Keianikan BBM dan juga oprasional harian lainnya memicu perusahaan harus melakukan efisiensi. Yang mana perusahaan juga tak mampu menjamin nasib dirinya sendiri untuk tetap bertahan, maju atau tumbang sebagaimana nasib yang mereka ingini selalu baik. Â Â
Maka pada faktanya, kini angka pengagguran juga semakin meningkat tak diserap sector industri. Disamping segmen telkomunikasi yang juga menunjukan ada pengurangan pekerja dengan langkah efisiensinya itu. Perusahaan seperti garmen dan padat karya yang lain pun melakukan hal yang sama.
Baru-baru ini pabrik-pabrik di kawasan industry seperti di Kota Karawang, Tanggerang dan lain sebagainya pun memilih opsi tersebut. Mengurangi sejumlah pekerjanya dengan alasan efisiensi karena semakin lemahnya ekonomi dunia.
Mencari pekerjaan yang semakin sulit kini. Ruang-ruang hidup yang juga semakin mahal untuk dijangkau dengan ketidakpastian akan pendapatan akan uang itu sendiri dengan harga-harga kebutuhan yang semakin naik dirasakan manusia.
Sebagai pekerja jika ingin bertahan harus patuh terhadap kebijakan upah murah untuk bertahan demi kebaikan nasib perusahaan dan kita manusia masih dapat berpenghasilan uang sebagaimana hidup apa-apa memerlukan uang.
Melihat bagimana ketidakpastian akan nasib kedepan. Rasanya aku telah tenggelam dibalik dunia yang semakin tak pernah menujukan kejelasan bagi satu manusia pun hidup di dunia ini.
Dunia yang apa-apa selalu di ukur dengan uang dan pencapaian pribadi yang dapat dibanggakan. Kenyataannya saat ini merupakan ilusi yang jauh dari fakta se-apaadanya dengan bangunan nasib manusia yang tak pernah pasti kehidupannya.
Terkadang jika merasakan sedikit lebih dalam tentang kehidupan. Semua berbohong, mereka berdusta dan semua seperti punya pembelaannya sendiri menutupi harapannya sendiri dengan berbagai negasinya akan kemunafikan masing-masing bahwa nasib manusia selalu terjamin tanpa manusia itu berhitung dengan logikanya sendiri.
Mengikuti bagaiamana pandangan social yang sebenarnya sudah using tetapi justru dijadikan sebuah keyakinan akan menjalani kehidupan yang sebenarnya syarat akan perubahan.
Hal berbau spiritual, kebijaksaanaan seperti masa yang terlewat di masa kini. Masa yang telah menjadi usang untuk di ikuti perkembangannya melalui asumsi-asumsi dan opini-opini tidak berbasis pada fakta. Sepertinya hal spiritual dan kebijaksanaan memang telah purna jika tidak dihadapkan pada sebuah fakta hidup bagi manusia.
Kini materialisme sebagaimana uang menjadi basis kehidupan manusia. Nyatanya adalah denyut nadi kehidupan manusia di dunia. Materialisme berbasis uang sendiri kini menyimpan harapan, cita-cita serta sebuah tawaran kedigdayaan yang sepadan dalam tatar sosial kehidupan manusia dihadapkan pada kedudukan nasib masing-masing.