"Penulis menyadari bahwa kematian adalah hal sensitif yang menyinggung masalah keyakinan dan iman. Untuk itu, setiap tulisan dibuat dengan berhati-hati, agar mencegah timbulnya kesalahpahaman dan pertentangan."
Pada artikel sebelumnya, penulis membahas mengenai bagaimana beberapa orang didunia dapat meramalkan kematiannya berdasarkan firasat, mimpi, dan juga hitungan matematis.
Secara sains, dengan teknologi mode pembelajaran (learning mode), analisis terhadap data riwayat kesehatan pasien, dapat memprediksi kapan seseorang harus dirawat di Rumah Sakit dan juga waktu meninggalnya.
Baca juga: Apakah Waktu Kematian dapat Diprediksi, Sains Mengatakan, Iya
Ngeri! Itulah pandangan sekilas yang terpatri. Bagaimana tidak, keyakinan dan iman tumbuh seiring dengan ketidakmampuan menjawab pertanyaan atas kuasa Sang Pencipta, "kapankah saya akan lahir di dunia dan kapankah saya akan meninggalkannya?"
Pandangan ortodox mengatakan bahwa hal mengenai waktu kematian, sebaiknya tidak menjadi bahan pembicaraan, apalagi dijadikan candaan. Namun, sebagian orang yang penasaran, tetap akan bertanya dalam hati, "apakah aku dapat memprediksikan waktu kematianku sendiri?"
Jika seseorang mendapatkan firasat dan mampu menyebutkan waktu kematiannya dengan tepat, maka itu adalah urusan pribadi, dan masih termasuk norma yang wajar.
Jika sains menemukan fakta bahwa waktu kematian bisa diprediksi, sepanjang data yang digunakan adalah untuk kepentingan pasien, mungkin saja masih bisa didiskusikan.
Namun jika seseorang dapat mengungkapkan waktu kematian orang lain, maka apakah ini adalah hal yang bermoral? Paranormal dan praktisi supranatural sering menjadi sasaran sebagai "pembocor rahasia Tuhan."
Mereka yang konon memiliki "kemampuan lebih", seringkali takabur mempertontonkan kehebatannya dalam menganalisis waktu kematian seorang anak Tuhan.
Seringkali kita mendengarkan sederet ramalan indigo yang keren nan beken, mencetuskan bahwa "pada tahun ini, ada seseorang yang akan meninggal."Â
Mencari viral dan followers adalah judulnya disini. Menurut penulis, Tidak Bermoral. Titik!
Namun apakah metafisika dapat menelurkan teori mengenai waktu kematian? Dalam artikel sebelumnya, penulis menceritakan mengenai legenda Zhu Ge Liang, seorang ahli strategi dan metafisika kondang di jaman Tiongkok Kuno.
Konon disebutkan dalam perang besar Wu-Zhang (229M), Zhu Ge Liang telah meramalkan kematian dirinya dengan tepat.
Kitab Torah yang menjadi dasar dari Numerologi Kaballah, konon juga bisa meramalkan kematian seseorang. Namun, hanya jika diperlukan dan atas kematian yang memengaruhi banyak orang.
Dalam arti, informasi tersebut diperlukan untuk mempersiapkan suksesi, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalihan kekuasaan saja.
Sekali lagi, apakah metafisika dapat menelurkan teori mengenai waktu kematian?
Sebelum menjawab pertanyaan penting ini, mari kita melihatnya dari sisi berlogika. Artificial Inteligent (AI) Google yang disebutkan mampu dengan tepat memprediksi waktu kematian sebesar 95%, tidak terlepas dari penggunaan data base yang besar sebagai kuncinya.
AI Google menggunakan data internal dan eksternal seperti, seperti usia, ras, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, gaya hidup, riwayat perjalanan, jenis penyakit yang pernah diderita, dan masih banyak lagi hal lainnya.
Data yang muncul kemudian dibandingkan dengan data empiris terhadap kasus yang sama, dan muncullah kesamaan statistik yang dapat dijadikan referensi.
Statistik besar dalam empiris juga menjadi dasar dari ilmu metafisika.
Baca juga: Metafisika vs Supranatural
Ilmu ramalan cuaca menggunakan data base pergerakan bintang dilangit, berdasarkan data empiris.
Ilmu membaca wajah membandingkan ciri khas wajah terhadap karakter dan perjalanan hidup, berdasarkan data empiris.
Ilmu Fengshui mengatur energi tata ruang juga dibuat berdasarkan data empiris.
Bagaimana dengan Numerologi?
Adalah Prof. Dr. Oliver Tan, Ph.D, seorang professor dan pakar angka berkebangsaan Malaysia, yang dikenal dengan teorinya "The Power of Numbers."
Hasil riset Dr. Tan ini menggunakan sebuah format yang disebut dengan 'Segitiga Pythagoras'. Modelnya adalah segitiga terbalik yang memasukkan angka-angka tanggal lahir kedalam tempat yang telah ditentukan, sehingga menghasilkan satu angka dari 1-9 saja pada setiap kotak. (Lihat gambar).
Segitiga ini juga dapat menggabungkan tanggal lahir dan tanggal tertentu untuk melihat kondisi seseorang pada hari tersebut. (Lihat gambar).
Tahun 2013 sudah berlangsung begitu lama, namun ingatan penulis tidak akan pernah sirna pada sebuah kejadian yang luar biasa.
Atas undangan seorang kawan di Bandung yang akan meresmikan pembukaan usahanya, penulis hadir beserta seorang sahabat dari Medan, bernama Ton (nama samaran).
Perjalanan udara yang memakan waktu dua jam dan tambahan 4 jam perjalanan darat, telah menyita waktu seharian. Belum lagi musim liburan sekolah yang membuat perjalanan padat merayap sepanjang jalan tol.Â
Sesampainya di Bandung, bersiap-siap untuk menghadiri acara akbar, penulis dan Ton baru mengetahui bahwa ayahanda dari kawan yang mengundang sudah sakit keras dan sisa "menunggu waktu".
Bingung, apakah kami akan pulang kembali ke kota masing-masing sesuai jadwal, atau menunggu "waktu" bagi sahabat di Bandung untuk menghadapi hal terburuk, mengingat waktu tersebut adalah musim padat, sehingga keputusan harus segera diambil.
Ditengah pikiran mumet dan perasaan yang ribet, penulis kemudian mengeluarkan hitungan jurus kepepet. Menghitung waktu "kepergian" ayahanda dari sang kawan.
"Ton, sepertinya kita tidak perlu mengubah jadwal pesawat deh, karena seharusnya 'waktunya' besok siang setelah acara pembukaan."
Si Ton tertegun sejenak, "serius elu".
"iya, jika ternyata teori ini benar." Ujar penulis.
Dan masyallah, waktu "kepergian" adalah keesokan siang harinya, tepat setelah acara peresmian selesai dan penulis bersama Ton sudah berada di rumah sakit.
Bukan hanya sekali ini saja, hitungan iseng-iseng berhadiah sering pula penulis lakukan secara diam-diam. Memadukan tanggal lahir dan kematian dari beberapa orang terkenal.
Namun jangan salah paham, karena perhitungan ini hanya dilakukan setelah adanya kematian, bukan sebelumnya. Tidak bermaksud mencari sensasi, penulis hanya mengecek apakah pola yang sama juga kembali menampakkan batang hidungnya.
Penulis pernah mendiskusikan hal ini dengan Dr. Tan. Beliau berpesan, bahwa sesungguhnya pola yang sama juga muncul pada mereka yang ajalnya belum tiba. Jika pola tersebut muncul, tidak serta merta seseorang akan meninggal.
"Katakanlah, enegi menjadi sangat rendah pada tanggal kemunculan pola tersebut." Begitu uraian Dr. Tan.
"Oleh sebab itu, untuk menggunakan ilmu ini, maka ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi. 1) Ada alasan yang tepat dan bukan untuk dipamerkan 2) Pasien yang dianalisis sudah mendapat vonis "sisa menunggu waktu" dari dokter, dan 3) Tidak boleh disampaikan ke pihak keluarga atau orang lain yang memiliki hubungan dekat."
Atas pesan Dr. Tan, penulis kemudian memutuskan agar ilmu ini tidak boleh menjadi bahan candaan dan tidak pernah diajarkan kepada siapapun. Konsekuensi memutuskan tanggal kematian seseorang bukanlah kapasitas seorang Numerolog atau siapapun di dunia ini.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H