Sikap heroik dr.Tjipto Mangunkusumo yang masuk ke pelosok dengan tidak menggunakan masker, dan APD lengkap, hanya membuat para dokter kolonial geleng-geleng kepala.
Meskipun sebagai seorang dokter terpelajar, tindakan tersebut dianggap nekat, namun banyak yang mengatakan bahwa sang dokter sendiri sudah menyerahkan dirinya kepada nasib dan tidak memikirkan keselamatannya lagi.
Namun ternyata nasib menceritakan lain, atas jasanya memberantas pes, beliau kemudian dianugrahi penghargaan Ridder in de Order van Oranje Nassau dari Ratu Belanda pada saat itu.
Pada tahun 1912, Solo juga dilanda pes, namun pemerintah Belanda melarangnya ikut memberantas pandemi itu. Hal ini yang kemudian membuatnya kesal.
Kekesalannya membuat dirinya akhirnya enggan menerima penghargaan dari ratu Belanda dan mengembalikannya ke Batavia. Dalam perjalanan, piagam tersebut ditaruh dibelakang punggungnya, sehingga jika ada serdadu Belanda yang diharuskan menghormati tanda kehormatan Ratunya, maka pantat dr. Tjipto Mangunkusumo pun ikut-ikutan menikmati.
Sikap patriotis dr. Tjipto Mangunkusumo tidak perlu diragukan lagi, namun sifat humanisnya membawa contoh kehidupan yang tak terkira.
Banyak cerita kemanusiaan yang terjadi dalam kisah memberantas wabah pes di Malang. Situasi sulit terjadi dimana-mana. Kematian manusia dan tikus sama banyaknya. Barak-barak rumah sakit untuk bumiputera yang mengenaskan dipenuhi oleh penderita yang terlentang penuh sesak.
Beratus-ratus rumah harus dibakar, bagai membakar sarang tikus untuk mencegah penularan. Di suatu hari, sang dokter mendengarkan tangisan bayi perempuan dalam rumah yang akan dibakar.
dr. Tjipto Mangunkusumo pun kemudian mengadopsi sang bayi perempuan yang ditinggalkan oleh seluruh keluarganya itu. Sang bayi perempuan pun diberikan nama pesjati yang kemudian tumbuh dan merawat sang dokter hingga akhir hayat hidupnya.
Pada cerita lainnya, sang dokter legenda ini selalu memiliki perhatian khusus kepada pasiennya, khususnya anak-anak. Pasien yang bawel akan selalu dihadiahi dengan permen atau mainan.
Pernah suatu waktu pada saat tinggal di Bandung, beliau sedang berjalan-jalan di perkampungan. Beliau kemudian menemukan anak kecil dekil merangkak seorang diri. Si anak dibawa pulang lalu dimandikan oleh istrinya Ny. Vogel, diberi pakaian yang layak, susu yang sehat, dan bekal makanan sebelum dibawa pulang kembali ke rumah orang tuanya.