Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepatu Butut Kebanggaan di Atas Kepala Patung Sang Buddha

19 April 2020   07:12 Diperbarui: 19 April 2020   07:15 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Kisah dari YM. Bhante Sri Pannavaro Mahathera. (**)

Di negara yang mayoritas beragama Buddha, sangat umum ditemukan arca Buddha yang berada dimana-mana. Alkisah di suatu hari pada saat hujan sedang datang mengguyur, ada seorang warga desa yang berjalan dan mendapatkan sebuah patung Buddha yang sedang kehujananan.

Merasa tidak pantas, sang warga kemudian berniat baik untuk melindungi patung Buddha tersebut dari guyuran hujan. Namun pada saat itu ia tidak membawa payung dan pakaiannya basah. Patungnya hendak diangkat, namun sudah direkatkan dengan semen di alasnya.

Bingung, sang warga pun melihat disekelilingnya. Dilihatnya sebuah sepatu butut, bentuknya sudah robek tidak karuan sehingga menyerupai lembaran kulit, baunya tidak karu-karuan sehingga pantas untuk menutup hidung. Sepatu butut itu diambil, diletakkan di atas patung Buddha, agar tidak kehujanan. Diapun berlalu pergi.

Tidak lama hujan pun berhenti, dan ada warga lain yang melewati jalan yang sama. Dia kemudian melihat patung Buddha yang bertopikan sepatu butut yang bau.

Dengan perasaan tidak nyaman, warga kedua pun membuang sepatu butut itu sambil mengumpat kepada siapapun yang telah berperilaku tidak sopan kepada patung sang Buddha. 

Dari sini kita dapat melihat bahwa dua warga desa sama-sama memiliki kehendak baik, sama-sama telah melakukan tindakan baik, menghormati sesuatu yang harus dihormati menurut keyakinan mereka.

Namun dengan patung dan sepatu yang sama, tindakan mereka berbeda. Yang membedakan adalah pola pikir yang berasal dari situasi yang berbeda. Warga kedua tidak memahami maksud warga pertama, dan tentu tidak memahami kondisi yang telah terjadi. Mereka melakukan sesuatu berdasarkan pikiran yang berasal dari pengalaman yang dimiliki.

Jika ingin ditelaah secara logika, maka seharusnya;

Menutup kepala patung Buddha agar tidak kehujanan tidak akan membuat patungnya merasa hangat. Patung Buddha adalah benda mati.

Menaruh sepatu butut diatas kepala patung Buddha, juga tidak akan membuat patungnya merasa mual. Patung Buddha adalah benda mati.

Meskipun kedua warga sama-sama telah berbuat baik, namun tidak memberikan pengaruh fisik kepada patung Buddha. Bahwa perbuatan mereka hanyalah sebuah pola pikir bahwa patung tersebut adalah benda hidup.

Pola pikir terbentuk dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, namun sayangnya tidak semua pengetahuan dan pengalaman adalah benar adanya. Kita sering merasa sudah mengetahui banyak hal, namun ternyata pemahaman kita sering berasal dari:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun