Bukan tanpa alasan, sebuah cerita lucu dari seorang anak yang jatuh dari punggung kuda mengucapkan. "Saya terlempar sedemikian tinggi, sehingga burung biru (blue bird) bisa membuat sarang diatas bokongku." Jadilah kalimat panjang yang disederhanakan.
Pengucapan slang baru kemudian menjadi sangat populer diantara penduduk Boonville, sehingga setiap orang dapat menciptakan istilahnya sendiri dan dipublikasikan secara tidak formal.
Lama-kelamaan, Bahasa Boontley akhirnya menggantikan Bahasa Inggris baku, karena untuk alasan kerahasiaan dan keakrabaan, seluruh penduduk kota lebih memilih menggunakan bahasa lokal yang telah bermutasi ini.
Seorang penduduk lokal yang bernama Charlie Wallach mengatakan kepada majalah Smithsonian Magazine di tahun 1984, "Jika bahasa ini terus dikembangkan, kita dapat mengucapkan "tweety-tweet-tweet", dan pembicaraan yang berdurasi 3 hari akan tersampaikan dalam sekejap."
*****
Dari tahun 1890 hingga tahun 1920, sekitar 1000an penduduk Boonville dapat berbahasa Boontling dengan sangat fasih, namun seiring waktu berjalan, dengan perkembangan infratruktur dan tehnologi yang menyebabkan perpindahan penduduk, bahasa Boontling pun akhirnya mulai terlupakan.
Beberapa bahasa masih digunakan sebagai merek toko atau produk, namun tidak lagi sebagai bahasa sehari-hari. Pada tahun 2013, hanya sisa 12 penduduk saja yang masih benar-benar menguasai bahasa daerah yang unik ini.
Jika saja fenomena bahasa ini masih terjadi sampai sekarang, entah apa nama yang tepat bagi virus corona. Apakah "masker?", atau  "sanitizer?" atau jangan-jangan "Trump" dari nama presiden terpilih Amerika Serikat di jaman Corona.
Sumber:
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS