Telah banyak penelitian ilmah yang dilakukan atas fenomena ini, salah satunya adalah Teghan Lucas, seorang professor Anatomist dari Universitas Adelaide, Australia yang melakukan penelitian untuk mencegah resiko salah tuduh terhadap pelaku kejahatan.
Dengan menggunakan kumpulan foto anggota militer Amerika, Teghan menganalisis sekitar 4.000 wajah. Ia mengukur bentuk dan jarak 8 ciri utama pada wajah, seperti hidung, mata, mulut, dan lain-lain.
Hasil yang didapatkan adalah kemungkinan dua orang memiliki delapan ciri wajah yang sama, adalah kurang satu dari satu triliun orang.
Alhasil, dari 7,4 miliar penduduk bumi, hanya satu dari 135 orang yang memiliki Doppelganger.
Meskipun kecil kemungkinan, namun tetap saja ada! Nah, Bagaimana kita melihat fenomena ini?
Menurut seorang ilmuwan forensik dari George Washington University, Amerika Serikat, secara statistik dengan melihat banyaknya total populasi manusia dari dulu hingga sekarang, dan juga fakta bahwa genetika manusia timbul secara acak, maka fenomena ini bisa saja ada.
Gen manusia tidak sepenuhnya beragam secara genetika, beberapa fitur yang mewakili diri anda juga ternyata dimiliki oleh orang lain. Sebagai contoh, meskipun tidak persis sama, namun pada umumnya manusia dengan ras yang sama, memiliki bentuk mata, hidung, mulut yang tidak terlalu beda satu sama lainnya.
Kesamaan bentuk wajah inilah yang membuat orang Indonesia merasa bahwa semua bule wajahnya sama, dan begitu pula dengan bule yang susah membedakan wajah orang Indonesia.
Dengan demikian, fenonema Doppelganger sangat bergantung kepada persepsi setiap orang yang didasari pengalaman pribadi dan tergantung "semirip" apa yang dimaksud.
Nah untuk melihat fenomena ini, maka penting untuk menelusuri apa yang terjadi di otak, Ketika seseorang menemukan "kembarannya."
Adalah area pada otak yang berfungsi sebagai "scanner" yang dikenal dengan "fusiform gyrus." Orientasi jalanan, pengenalan lingkungan, dan juga pengenalan wajah digunakan dengan menandai karakteristik dasar yang tidak terlalu detail.