Dimana secara alamiah keterapilan hidup itu harus dipunyai setiap manusia. Saya yakin masing-masing dari kita masih dapat mengaksesnya.
"Adanya ruang-ruang untuk mengakomodasi ketrampilan hidup bagi manusia lewat media dan kecanggihan teknologi. Keberadaannya menjadi sangat penting sebabagai instrument eksistensial hidup sebagai manusia mempertahankan hidupnya".
Majunya peradaban, serta arus informasi yang semakin mudah di akses, pengetahuan akan menjadi manusia terdidik kini tak lagi disekat oleh ruang-ruang kelas. Melainkan antara kemauan dan keberanian, mencoba menjadi alasan utama manusia dengan berbagai media pembelajaran yang sudah ada. Mengoptimalisasi hidupnya dengan sarana pengetahuan yang ada.
Internet, Google, dan media-media lain sebagai sumber pengetahuan, telah hidup bersama manusia, yang mana semua itu dapat diraih aksesnya dengan teknologi smart phone yang ada atau dengan instrument teknologi lain.
"Terus terang, saya kini tidak berpikir akan pendidikan itu bukan berarti pendidikan tak penting, itu penting sebagai sarana. Dibalik kompetitifnya jaman kedepan, akan banyak sarana yang dipertanyakan salah satunya itu pernah mengenyam pendidikan. Setidaknya punya gelar pendidikan itu membantu untuk hal melamar pekerjaan".
Tetapi jika terlajur menjadi manusia tidak berpendidikan tinggi dan dituntut harus bertahan hidup. Seharunya memandang hidup, tidak peduli dari mana kita lahir, yang sejak kecil mungkin sama, kita terasa akrab dengan kemiskinan sebagai sebuah pengalaman hidup yang memberi tantangan dan semangat hidup.
Memang disadari atau tidak kemiskinan atau kekayaan itu, nyatanya memang membantu bagaimana kita sebagai manusia mempersepsi kehidupan kita sendiri sebagai manusia.
"Saya merasa miskin dan saya harus bekerja keras untuk keluar dari kemiskinan itu salah satu perspektif saya. Atau dengan orang-orang kaya itu sudah pasti memiliki prespektifnya sendiri. Antara menikmati kekayaannya dan terus menambah kekayaan atau menjaga kekayaan itu".
Tetapi manusia yang cinta dengan kemiskinan, mereka malas-malasan memandang bahwa miskin itu takdir Tuhan. Pasti akan ada saja orang miskin demikian, yang memang sebelumnya mereka sudah depresi dengan keadaannya sendiri, urung mengubah dan tidak menyadari sulitnya hidup dalam kemiskinan itu.
Seperti kita tahu konsekwensi akan kemiskinan begitu fatal, tidak hanya berpengaruh pada hidup kita sendiri tetapi juga generasi setelahnya, yang setidaknya kita akan turunkan.
Bagaimana tidak, ketika kita miskin; akses pendidikan, kesehatan dan gizi sebagai kualitas kehidupan manusia menopang hidup pasti kualitasnya akan berkurang.