Nah dari efek-efek culture shock ini, penulis kemudian memiliki kesimpulan bahwa bule tidak pintar-pintar amat. Mungkin bule yang bekerja di Indonesia adalah bule pilihan, sehingga pantas terpilih menjadi expatriate.
Tapi ternyata tidak juga. Pernah suatu saat, ada sebuah perusahaan asing yang meminta perusahaan penulis untuk bekerja sama dalam sebuah project RTM (Road to Market)Â untuk membandingkan pola distribusi consumer goods di kota makassar.
Bernt, bule Australia ganteng, berusia masih muda tampil layak dimata, namun tidak di otak. Memahami produk dan bentuk, ia lupa kalau Indonesia adalah negara nasi uduk.
Alih-alih memelajari sistem di Indonesia, ia malah memaksakan penggunaan internet untuk memudahkan fasilitas Business to Business kepada seluruh langganan yang pada umumnya adalah toko kelontong.
Waktu itu, kota Makassar belum memiliki jaringan internet yang memadai, namun tetap saja ia memaksakan dengan meminta penulis untuk memasang parabola satelit yang harganya beratus-ratus juta.
Belum lagi meminta penulis untuk menjadi mak comblang dengan Riris sang administrasi yang memang manis. Buntut-buntutnya, penulis menutup salam manis dengan mengucapkan "Get the F*** Off."
Nah dari contoh-contoh diatas, bagi kalian yang masih menjadi pengagum bule, sadarlah bahwa bule juga manusia dan tidak lebih superior dari orang kita.
Hingga hari ini, penulis masih tidak berbicara dengan David, suami dari kawan karib yang berasal dari negeri Amrik. Pasalnya, ia selalu mengatakan kepada siapa saja bahwa "Bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari dan orang Indonesia lah yang harus memahami bahasa Inggris yang baik."
Yang pertama sabar, yang kedua biar, yang ketiga, saatnya berkoar. Dimulai dari protes David yang mengatakan bahwa bahasa Inggris penulis yang lulusan luar negeri tidak sesuai dengan kaedah bahasa Inggris yang bagus, penulis pun mencecar;
Terjemahan: "10 tahun kamu menumpang hidup di Indonesia, berbicara bahasa Indonesia saja emoh, emangnya orang Indonesia wajib memelajari Bahasa Inggris? Paling tidak aku selangkah lebih maju darimu, aku menguasai dua bahasa, dan kamu hanya itu-itu saja."
Sejak saat itu, David yang ramah berubah menjadi pemarah. Bodo amat!