Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

5+1 Syarat untuk Menjadi Free Rider di Indonesia

27 Juni 2020   10:32 Diperbarui: 27 Juni 2020   10:33 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pesan Whatsapp dari nomer tidak dikenal masuk ke gawai. "Selamat siang Pak Rudy, saya Iko dari Bank ***, apakah berminat untuk ikut program restrukturisasi Covid-19 untuk cicilan mobil bapak?"

"Gimana caranya?" aku menjawab pesan tersebut sambil berpikir "kenapa tidak ya?"

"Silahkan lihat ke link ini ya" Ujar Iko sambil mengirimkan sebuah link.

Aku pun membuka dan melihat syarat dan ketentuan yang dimaksud. Isinya cukup sederhana, hanya perlu mengisi beberapa data pribadi, melengkapi kolom administrasi, dan surat pernyataan "terkena dampak covid"

Nah surat pernyataan ini yang terasa "gimana ya?" Memang sih aku sering beberapa kali telat menyetor cicilan, namun itu karena aku kurang teliti saja, bukan karena dampak covid.

Akhirnya akupun menjawab, "enggak deh Iko, mending kamu bantu aku ingatkan cicilan ini sehari atau dua hari sebelum jatuh tempo ya."

Siang hari para emak-emak berkumpul di halaman sebuah sekolah swasta terkenal di Kota Makassar. Tujuannya demo menuntut diturunkannya uang sekolah akibat kegiatan belajar on-line yang berlangsung selama masa pandemi.

"Lho bukannya murid-muridnya berasal dari keluarga mampu kan?" aku bertanya kepada istri yang membawa berita.

"Iya, masalahnya sekolah itu memang memberikan diskon kepada beberapa orangtua siswa saja." Jawab istriku.

"Tapi ada dua syarat yang tidak diterima oleh orangtua murid lainnya. Pertama, persyaratan jangka waktu yang diberikan, terkesan tidak transparan. Kedua orangtua tersebut harus menulis surat permohonan terimbas dampak Covid-19, sementara yang disetujui adalah si xxx dan si yyy"

Nah, persoalannya si xxx dan si yyy ini adalah pemilik toko yang panen besar selama masa pandemi, karena menjual kebutuhan bahan pokok sehari-hari, dan hampir semua orangtua siswa berbelanja di tempatnya.

Memang sih kita tidak tahu hal sesungguhnya yang terjadi, namun saya kembali mengingat percakapan dengan dua orang petugas bank yang datang berkunjung ke tempat usaha.

"kita punya program stimulus keuangan, pak Rudy, khusus dipersiapkan bagi pengusaha yang terkena dampak Covid, namun kita juga harus berhati-hati terhadap Free Rider." Ujarnya.

Secara harafiah, Free Rider dapat diartikan dengan penumpang gelap. Namun dalam kondisi ini, diistilahkan kepada mereka yang ikut-ikutan menerima insentif meskipun tidak memenuhi syarat.

Jika diartikan lebih luas lagi dalam konteks sosial, maka mereka adalah orang yang tidak memberikan kontribusi yang berarti dan mengambil keuntungan yang bukan haknya

Jelas jika ditilik dalam konsep bernegara, hal ini tidaklah bagus. Katakanlah koruptor, mengambil keuntungan berlebihan yang sumbernya berasal dari uang rakyat, apakah bisa masuk ke dalam kategori Free Rider ini?

Bisa saja, karena keuntungan tersebut bukan merupakan haknya, apalagi berasal dari uang haram. Apakah kita adalah koruptor? No Way! Gak pernah dan seumur hidup pun tak akan pernah!

Nah, jika demikian, apakah kita adalah Free Rider? No Way!!! Wait, tunggu dulu! Karena aku adalah Free Rider.

Di sebuah warung kopi. seorang SPG membagi-bagikan kartu pra bayar dari perusahaan telekomunikasi secara gratis khusus bagi mereka yang belum pernah menggunakan jasa provider tersebut.

Syarat yang dibutuhkan hanya sebuah pengakuan jujur, "jika anda belum pernah menggunakan SIM Card dari perusahaan S****F***N, maka anda berhak mendapatkan kartu ini secara gratis."

Nah, penulis sudah memilikinya dan menggunakannya selama beberapa bulan terakhir. Tanpa pikir panjang dengan mengabaikan kejujuran, penulis bersama beberapa teman pun mengatakan "iya, aku belum punya Mba."

SIM Card berada di tangan, dan tidak perlu beli lagi. Meskipun pada akhirnya kartu yang berharga sekitar beberapa puluh ribu rupiah itu juga tidak pernah dipakai.

Nah apakah pembaca memiliki pengalaman yang sama?

  • Miris melihat bagaimana bansos sampai ke tangan mereka yang masih mampu membeli rokok dua bungkus sehari.
  • Miris melihat bagaimana kartu pra kerja dimiliki oleh mereka yang masih bekerja.
  • Miris melihat bagaimana pendidikan gratis dinikmati oleh mereka yang tidak krisis.

Menarik untuk melihat fenomena ini, apakah memang semua manusia pada dasarnya adalah Free Rider atau memang tidak pernah menolak gratisan.

Atau jangan-jangan lebih parah lagi, merasakan semua hak orang lain adalah hak mereka juga, khususnya hak berbangsa dan bernegara.

Menolak kewajiban sebagai bangsa Indonesia, namun selalu berada di depan untuk menuntut haknya. Keputusan pemerintah dilihat dari sisi kacamata kuda untuk kepentingan kelompok, padahal bangsa yang besar adalah mereka yang menghargai keputusan bersama.

Hidup di NKRI, namun tidak sadar apa arti berNEGARA, tidak mau tahu apa arti KESATUAN, dan memaksakan ideologi yang tidak sesuai dengan REPUBLIK INDONESIA.

Akhirnya, hiduplah dengan membakar bendera dan menghina pemerintah resmi yang dipilih melalui proses kedaulatan bangsa.

Apakah kita semua adalah Free Rider? Yang jelas aku adalah pencinta gratisan, namun zaman sekarang, gratisan itu susah, harus pakai syarat pula. 

Apa saja syaratnya untuk dapat gratisan? Gampang! cukup dengan memulai untuk:

  • Mencintai Bangsa ini!
  • Menghargai Pemerintah yang syah dan berdaulat!
  • Mengakui UUD 45 dan peraturan bernegara!
  • Mencintai Pancasila sebagai dasar negara!
  • Menjunjung tinggi jasa para pahlawan dan pendiri bangsa!

Nah jika ke-5 syarat ini sudah terpenuhi, barulah mulai mencari gratisan. Namun sekali lagi gratisan itu susah didapat, sehingga kadang kita harus memilah diantara sekian banyak hak dan kewajiban dan menggalinya dalam-dalam kedalam relung hati nurani yang tak bertepi. Hingga pada akhirnya gratisan yang kita dapatkan tidak akan terbawa ke dalam kubur sebagai sumpah serapah. 

Bagi yang suka berkoar-koar hanya untuk kepentingan diri atau kelompoknya sendiri, janganlah cari gratisan kayak koruptor! Mending berpikir jernih hingga otak menjadi bersih!

  

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun