Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar Memaafkan dari Adat Istiadat Suku Babemba di Afrika

18 Maret 2020   14:48 Diperbarui: 22 Maret 2020   21:39 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah modernisasi yang melaju cepat, perubahan perilaku sebagai langkah antisipatif menjadi sangat rasional. Meskipun tidak semuanya dapat diterima secara langsung, perubahan tatanan dalam bermasyarakat hanyalah masalah waktu.

Sebagai contoh, kebiasaan membaca koran, sudah tergantikan dengan pemilihan gawai sebagai sumber berita. Koran tidak lagi menjadi sebuah alat yang dapat mengikuti perkembangan waktu.

Zaman berubah dengan cepatnya, sehingga seorang Captain America yang dihibrenasi selama 70 tahun pun tidak dapat menggunakan kekuatan supernya untuk mengubah dunia.

Perubahan zaman memang menghampiri semua sektor, gaya hidup, ekonomi, kesehatan, hingga ke sosial budaya, yang kemudian memunculkan banyaknya perdebatan, "apakah masih pantas untuk mempertahankan adat istiadat leluhur yang telah diwariskan sejak ribuan tahun lamanya?"

Stereotip pada masyarakat selalu menempatkan adat istiadat sebagai sebuah aturan yang tidak dapat berubah, karena banyaknya hal yang tidak dapat mengikuti perubahan zaman.

Seperti pada tradisi yang harus rela dipukuli demi seorang gadis. 

Suku Sharo di Afrika yang menjadi pemilik tradisi unik ini, menetapkan jika seorang pria ingin meminang gadis pujaannya, maka dia harus mengalahkan penantangnya. Namun bukan seperti sebuah duel yang adil, sang lelaki justru harus menahan rasa sakit tanpa bisa membalas.

Jika berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pria sejati yang dapat mempersunting ratu pujaannya, sebaliknya jika gagal, maka akan dilarang untuk menikah dengan gadis mana saja.

Tidak sedikit pula yang harus mengambil resiko sampai kehilangan nyawa akibat pukulan yang terlalu berat. Maksud dari adat istiadat yang kelihatan tidak manusiawi ini adalah untuk menunjukkan kejantanan dan kepantasan seorang pria untuk menikah.

Tentu di zaman sekarang, adat ini sungguh menjadi tidak relevan lagi. Tidak saja menentang moral kemanusiaan, namun juga tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku pada umumnya.

Tidak usah membahas mengenai perkembangan tehnologi, jika sudah tidak berperikemanusiaan, nurani terdalam pun berkata susah atas keputusan untuk menjaga adat istiadat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun