Biasanya di dalam pertemanan ketika kita jika akan mengajak teman-teman nongkrong dan sebagainya. Apa lagi itu adalah teman dekat, budaya mentraktir dan sungkan ketika harus bayar sendiri-sendiri, kenyataannya itu sesuatu yang kita hindari.
"Ah, perasaan kita pasti berpikir, takut nanti dibilang perhitungan. Saya kan yang mengajak mereka, masa sih bayar sendiri-sendiri? Kan gak enak."
Itulah realita yang terjadi diantara kita, tanpa berpikir keuangan kita, yang mungkin uang tersebut juga sangat berarti bagi upaya mencukupi hari depan kita.
Begitupun yang terjadi dalam budaya relasionship kita. Budaya percintaan antara laki-laki dan perempuan, pasti ada salah satu pihak yang menanggung biaya kencan, biaya makan, biaya jalan-jalan mereka menjadi hal lumrah dilakukan pasangan sejoli.
Faktanya, apakah kita mampu menolak itu dan memperhitungkan masalah keuangan tersebut di dalam lingkaran pertemanan atau hubungan percintaan untuk membayar masing-masing saat kita sendiri yang mengajak mereka?
Memang "tegas" dalam budaya keuangan yang berimbang itu di indonesia masih sangat riskan. Apa yang saya sebut tadi pekiwuh menjadi hal yang diutamakan sebagai keutamaan manusia berbudaya indonesia.
Apakah hal itu dapat kita ubah secara bersama-sama, yang mana ngomongin uang untuk masalah privat tidak lagi pada standar etika kerumunan itu dapat dilakukan?
Dalam arti membayar kebutuhan sendiri-sendiri di dalam lingkaran pertemanan untuk belanja mereka sendiri seperti makan dalam tongkrongan atau apapun dapat dilakukan tanpa ada pekiwuh-pekiwuhan?
Saya kira itu dapat dilakukan asalkan budaya menuntut secara tersirat tidak ada lagi di dalam masyarakat kita, yang saling menginginkan manfaat dari orang lain itu; termasuk kebutuhan akan finansial atau uang untuk kebutuhan nongkrong dan pertemanan kita.
Sebab banyak terjadi, kita pun harus menyadarinya bahwa kita adalah salah satu itu yang ingin terus ditraktir ketika teman itu dapat atau ada rezeki seperti habis dapat gajian, dapat bonus atau ulang tahun.
Cerita teman saya sebut saja "X" bahwa di negara lain seperti Malaysia, jarang ditemukan budaya nongkrong di warung atau di tempat tertentu meskipun itu teman atau lain sebagainya.