Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sepucuk Surat dari Ryu dengan Label: Top Priority

12 Januari 2020   16:37 Diperbarui: 14 Januari 2020   19:54 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah yang dinamakan Prioritas? Betulkah setiap manusia memiliki Prioritas? Jika ada, apakah Prioritas kita saat sekarang?

Penulis yakin bahwa prioritas, meskipun memiliki arti yang nyata, namun memiliki makna yang taksa. Hal ini disebabkan karena prioritas sangat bergantung kepada kebutuhan hati yang berlaku pada saat ini. Masalahnya, hati adalah sesuatu yang sangat labil dan dapat berubah dalam jentikan jari.

Andaikan pada hari ini, sebuah lampu Aladin hadir dihadapan, dan ada kesempatan untuk membuat satu permintaan yang akan dipenuhi secara langsung. Apakah yang akan anda minta?

Nah... Bingung kan?

Permintaan tersebut sebenarnya mewakili prioritas kita. Secara logika, prioritas permintaan yang muncul adalah merupakan kebutuhan yang paling mendesak pada saat ini.

Katakanlah, salah satu pembaca meminta kesembuhan dari orang tuanya. Jika besok pagi orang tuanya sudah sembuh, maka tentunya kesembuhan orang tua bukan lagi menjadi prioritas. Jika Jin Aladin, muncul pada keesokan harinya, maka permintaan pasti akan berubah sesuai dengan prioritas pada hari berikutnya.

Sebuah kisah yang inspiratif.

Adalah seorang dosen yang membawa 3 buah kantong dan sebuah toples kaca kehadapan kelas pada saat jam kuliah berlangsung.

Sang Dosen membuka kantung pertama yang berisikan batu batu sungai. Isi kantung tersebut kemudian ditumpahkan kedalam toples sampai tidak bersisa.

Sang Dosen pun kemudian bertanya kepada mahasiswanya;

"Apakah Toples ini sudah penuh?"

Sontak seluruh kelas menjawab "Sudah..."

Berikutnya, Sang Dosen kembali membuka kantong kedua yang ternyata berisikan batu batu kerikil. Pertanyaan yang sama kembali digaungkan dihadapan kelas.

"Apakah Toples ini sudah penuh?"

Sontak seluruh kelas menjawab "Sudah..."

Tidak sampai disitu, kantung ketiga pun dibuka, dan isinya ternyata adalah pasir, yang ternyata masih muat kedalam toples yang sudah berisikan batu sungai dan kerikil.

Makna dari cerita ini adalah, batu sungai (atau batu dengan ukuran besar) adalah sesuatu yang kita sebut dengan prioritas.

Dalam hal ini, bukanlah keinginan hati dari Sang Dosen yang ingin mengutamakan batu batu sungai tersebut. Secara logika, jika pasir yang diisikan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan batu kerikil, maka batu batu sungai tidak akan mendapatkan tempatnya didalam toples lagi.

Ini sedikit gambaran mengenai prioritas dalam kehidupan. Sekarang pembaca mungkin telah mempunyai defenisi mengenai batu sungai, pada benak masing masing.

Batu sungai besar seharusnya mewakili hal hal besar dalam kehidupan. Bagi penulis, hal besar layak mewakili seluruh manusia yang mencintai kita, atau lebih khususnya adalah keluarga.

Mengapa demikian?

Karena pada saat seluruh dunia menghujat, merekalah yang mampu membangkitkan semangat diri.

Karena pada saat seluruh dunia menyalahkan, merekalah yang mampu memeluk, dan...

Karena pada saat seluruh dunia menghukum, maka merekalah yang mampu memaafkan.

Sayangnya, kita selalu menganggap pasir sebagai prioritas yang mengisi waktu dan ruang pada diri kita dengan selalu terikat pekerjaan pekerjaan yang sedianya memang sudah kita jalankan sehari hari.

Pertemuan demi pertemuan, proyek demi proyek, tugas demi tugas, seakan akan tidak pernah memberikan waktu lowong, bagaikan badai pasir yang siap memangsa.

