Memang sih kita tidak tahu hal sesungguhnya yang terjadi, namun saya kembali mengingat percakapan dengan dua orang petugas bank yang datang berkunjung ke tempat usaha.
"kita punya program stimulus keuangan, pak Rudy, khusus dipersiapkan bagi pengusaha yang terkena dampak Covid, namun kita juga harus berhati-hati terhadap Free Rider."Â Ujarnya.
Secara harafiah, Free Rider dapat diartikan dengan penumpang gelap. Namun dalam kondisi ini, diistilahkan kepada mereka yang ikut-ikutan menerima insentif meskipun tidak memenuhi syarat.
Jika diartikan lebih luas lagi dalam konteks sosial, maka mereka adalah orang yang tidak memberikan kontribusi yang berarti dan mengambil keuntungan yang bukan haknya
Jelas jika ditilik dalam konsep bernegara, hal ini tidaklah bagus. Katakanlah koruptor, mengambil keuntungan berlebihan yang sumbernya berasal dari uang rakyat, apakah bisa masuk ke dalam kategori Free Rider ini?
Bisa saja, karena keuntungan tersebut bukan merupakan haknya, apalagi berasal dari uang haram. Apakah kita adalah koruptor? No Way! Gak pernah dan seumur hidup pun tak akan pernah!
Nah, jika demikian, apakah kita adalah Free Rider? No Way!!! Wait, tunggu dulu! Karena aku adalah Free Rider.
Di sebuah warung kopi. seorang SPG membagi-bagikan kartu pra bayar dari perusahaan telekomunikasi secara gratis khusus bagi mereka yang belum pernah menggunakan jasa provider tersebut.
Syarat yang dibutuhkan hanya sebuah pengakuan jujur, "jika anda belum pernah menggunakan SIM Card dari perusahaan S****F***N, maka anda berhak mendapatkan kartu ini secara gratis."
Nah, penulis sudah memilikinya dan menggunakannya selama beberapa bulan terakhir. Tanpa pikir panjang dengan mengabaikan kejujuran, penulis bersama beberapa teman pun mengatakan "iya, aku belum punya Mba."
SIM Card berada di tangan, dan tidak perlu beli lagi. Meskipun pada akhirnya kartu yang berharga sekitar beberapa puluh ribu rupiah itu juga tidak pernah dipakai.