Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Retorika PSBB dan Dualisme Baju APD

21 April 2020   04:48 Diperbarui: 21 April 2020   04:54 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dualisme Baju APD. Sumber: PapaMuda.net

(30/03/2020) Beberapa video dan foto beredar viral di medsos, mengenai mahluk misterius mengenakan baju APD (hazmat) berkeliaran di berbagai tempat publik.

Kecaman keras muncul dari penjuru arah, pasalnya, baju APD yang seharusnya dikenakan oleh petugas medis untuk berjibaku melawan virus dan bakteri ini sedang langka.

Mungkin jika kita ingin berpikiran sedikit lebih bijak, mahluk misterius tersebut tiada bedanya dengan kita semua. Takut tertular! Namun kreativitasnya yang unik, membuat orang lain merasa terusik dan panik.

Atau jika kita ingin berpikiran sedikit lebih lunak, mungkin saja mahluk misterius tersebut justru melindungi orang-orang disekitarnya yang sedang berbelanja. Ya, siapa tahu aja, mereka adalah OTG (orang tanpa gejala).

Apapun alasannya, baju hazmat tetap untuk hazmat yang dipakai di rumah sakit, bukan untuk ke supermarket. Tarik nafas sejenak...

Namun bagaimana jika baju hazmat digunakan di luar rumah sakit, tapi untuk kepentingan orang banyak?

Seperti yang dilakukan oleh seorang tukang cukur bernama Herman di kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, baju hazmat yang digunakan adalah untuk melindungi pelanggan, dan sekaligus dirinya dari ancaman corona dan kelaparan. Langkahnya ini menuai banyak pujian dan sangat diapresiasi oleh para pelanggannya.

Seperti yang kita ketahui, usaha jasa keahlian seperti tukang cukur, make-up artis, tukang pijat, dan lain sebagainya, termasuk yang paling banyak mendapatkan imbas di masa pandemi ini.  

Bukannya sepi peminat, namun takut tertular corona menjadi alasan yang pasti. Akibatnya istri-istri terpaksa harus menjadi tukang cukur dadakan buat para suami.

Kreativitas Herman ditengah kesulitan patut mendapat apresiasi, apalagi baju hazmat yang digunakan, ternyata adalah buatan sendiri yang berasal dari bahan yang telah dimodifikasi.

Bahaya penularan virus corona bisa didapat dari tempat umum dimana saja. PSBB sudah dijalankan di berbagai tempat dan dianggap sebagai solusi yang paling mumpuni. Namun atas nama perut, penduduk Indonesia masih saja berhamburan kesana kemari.

Saat ini kita dihadapkan pada situasi untuk menjadi yang terinfeksi atau yang tereduksi. Seperti yang diucapkan oleh seorang pedagang di pasar tanah abang yang diminta untuk menutup tokonya "Takut mati karena corona akhirnya mati menunggu corona."

Masalah sosial ini memang pelik adanya, bantuan pemerintah sudah disiapkan dengan apik, namun menunggu terealisasi sama dengan menunggu kapan vaksin akan siap jadi.

  • Bantuan sosial didengungkan, tapi masih menunggu proses lanjutan yang panjang.
  • Kartu pra-kerja diluncurkan, tapi batch pertama hanya meloloskan 200 dari sekita 5 juta pelamar.
  • Kredit lunak bisa diajukan, namun harus memenuhi segudang persyaratan yang membingungkan.

Arghhhh... daripada merepotkan pemerintah, mengapa kita tidak berusaha sendiri saja.

Sebagai yang suka menyendiri, penulis kembali berpikir, apakah baju hazmat buatan sendiri ini bisa menjadi ide yang bagus kepada para pencari nafkah yang belum bisa menyendiri? Tidak menganggu keterbatasan stok APD asli, namun bisa digunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Tukang cukur tetap beraktivitas tanpa takut ketularan, baju hazmat solusinya. Pemilik UMKM tetap bisa berjualan dengan mengenakan baju hazmat. Atau mungkin, dapat digunakan sebagai pakaian wajib bagi mereka yang ingin mudik?

Arghhhh... Ide bodong apa ini?

Kalau begitu, apakah kita ada solusi yang terbaik untuk masalah ini?

Ditengah kegalauan, penulis yang hanya jago beretorika kemudian berbincang dengan seorang sahabat yang terkenal dengan jargon "No Action Talk Only." Layaknya pengamat sepak bola yang lebih jago dari Christiano Ronaldo, kami berdua sampai kepada kesimpulan:

Daripada menerapkan PSBB dengan segudang aturan main yang masih tidak jelas, mengapa tidak menerapkan sebuah langkah dramatis seperti yang dilakukan di Wu-Han, China sebagai episentrum pertama?

Lockdown total! Menghentikan seluruh transportasi umum. Melarang kendaraan pribadi berkeliaran. Tidak bisa mudik. Pokoknya di rumah saja!

Yang bisa berkeliaran hanya petugas yang memiliki otoritas untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Titik!

Namun sekali lagi, pendapat ini hanya muncul dari seorang yang jago beretorika, ngomdo, dan sedikit berhalunisasi. Tidak lebih-tidak kurang.

Nah, apakah pembaca memiliki ide lainnya agar dapur dapat tetap mengepul tanpa merepotkan pemerintah? Jika tidak, maka mulai besok, penulis akan mengenakan baju APD buatan sendiri untuk mencari nafkah.

Sumber:
surabaya.tribunnews.com
regional.kompas.com
idcloudhost.com

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun