Kita harus melihat secara bijak, bagaimana pendiri bangsa ini membangun Indonesia sebagai negara yang plural dengan kekuatan multi etnisnya. Sila ke-3 Pancasila telah menuangkannya, semboyan Bhineka Tunggal Ika telah mengungkapkannya, dan budaya "Tepo Seliro" telah mewariskannya.
Tindakan radikal rasialisme, bukanlah tindakan untuk mempertahankan hak seseorang atau kelompok tertentu. Jika sampai terjadi, maka hak kita untuk berbangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia jelas akan terusik.
Selama tindakan radikal rasialisme tetap eksis terhadap warga Cina, maka segala sesuatu yang berbau Bugis, Berwajah Jawa, Berkulit Ambon, dan Bersuara Batak akan juga mengalami hal yang sama.
Kita harus kembali kepada peribahasa "jika tidak ingin disakiti, maka janganlah menyakiti."Â Demikian pula jika tidak ingin menjadi korban radikal rasialisme, janganlah menjadi rasialis.
Yang jelas, aku Cina, dan emang Cina kok. Aku tidak mudah tersinggung dengan ungkapan Cina, karena aku adalah Indonesia. Aku mencintai bangsa dan negaraku. Aku tidak pernah menganggap bangsaku membenci diriku. Aku selalu yakin bahwa merah darahku, putih tulangku, hanya untuk Indonesia.
Meskipun aku harus berhadapan dengan orang yang membenciku, hal itu tidak lantas membuatku membenci negara dan bangsaku. Mereka yang melakukan tindakan radikal rasialis, sesungguhnya tidak menyadari bahwa perbedaan itu adalah keragaman yang sempurna.
Jayalah Bangsaku, Jayalah Indonesia
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI