Juga ada istilah nilai instrinsik atau biaya bahan dan pembuatan yang digunakan untuk membuat uang, yang ternyata lebih tinggi daripada uang kertas.
Untuk pecahan uang koin Rp1.000 keluaran tahun 2010 misalnya, dengan massa 4,5 gram terbuat dari nikel yang harga per gramnya Rp.124,02 maka nilai instrinsiknya hanya Rp.558,11. Begitu juga dengan pecahan Rp.500 keluaran 2003, nilai instrinsiknya hanya Rp.51,27. Sementara nilai intrinsit untuk mencetak pecahan Rp.50.000 adalah sebersa Rp.7000.
Sampai sekarang keberadaan uang koin memang masih bikin hati bingung. Apa yang bisa dilakukan dengan uang koin, selain didonasikan, disimpan di rumah, sebagai biang kerok, dan pembawa hokki? Ini belum lagi termasuk alat yang berpeluang untuk penyebaran Corona. Ampun deh...
Apa yang harus dilakukan? Pertama harus diingat bahwa menolak alat tukar uang diatur oleh hukum pidana di Republik Indonesia. Bagaimanapun juga koin tetap adalah alat tukar yang sah.
Cerita dibawah ini mungkin menarik dan mampu menghibur hati yang galau.
Pasangan suami istri Suratmo (67) dan Wartinah (52) berhasil menyekolahkan ketiga anaknya dengan mengumpulkan uang koin dari hasil berdagang angkringan.
Keterbatasan ekonomi tidak lantas membuat keduanya menyerah. Tidak tanggung-tanggung uang koin yang didapatkan juga langsung digunakan untuk membayar uang sekolah, alias tidak menukarkannya dengan uang kertas terlebih dahulu.
Bukan hanya itu saja, uniknya ternyata kedua pasangan ini pernah mencoba untuk mengumpulkan uang kertas dengan cara digulung dengan koran, sayangnya berakhir sebagai makanan rayap.
Perjuangan Pak Suratmo dan juga istrinya membuktikan bahwa, setiap orangtua akan melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya, dan juga membuktikan bahwa uang koin punya kelebihan dibandingkan dengan uang kertas.
Ternyata, ada frasa baru yang muncul ditengah kepanikan, yaitu "Tidak Takut Corona Pangkal Kaya."
Lantas apa yang harus kita lakukan terhadap ketakutan ini ?