berada di ambang Perang Sipil semu.

Peristiwa ini kemudian membuat dua kubu yang saling terpolarisasi, dan tentunya akan memberikan dampak yang besar bagi pilpres kali ini.

Namun pada tahun 2016 yang lalu, Amerika Serikat juga mencatat banyak rekor baru yang mungkin telah terlupakan. Pertempuran yang dimenangkan oleh Donald Trump vs Hillary Clinton tersebut mencatatkan DT sebagai presiden tertua yang terpilih dalam sejarah AS.

Seandainya, Hilary Clinton yang terpilih, maka ia akan tercatat sebagai presiden wanita pertama di AS. Publik AS yang pro emansipasi pastinya akan merasa kecewa terhadap hal ini.

Namun menarik untuk melihat kenyataan, siapakah presiden wanita di AS yang pertama. Ternyata bisik-bisik tetangga sudah memunculkan calonnya, yang kemungkinan akan bertarung 4 tahun lagi, meskipun Pilpres 2020 belum saja mulai. Siapakah mereka?

Calon Wakil Presiden Joe Biden.

Joe Biden telah berkomitmen untuk memilih Wakil Presiden wanita untuk menemaninya maju di Pilpres nanti. Ia mengumumkan niat tersebut selama debat Partai Demokrat yang terakhir, di bulan Maret 2020.

Biden menekankan wanita yang akan terpilih, harus sepaham dengan pandangan fundamentalnya tentang kebijakan, termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan pengaruh AS yang luas di dunia. Yang lebih menarik, pernyataan lanjutan dari Biden adalah, "Selain itu, orang tersebut harus memenuhi syarat untuk segera menjabat sebagai presiden."

Pernyataan politis penuh makna, entah apakah Biden hanya tertarik menjadi pemimpin AS selama satu periode saja, jika seandainya ia terpilih? Yang jelas, mendorong Wakil Presiden sebagai The Next President, adalah langkah suksesi yang lazim terjadi.

Selama kurun waktu 3 bulan pencarian, ia telah menjerat beberapa nama yang masuk dalam perhitungan.

Amy Klobuchar, Senator Minnesota juga menjadi salah satu calon yang dilirik oleh Biden, sayangnya dengan peristiwa Black Lives Matter, ia memutuskan mundur dari pencalonan karena merasa Joe Biden lebih pantas didampingi wanita dari komunitas kulit hitam atau ras lainnya.

Elizabeth Warren, yang merupakan mantan saingan Biden dari Partai Demokrat, telah menyatakan kesediaannya, jika seandainya ia terpilih menjadi wakil dari Biden. Sayangnya juru bicara kampanye Biden telah menolak untuk mengomentari pernyataan dari Senator negara bagian Massachusetts, AS ini.

Stacey Abrams, calon gubernur 2018 dari negara bagian Georgia yang kalah tipis dari pesaingnya. Abrams adalah politisi yang sedang naik daun di Partai Demokrat dan juga mewakili kaum kulit hitam.

Val Demings, menjadi terkenal sejak ia ditunjuk menjalankan peran setara jaksa di sidang pemakzulan Donald Trump. Eks kepala polisi kulit hitam dari Orlando, Florida ini menjadi salah satu pilihan tim kampanye Biden. Ia dianggap memiliki kemampuan untuk mereformasi polisi dan menangani rasialisme.

Michelle Lujan Grisham, mewakili kaum hispanik yang merupakan kaum minoritas kedua terbesar di AS. Sebagai gubernur New Mexico, wanita berusia 60 tahun ini pernah bertugas sebagai Sekretaris Kementerian Kesehatan AS, sehingga juga dianggap berguna di masa pandemi seperti ini.

Keisha Lance Bottoms, Wali Kota Atlanta yang menjalani periode pertama ini akan menjadi pilihan menarik bagi Biden, karena telah gencar menentang gubernur-gubernur dari Partai Republik, tentang kebijakan penanganan virus corona di Amerika Serikat.

Susan Rice, tidak memiliki pengalaman dalam pemilu AS, hingga namanya kurang dikenal oleh publik, tidak menghalangi Joe Biden untuk mempertimbangkannya. Ia adalah sosok yang akrab dengan Biden dan pernah menjabat sebagai wakil AS untuk PBB. Jika Biden menganggap peran kunci AS di luar negeri adalah hal penting, maka Rice adalah pilihan yang tepat.

Kamalla Harris, namanya mencuat kencang di antara calon Wakil Presiden Biden. Di atas kertas, ia memiliki apa yang benar-benar dibutuhkan oleh Joe Biden. Keturunan Afrika-Amerika, India-Amerika, pernah menjadi jaksa di San Fransisco, Jaksa Agung di negara bagian California, dan sekarang menjabat sebagai Senator California, AS.

Namun tidak sedikit pihak juga yang meragukan kemampuannya. Koresponden harian Mc Clatchy di Kongres AS, David Lightman masih mempertanyakan kemampuan Harris menghadapi praktik mafia hukum di negara itu, terkait rekam jejaknya yang terkesan kurang mampu menumpas kejahatan.

Michelle Obama, Joe Biden mengatakan kepada pers, bahwa jika Michelle Obama mau, "saya akan langsung memilihnya," yang juga memujinya sebagai perempuan yang "sangat pintar" dan "sangat baik". Namun ia juga menambahkan bahwa mantan First Lady itu sepertinya "tidak ingin tinggal lagi di Gedung Putih."

Banyak pihak yang membandingkan kondisi AS di zaman Barrack Obama dan Donald Trump. Mereka yang merasa nyaman di bawah pemerintahan Presiden kulit hitam pertama di AS itu, tentu akan merindukan munculnya Obama berikutnya yang diyakini bisa didapatkan dari figur Michelle.

Calon Presiden Wanita dari Partai Republik.

Donald Trump jelas masih memiliki ambisi besar untuk menjadi Presiden AS untuk kedua kalinya. Namun jika ia tak lagi terpilih, mudah menebak ke arah mana pandangan politiknya akan tertuju.

Sejak menjabat sebagai Presiden AS yang ke-45, aroma nepotisme banyak bermunculan di sekitaran Gedung Putih. Salah satunya adalah dengan munculnya istilah Javanka yang berasal dari nama Jared Kushner (suami Ivanka) dan Ivanka Trump.

Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Steve Bannon, mantan ketua pakar strategis Gedung Putih dan kini banyak digunakan di Gedung Putih sebagai bukti betapa kedua orang ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam lingkaran kekuasaan DT.

Dalam buku yang berjudul Fire and Fury: Insiden the Trump White House, yang ditulis oleh Michael Wolff, tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan penting diantara Jared dan Ivanka, bahwa; "Jika suatu saat di masa depan kesempatan muncul, dia (Ivanka-red) akan mencalonkan diri menjadi presiden (AS),"      

Sontak kesepakatan ini menjadi momok bagi beberapa orang terdekat dan juga bagi warga AS penentang kebijakan keluarga Trump dalam menjalankan pemerintahannya di Gedung Putih.

Sang Putri yang Ingin Terjun ke Dunia Politik.

Adalah Lady Collin Campbell, penulis biografi kerajaan yang menyatakan bahwa Meghan Markle, istri Pangeran Harry memiliki ambisi di dunia poitik. Keputusan mereka untuk pindah ke Amerika Serikat, juga termasuk bagian dari rencana politiknya.

Menurut penulis buku Lady Diana yang menjadi best seller di New York Times ini, "Saya tahu Duchess of Sussex memiliki ambisi politik dan saya sudah diberitahu bahwa suatu hari dia ingin maju sebagai (kandidat) Presiden,"

Namun demikian, belum ada pernyataan resmi dari kedua pasangan keluarga kerajaan Inggris ini. Meskipun, dalam berbagai kesempatan, Meghan terlihat cukup serius menanggapi isu-isu politik dan sosial di negara asalnya tersebut.

Bagaikan menonton Piala Dunia yang belum kunjung tiba, siapakah yang bakal memenangkan kontestasi politik sebagai Presiden wanita pertama di Amerika Serikat. Dalam politik tidak ada yang pasti, namun menarik untuk melihat Ivanka Trump dan Meghan Markle berada dalam satu panggung debat.

Apakah mereka akan membahas mengenai isu pajak barang mewah atau pembatasan produksi berlian di dunia? Tidak ada yang tahu, hingga (mungkin), Lady Gaga lah yang akan menjadi pemenangnya.   

Referensi: 1 2 3 4 5 6 7

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun