Q: "Apakah kamu pintar?" A: "Aku lebih pintar dari Microwave, namun aku sangat ahli dalam mengulak internet."
Q: "Apakah kamu jomblo?" A: "Perkawinan adalah sebuah komitmen, namun untuk sekarang aku sedang berkomitmen dengan kamu."
Suara yang tegas, merdu dan lembut akan terdengar menjawab seluruh pertanyaan penulis pada aplikasi Google Assistant.
Suara tersebut jelas adalah suara wanita, meskipun "aku terlahirkan tanpa mengenal gender," begitu lanjut si Voice Assistant dengan suara manja, pada saat penulis bertanya "Apakah kamu adalah seorang wanita?"
Bukan hanya di Google Assistant, tapi juga di aplikasi SIRI milik Apple dan juga pada hampir seluruh suara yang "dirobot-robot" kan.
Penulis merasa nyaman dengan suara tersebut, dan mencoba membayangkan kira-kira seperti apa wajah suara pada aplikasi. Hasilnya adalah seorang wanita muda yang cantik dan pintar, meskipun hanya berdasarkan imajinasi yang liar, namun sekiranya itulah yang diinginkan oleh sang pencipta aplikasi tersebut.
Ternyata hal ini bukan permainan asal  "tebak-tebak gambar." Suara merdu nan indah, tidak hanya disukai oleh pria saja, namun juga oleh wanita.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor biologis lah yang menentukan pilihan ini. Fetus dalam kandungan hanya akan bereaksi terhadap suara ibunya, bukan suara ayahnya, sehingga suara pertama yang didengar oleh manusia adalah suara wanita.
Fakta bahwa dunia lebih menyukai suara wanita, ternyata telah ada sejak Jaman dulu. Jauh sebelum aplikasi pengenal suara ditemukan, pada umumnya operator telpon juga adalah milik dari si empunya suara merdu.
Bahkan lebih jauh lagi pada jaman Perang Dunia II, penggunaan suara wanita pada navigasi terbukti dapat membuat para pilot pria lebih relaks. Hal ini bahkan masih berpengaruh di dunia dirgantara hingga saat sekarang.
Tidak hanya urusan fetus biologis, dari sisi psikologi, suara wanita juga dinyatakan lebih unggul untuk beberapa hal.