Gadis itu bahkan tidak pernah mengalami sakit gigi, kepala, atau sakit perut. Alasan kemunculannya di rumah sakit, karena ia tidak bisa lagi melompat-lompat seperti biasa. Ternyata yang dialami olehnya adalah patah tulang yang sudah menahun di dekat pinggulnya. Â
Laporan dari US National Library of Medicine menjelaskan bahwa CIPA disebabkan oleh faktor genetik, dan pada umumnya, mereka telah menjadi penderita sejak lahir. Â
Para ahli medis juga mengatakan bahwa penderita CIPA juga tidak memiliki atau kehilangan indra penciuman (atau yang dikenal dengan sindrom Anosmia) dan juga kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan keringat.
Hal ini kemudian membuat mereka sering melakukan sesuatu yang berbahaya tanpa mereka sadari, seperti berulang kali menggigit diri sehingga tidak sadar kalau sedang berdarah, atau meminum air mendidih, sehingga mulut melepuh.
Selain itu, cedera pada kulit, tulang, atau organ dalam tubuh, sering terlambat diketahui sehingga pemulihannya menjadi lebih lama dan sulit, bahkan kadang baru diketahui jika sudah menjadi parah dan tak bisa lagi tertangani.
Andhidrosis atau ketidakmampuan mengeluarkan keringat juga menjadi masalah bagi penderita CIPA. Kondisi ini dapat menyebabkan penderita mengalami resiko peningkatan suhu tubuh (hiperpireksia). Oleh sebab itu, anak-anak penderita CIPA pada umumnya tidak dapat melewati usia 3 tahun, akibat kondisi demam yang tinggi.
Dalam beberapa kasus CIPA, meskipun tidak banyak, juga ditemukan penderita CIPA mengalami masalah kesulitan mengatur BAB dan BAK, kerusakan pada struktur gigi (karies), dan gangguan kecerdasan.
CIPA bisa terjadi karena adanya mutasi gen NTRK1 yang mencegah pembentukan sel-sel saraf yang mengatur sinyal rasa sakit pada SNIP. Sayangnya penyakit ini tidak bisa disembuhkan, dan penderitanya harus bertahan hidup dengan cara belajar untuk mencegah cedera dan melakukan konsultasi rutin ke dokter. Â Â
Kondisi penyakit ini termasuk langka, namun bagi orangtua yang mungkin khwatir akan kondisi anaknya terkait simtom CIPA ini, maka tes kromosom pada laboratorium dapat dilakukan.
Pastikan juga untuk selalu berkonsultasi dengan dokter mengenai strategi adaptif dalam penanganan anak yang terkena kondisi ini, seperti mengajarkan mereka untuk menghindari luka, mengidentifikasi rasa sakit dari bentuknya, serta beberapa larangan untuk bermain dengan benda berbahaya.
Intinya, anak-anak penderita CIPA harus terus berada dalam pengawasan yang ketat, karena mereka adalah penderita penyakit yang tidak mengenal rasa sakit. Â