Zhuge Liang (181 -- 234M) atau juga dikenal dengan nama Kong Ming, adalah seorang figur sentral dalam sejarah The Three Kingdoms. Bagi penggemar atau pemerhati sejarah Tiongkok Kuno, nama ini tentu sudah tidak asing lagi.
Zhuge Liang adalah Perdana Menteri dan ahli strategi yang paling cerdik dalam sejarah Tiongkok dari negara Shu Han, yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Liu Bei. Karena kecerdasannya, beliau dianugrahi sebagai salah satu dari 6 perdana Menteri yang paling legendaris dalam sejarah Tiongkok Kuno.
Salah satu kisah yang paling legendaris terjadi pada pertempuran Chibi (208 - 209M). Kisah ini pernah diangkat dalam film layar lebar dengan judul the Battle of Red Cliff (2008-2009)Â yang disutradarai oleh John Woo. Film yang dibagi dalam dua seri dengan perkiraan anggaran sekitar USD 80 juta, merupakan fiim Asia yang termahal pada saat itu.
Baca juga: Pangeran Diponegoro, Para Panglima Perang dan Bala Tentaranya
Pihak koalisi akhirnya berhasil memenangkan pertempuran melawan Chao-Cao yang memiliki jumlah kekuatan militer yang jauh lebih besar. Pertempuran itu merupakan pertempuran armada perang air terbesar sepanjang sejarah Tiongkok Kuno.
Banyak yang memercayai bahwa titik balik dari kemenangan pasukan aliansi, disebabkan karena keahlian strategi dan kemampuan Zhuge Liang yang memahami Astronomi dan juga penguasaann ritual ritual Taoisme yang sangat mistis.
Strategi kemenangan Zhuge Liang adalah dengan menggunakan api dan ketepatan meramalkan cuaca dan membaca pergerakan arah angin dengan tepat, yang pada saat itu dianggap sebagai kemampuan supranatural.
Untuk saat sekarang, kemampuan membaca pergerakan cuaca sudah bukan lagi sebuah kemampuan supranatural. Dengan kehadiran BMKG yang berperan penting dalam ramalan cuaca, kekuatan supranatural Zhuge Liang di zaman sekarang tentunya tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang istimewa.
Tentunya akan terasa lucu di zaman sekarang, jika ada salah satu jenderal perang yang diagung-agungkan karena memiliki kekuatan supranatural.
Teknologi perang yang tinggi tentunya dengan mudah mengalahkan bala pasukan Hanuman yang sakti. Pada akhirnya kesaktian hanya akan menjadi legenda yang tergantikan teknologi yang muktahir.
Baca juga: Teungku Tapa, Panglima Perang Aceh Melawan Belanda yang Terlupakan
Meskipun hingga sekarang, masih banyak yang menganggap bahwa ketenaran beliau adalah karena ia memiliki kekuatan sebagai manusia titisan dewa, namun hal yang dapat diteladani dari Zhuge Liang, adalah contoh yang baik yang diberikan melalui ketokohannya.
Rasa Kemanusiaan dan Dedikasi yang Tinggi.
Posisi politiknya yang tinggi sebagai ahli strategi dan Perdana Menteri tidak membuat dirinya kehilangan rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal ini yang membedakannya dengan para ahli strategi sebelumnya.
Pada penyerangan ke selatan dengan menaklukan Nanzhong yang dihuni oleh suku Nanman (suku barbar selatan), Zhuge Liang berhasil menangkap Meng Huo, pemimpin Nanzhong sebanyak 7 kali dan melepaskannya, sampai akhirnya Meng Huo menyerah tunduk pada Zhuge Liang dan diangkat sebagai gubernur di wilayah selatan tersebut.
Dedikasi yang tinggi juga menandai ketokohan dari Zhuge Liang. Pada tahun 234M saat menghadapi pasukan Wei yang dipimpin oleh Shima Yi, Zhuge Liang sadar bahwa pasukannya memiliki harapan yang tipis untuk memenangkan peperangan.
Ditengah sakit kerasnya, Zhuge Liang kemudian menunjuk Jiang Wei sebagai penerusnya, sambil menyusun strategi besar agar pasukan Shu dapat keluar dari pertempuran dan menghindari korban jiwa yang besar.
Baca juga: Sejarah Singkat tentang Makam Panglima Shaman di Subulussalam Aceh
Pada saat Zhuge Liang meninggal dunia, Jiang Wei kemudian menjaga berita kematian Zhuge Liang, sambil menjalankan strateginya sampai mereka kembali dengan selamat di lembah Baoye untuk kembali ke Hanzhong.
Namun sayangnya, Shima Yi menyadari strategi ini dan berhasil menaklukkan pasukan Shu. Setelah perang berakhir, Sima Yi pergi ke sisa-sisa perkemahan Shu yang telah kosong dan menganugerahi Zhuge Liang sebagai 'The greatest mind under heaven'. (Pikiran Terbesar di bawah Surga).
Wasana Kata.
Jika ada yang mengatakan bahwa hanya pemenanglah yang menuliskan sejarah, tidak demikian dengan Zhuge Liang. Kalah dalam pertempuran melawan Chao-cao, membuat dirinya semakin terkenal dalam sejarah Tiongkok.
Hal ini membuktikan bahwa bagaimanapun juga manusia tetap menjadikan kebajikan sebagai sebuah keteladanan. Di tengah ruwetnya permasalahan dunia, diantara begitu banyaknya intrik kehidupan, di waktu begitu banyaknya caci-maki politik, sejarah selalu mencatat bahwa kebaikanlah yang akan menang melawan kejahatan.
Manusia selalu menjadikan sejarah sebagai suatu keteladanan. Mereka yang dikenal jahat akan dikenang sebagai figur yang tidak patut dicontohi, sementara mereka yang bersikap baik akan selalu jadi panutan.
Oleh sebab itu, menang atau kalah tidak menjadi satu persoalan yang berarti. Bagaimana bersikap selama hidup, itulah yang menjadi pasti.
SALAM ANGKA
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Pythagorean Numerologist
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H