Pasir dibutuhkan untuk menafkahi keluarga. Pasir dibutuhkan untuk mendapatkan pujian dari atasan. Pasir dibutuhkan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Namun apakah keluarga kita membutuhkan pasir dalam kehidupan?

Secara jasmani, kita mendapatkan gaji dari hasil pekerjaan. Namun sayangnya, bagi keluarga, gaji yang kita dapatkan, tidak lain adalah gaji buta (ga-but) jika kita tidak bisa membagi waktu yang berharga dengan mereka.

Berikut adalah tulisan dari seorang anak yang bernama Ryu.

KE-GABUT-AN SAAT LIBUR

Pada hari Jumat, November 2019, saya sudah bebas dari yang namanya "Belajar". Saya sudah menunggu hari demi hari, bulan Desember telah hadir dan tidak lama lagi "Tahun Baru dan Natal". Ini dia yang gw tunggu. 

2 Desember 2019, saya sudah bangun dari tidurku yang sangat kosong, saya langsung melihat jam, dan saat melihat jam......... "Anjay, udah jam 11 aja" ujar saya, dan saya ingin melihat makanan apa saja yang ada... dan................

Kosong................ "ok, udah ah" ujar saya lagi, saya memutuskan untuk mandi dan bermain game selama 11 jam... eh.. maksudnya 1 jam 50 menit. Sudah tak terasa ini udah jam 12 dan saya sudah teriak kayak ketemu duit 1 juta dijalanan kosong, sepi, tandus.....

10 menit kemudian

"ahh sudah kenyang, saatnya lanjut main, kuylah" saya bermain sampai jam 1... 

"yois menang cuk" ujar saya, saya ingin bermain bersama adek gw yang paling ngeselin dan udah gigit saya 7 kali dan terakhir kali adek gw gigit di...... lupakan aja.

Sudah gak terasa udah jam 4 sore... 'saatnya mandi'. Setelah mandi saya melakukan kegabutan yang paling gabut sedunia ini..... tapi gak jadi..... "mending nonton youtube aja" Dan sudah gak terasa udah jam 7 tuh.. "wah saatnya melakukan hal favoritku nih yaitu..................................... Gak tau........."

Besoknya saya terbangun dari tidur ku yang kosong dan memutuskan untuk mandi terus langsung main hp. Ya, begitu terus sampai.... Tanggal 29 Desember telah tiba....... "weh udah gak terasa 2 hari lagi tahun baru.. btw hari ini udah natalyah? Kok cepet kali yak...". Saya melakukan kegabutan lagi dan.....

2 Hari Kemudian

"ASHIAAAAAAAAAAAP Tahun baru" saatnya bakar-bakar nih, terus main petasan, makan ayam, weh bernostalgia kaya tahun lalu... dan Januari 2020 hadir.... Tanggal 6.... Januari 

"TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK... libur ku .... Berakhir 

Ya, begitu kegabutan saya sampai sekolah......

THE END

Ryu adalah seorang anak yang berusia 9 tahun dan telah secara jujur mengungkapkan isi hatinya melalui sebuah tulisan bagi tugas sekolah dengan tema "Kegiatan di hari Libur."

Tanggal 10 Januari, dengan bangganya, Ryu membawa hasil tugasnya yang mendapatkan nilai A. Rasa bangga dan sekaligus terharu, menghampiri perasaan ayahnya. Betapa anaknya yang masih kecil dapat mengekspresikan kegundahan hatinya melalui sebuah tulisan yang sangat tulus dengan hati yang penuh kegembiraan.

Tulisan sederhana ini kemudian menjadi inspirasi bagi sang ayah untuk membuat artikel ini. Semoga artikel ini dapat membuat kita sadar akan pentingnya waktu yang berkualitas bagi kita semua.

Aku bangga padamu, Nak.

SALAM ANGKA

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Pythagorean Numerologist

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun