Sebagai contoh, seorang anak bisa saja membayangkan almarhum nenek yang duduk di kursi goyang, karena sudah sering menguping pembicaraan orangtuanya mengenai kebiasaan sang nenek duduk di kursi goyang.
Hal senada juga diungkapkan oleh Aleta G Angelosante PhD, seorang psikiater anak dan remaja di NYU Langone. Ia mengatakan bahwa ketrampilan persepsi pada anak akan terus berkembang sepanjang masa pertumbuhan. Namun sayangya pengalaman anak pada memorinya, belum cukup memadai untuk menentukan persepsi.
Oleh sebab itu jika anak kecil melihat sesuatu dari sudut mata, ada kemungkinan mereka akan mengartikan benda tersebut dengan imajinasinya. Disinilah kadang mereka bersikeras telah melihat peri, hantu, atau mahluk tidak kelihatan lainnya.
Bagi orang dewasa, menghadapi fenomena anaknya yang dapat melihat hantu, sering sudah ketakutan duluan. Reaksi umum pertama yang ditimbulkan adalah memarahi anaknya, mengalihkan pembicaraan, bahkan tidak jarang menjadi yang duluan lari terbirit-birit.
Penting untuk diketahui, ada beberapa psikolog anak juga yang berpendapat bahwa apa yang dilihat oleh anak bisa saja menjadi benar, jika orangtua tidak menuntunnya dengan tepat.
Disarankan bagi orangtua, sangatlah penting untuk menuntun anak, jika ada pembicaraan tentang hantu atau sejenisnya. Pengabaian hanya akan membuat mereka semakin meyakini "apa yang mereka lihat."
Nah cara yang terbaik adalah dengan membuat hantu imajinasi (atau mungkin yang betulan), sebagai sosok yang bersahabat dan tidak terlalu menyeramkan.
Misalkan anak mengaku telah melihat sebuah sosok misterius didalam lemari, ajaklah mereka untuk mendeskripsikan apa yang mereka lihat, dan kemudian menambah faktor lucu atau yang lebih bersahabat.
Penggunaan kata-kata seperti,
"Iya... mungkin nenek sayang sama kita semua."
"Monster itu giginya hitam ya? Wah dia pasti malas sikat gigi.", atau
"Ntar Mama jewer kalau dia ganggu adek."
Teori ini disebut dengan "work within fantasy" atau bekerja dengan fantasi. Selanjutnya terserah anda bagaimana mengakhiri fantasi tersebut, sehingga bayangan "hantu" tidak melekat terlalu lama di benak anak.
Kesalahan terbesar dari orangtua adalah lebih takut dengan hantu dibandingkan dengan sang anak. Jika anak sudah mulai berbicara yang aneh-aneh, maka pada umumnya orangtua yang ketakutan akan menunjukkan ekspresi berlebihan.