Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Fermi Paradoks, Alasan Mengapa Kita Tidak Pernah Bertemu Alien

17 Juni 2020   11:28 Diperbarui: 17 Juni 2020   11:36 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradoks Fermi yang menimbulkan pertanyaan sederhana ini, ternyata mampu membagi para saintis menjadi dua kubu yang saling berseberangan.

Adalah Michael Hart, seorang ahli Astrofisika yang menuliskan makalah berjudul, "An Explanation for the Absence of Extraterrestrials on Earth." Hart dengan gamblang meyakini tidak ada peradaban yang jauh lebih maju dibanding kehidupan manusia di bumi.

Baginya, kalaupun ada mahluk lain yang pernah mengunjungi bumi saat ini, maka seharusnya perjalanan tersebut dimulai dari dua juta tahun yang lalu. Secara umum ada empat argumen yang ia berikan mengenai Paradoks Fermi

Pertama, Alien tidak pernah datang ke bumi karena kendala astronomi, biologi, atau peralatan mekanis.

Kedua, Alien memang memilih untuk tidak pernah datang ke bumi.

Ketiga, Alien juga baru mengalami peradaban maju, sehingga terlalu dini bagi mereka untuk mengunjungi manusia di bumi.

Keempat, Alien pernah mengunjungi Bumi di masa lalu, Ketika peradaban manusia belum ada atau karena manusia memang tidak mengamatinya.

Senada dengan Hart, Frank Tipler, seorang professor fisika dari Tulane University, AS mengatakan bahwa penjelajahan antar bintang hanya mungkin dilakukan melalui kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dengan menggandakan diri.  

Namun tidak semua ilmuwan yang bersikap 'pesimis' seperti Hart dan Tippler. Nikola Kardashev, seorang astrofisikawan Rusia mengajukan argumen mengenai beberapa level peradaban yang dikenal dengan istilah Kardashev Scale yang menguraikan level peradaban di alam semesta ini menjadi tiga jenis:

Peradaban I: Peradaban yang menggunakan planet sebagai sumber energi, bahkan cenderung menghabiskannya.

Peradaban II: Peradaban yang menuai energi dari bintang induknya.

Peradaban III: Peradaban yang jauh lebih maju dari Peradaban I dan II, dimana mereka sudah mampu menuai energi dari seluruh galaksi.

Manusia mungkin masih berada pada peradaban I, meskipun peradaban II masih terlihat mustahil. Namun pada tahun 1960, seorang fisikawan yang bernama Freemason Dyson pernah mengajukan sebuah hipotesis mengenai kemungkinan adanya peradaban yang mampu membentuk kubah gigantik yang menutupi bintang dan mengubah radiasinya menjadi energi bermanfaat. Kubah ini kelak dinamakan Dyson Sphere.

Selain ketiga jenis peradaban pada teori Kardashev, sebagian ilmuwan kemudian mengembangkan level peradaban lain yaitu peradaban IV dan V.

Peradaban IV: Selain dapat menuai energi dari galaksi, mereka juga mampu melakukan perjalanan antar galaksi.

Peradaban V: Mahluk tersebut sudah sangat canggih dan memiliki kemampuan menciptakan yang sejajar dengan Tuhan dan bisa memanipulasi alam semesta.

Namun karena peradaban IV dan V dibuat tanpa ada dasar hitungannya, maka teori tersebut dianggap spekulatif, sehingga para ilmuwan hanya menggunakan tiga jenis peradaban I,II, dan III saja sebagai dasar teori yang bisa dipertimbangkan sebagai jawaban dari Paradoks Fermi.

Berdasarkan teori ini, planet Bumi yang baru berusia sekitar 4.5 milliar tahun, dapat dikatakan masih tergolong dalam peradaban I, sehingga jika ada peradaban yang masuk dalam kategori II dan III, maka usianya seharusnya telah mencapai sembilan milliar tahun.

Namun usia sembilan milliar tahun juga rentang dengan teori The Great Filter yang mengasumsikan bahwa banyak kehidupan galaksi di luar bumi yang tidak sempat berevolusi dan mengalami kepunahan akibat bencana alam besar, seperti supernova, meteor mega-raksasa, atau gunung meletus.

Bumi, dalam teori Great Filter, dianggap sebagai planet yang beruntung karena mampu mempertahankan kehidupan di dalamnya. Manusia pun terus berevolusi menjadi lebih cerdas. Kesimpulan dari teori ini adalah: mungkin hanya kita, manusia, satu-satunya makhluk cerdas yang hidup di jagat raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun