"Kapan terakhir kamu berbahagia?"
Sang Motivator Kocak (Mo-Cak) "menyerang" Sang Numerolog yang tidak berdaya, ditengah ujian sertifikasi sebagai pembicara publik dengan gelar CPS (Certified Public Speaker).
Tiga tahun telah berlalu, kalimat itu masih saja muncul ditelinga penulis, sampai dengan perjumpaan minggu lalu dengan Sang Mo-Cak, yang merupakan tutor senior di asosiasi IPSA. (Indonesian Professional Speakers Association).
Setiap perjumpaan selalu diisi dengan bincang-bincang mengenai kehidupan. Humor dan candaan diantara para sahabat IPSA yang nota bene adalah jago kata-kata menjadi hal yang pasti.
Tidak ada yang marah, tersinggung, apalagi benci. Seluruh sumpah serapah yang keluar hanyalah untuk melihat seberapa jauh ilmu kehidupan telah dikuasai.
"Kapan terakhir kamu berbahagia?"
Pertanyaan ini laksana mantra sakti ditengah siang bolong. Jika terngiang kembali, maka seluruh daya upaya akan dikerahkan untuk mencari kebahagiaan.
Perjalanan menuju Jakarta, di tengah airport yang bising, penulis kembali mengingat kata kata abang Robby Habibi itu. Mantra membawa hasil, dalam waktu tidak sampai satu jam, banyak sekali kebahagiaan yang didapatkan.
Caranya pun mudah, hanya dengan tersenyum ramah dengan penjaga toilet, membantu seorang ibu mengangkat tas, sampai mengucapkan terima kasih kepada pelayan cafe.
Perasaan manusia memang aneh, sangat labil dan sering berubah rubah. Manusia selalu bereaksi berdasarkan perasaan yang muncul.
Jika sedang susah, sekocak apapun candaan, tidak akan membuat ketawa hati yang gundah, malah bisa saja ditanggapi dengan ketersinggungan.