Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Dapat Melihat Hantu? Begini Penjelasan Ilmiahnya

22 Maret 2020   10:41 Diperbarui: 22 Maret 2020   10:49 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Theeverymom.com

Istilah Kawan Khayalan (Imaginary Friends) sudah sering kita dengarkan. Anak balita mampu membayangkan boneka atau bantal kesayangannya sebagai tokoh hidup yang memiliki nama.

Bukan hanya benda kesayangan, Kawan Khayalan juga dapat berupa figur tanpa rupa yang membuat anak balita kita sering berbicara dengan sesuatu yang tidak kelihatan.

Cukup membuat kuduk merinding dibuat...

Label "Mahluk Halus" sering diberikan kepada sang Kawan Khayalan oleh orang dewasa yang tidak dapat memahami komunikasi balita seutuhnya.

Apakah betul seperti kata nenek, bahwa anak kecil dapat melihat roh-roh halus? atau mungkin hanya pikiran polos anak kecil saja yang tidak dapat membedakan obyek nyata dan khayalan?

Menurut informasi, pembentukan Kawan Khayalan adalah ranah psikologi. Anak-anak yang berusia dua sampai dengan 3 tahun memerlukan "figur" ini untuk mengusir perasaan bosan atau untuk mencari "seseorang" yang bisa menemaninya bermain.

Menurut seorang psikolog dari Universitas Durham, Amerika Serikat, Charles Fernyhough, "sebanyak dua per tiga dari anak-anak memiliki kawan imajiner, dulunya hal ini dikatakan sebagai penyakit jiwa anak, namun saat sekarang telah dianggap sebagai bagian dari pertumbuhan normal, bahkan banyak orangtua yang sering mempertanyakan jika anaknya tidak memiliki kawan imajiner."

Namun tetap saja, pembahasan mengenai anak-anak dapat melihat hantu masih menjadi ranah yang berkuasa, mulai dari bisik-bisik tetangga hingga ke panggung medsos.

Apalagi jika cerita seperti "melihat almarhum nenek duduk di kursi goyang kesayangan," apakah itu adalah khayalan atau nyata, tetap menyeramkan dibuatnya.

Sampai sekarang pertanyaan ini masih terus dibahas. Fenomena hantu yang terlihat oleh anak bahkan telah menyentuh ranah penilitian, dan jawabannya mengarah ke satu hal, Otak Manusia.

Fernyhough berkata bahwa otak manusia selalu terhubung dengan kejadian yang dirasakan oleh indra. Apakah kejadiannya nyata atau tidak, otak manusia selalu membuat teori terlebih dahulu, sebelum melihat fakta yang tersedia.

Sebagai contoh, seorang anak bisa saja membayangkan almarhum nenek yang duduk di kursi goyang, karena sudah sering menguping pembicaraan orangtuanya mengenai kebiasaan sang nenek duduk di kursi goyang.

Hal senada juga diungkapkan oleh Aleta G Angelosante PhD, seorang psikiater anak dan remaja di NYU Langone. Ia mengatakan bahwa ketrampilan persepsi pada anak akan terus berkembang sepanjang masa pertumbuhan. Namun sayangya pengalaman anak pada memorinya, belum cukup memadai untuk menentukan persepsi.

Oleh sebab itu jika anak kecil melihat sesuatu dari sudut mata, ada kemungkinan mereka akan mengartikan benda tersebut dengan imajinasinya. Disinilah kadang mereka bersikeras telah melihat peri, hantu, atau mahluk tidak kelihatan lainnya.

Bagi orang dewasa, menghadapi fenomena anaknya yang dapat melihat hantu, sering sudah ketakutan duluan. Reaksi umum pertama yang ditimbulkan adalah memarahi anaknya, mengalihkan pembicaraan, bahkan tidak jarang menjadi yang duluan lari terbirit-birit.

Penting untuk diketahui, ada beberapa psikolog anak juga yang berpendapat bahwa apa yang dilihat oleh anak bisa saja menjadi benar, jika orangtua tidak menuntunnya dengan tepat.

Disarankan bagi orangtua, sangatlah penting untuk menuntun anak, jika ada pembicaraan tentang hantu atau sejenisnya. Pengabaian hanya akan membuat mereka semakin meyakini "apa yang mereka lihat."

Nah cara yang terbaik adalah dengan membuat hantu imajinasi (atau mungkin yang betulan), sebagai sosok yang bersahabat dan tidak terlalu menyeramkan.

Misalkan anak mengaku telah melihat sebuah sosok misterius didalam lemari, ajaklah mereka untuk mendeskripsikan apa yang mereka lihat, dan kemudian menambah faktor lucu atau yang lebih bersahabat.

Penggunaan kata-kata seperti,

"Iya... mungkin nenek sayang sama kita semua."

"Monster itu giginya hitam ya? Wah dia pasti malas sikat gigi.", atau

"Ntar Mama jewer kalau dia ganggu adek."

Teori ini disebut dengan "work within fantasy" atau bekerja dengan fantasi. Selanjutnya terserah anda bagaimana mengakhiri fantasi tersebut, sehingga bayangan "hantu" tidak melekat terlalu lama di benak anak.

Kesalahan terbesar dari orangtua adalah lebih takut dengan hantu dibandingkan dengan sang anak. Jika anak sudah mulai berbicara yang aneh-aneh, maka pada umumnya orangtua yang ketakutan akan menunjukkan ekspresi berlebihan.

Nah signal ini akan dengan mudah ditangkap, dan dimasukkan ke pikiran mereka yang masih lugu bahwa hantu memang pantas ditakuti. Lebih parahnya lagi, jika dibiarkan tumbuh subur, maka hal ini dapat menjadi pengalaman traumatik bagi mereka.

Kesalahan lain lagi adalah para orangtua tanpa sadar sering menakut-nakuti anaknya yang sudah membandel dengan cerita hantu.

"Kakak!!! Jangan suka teriak kalau malam, ntar dibawa wewe gombel loh."

Anak membutuhkan informasi dan pengalaman sebanyak mungkin untuk mengisi database pada otaknya. Jika tidak diisi dengan hal yang bermanfaat, maka otak mereka yang subur akan membentuk persepsinya dengan otomatis.

Apakah melalui teman bermain, televisi, youtube, bahkan pembicaraan orangtua yang didengar tanpa sengaja. Imajinasi tidak terbatas dan akan masuk kedalam otak anak tanpa tersaring.

Tugas orangtua adalah membimbing anak untuk menyuburkan imajinasi secara positif. Selain itu meningkatkan komunikasi yang intens dengan sang anak juga dapat digunakan untuk mengisi ruang kosong pada otakn kecilnya. Komunikasi yang bagus tidak saja memberikan manfaat kehidupan yang nyata, namun juga dapat mencegah ketakutan berlebihan terhadap "nenek yang duduk di kursi goyang."

Sumber:

satu, dua, tiga, empat

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun