"Kaum beragama di Bali, baik Hindu, Budha, Islam, Khonghucu, Kristen maupun Katolik, saya kira mereka beragama juga memumpuk kesadaran spiritual dimasyarakat, dimana Pulau Bali menurut saya adalah pulau paling toleran pada perbedaan agama meski disana merupakan agama mayoritas Hindu. Sangat jarang sekali disana ada gesekan latar belakang agama di pulau Bali".
Oleh karena itu setiap rekan saya ada upacara, sudah pasti pekerjaan apapun pentingnya mereka akan tundanya untuk mengikuti acara tersebut. Bukankah kita tahu bahwa Hari Raya Nyepi menjadi ritual keagamaan yang unik dan berbeda, yang masih kramat digenggam masyarakat Bali meski kerugian ekonomi akan nyepi tidaklah sedikit?
Inilah yang membuat bagaimana saya takjub sekaligus merasa pikiran saya merasa absurd memandang bagaimana seseorang dapat begitu melekat dengan agama. Saya takjub karena agama mampu menggerakan massa, dimana kontribusi positif melalui pengorganisasian agama dapat efektif berdampak pada masyarakat.
Sebaliknya saya yang berlatar "abangan" dimana saya tidak begitu mengenal agama, hanya berbekal pengetahuan buku-buku seperti filsafat yang saya pahami. Tentu membuat saya kritis pada agama yang mempersempit asumsi saya pada agama yang sebenarnya banyak aspek didalamnya.
Namun dari padanya saat saya sudah mengenal bagaimana social masyarakat, eksistensi manusia dan perwujudan spiritual itu sendiri pada sebuah perbubahan pada kebaikan yang haikiki. Saya menyadari potensi agama yang begitu besar sebagai bagian dari masyarakat untuk membuat suatu perubahan dalam bermasyarakat lebih baik melalui agama.
Sebagai agama mayoritas di Indonesia, islam dan santri kiprahnya tentu sudah tidaklah diragukan. Agama adalah wadah dan santrinya merupakan penggerak dari wadah tersebut, mau dibawa kemana sebuah agama tetap akan bertumpu bagaimana kualitas umatnya (Santri).
Agama sebagai suatu nilai kebaikan yang besar yakni mampunyai umat yang mampu diorganisir oleh pemimpin-pemimpin mereka dan sudah pasti punya pengaruh bagi jamaahnya.
Saya teringat bagaimana saya berada di Kota Pekalongan saat itu. Pada waktu itu saya memang tidak kenal ulama-ulama setempat, apa pengaruhnya dimasyarakat. Tetapi waktu itu, tempat saya bekerja lokasinya tidak jauh dari rumah Habib Lutfi Bin Yahya seorang ulama karismatik yang dikenal luas oleh masyarakat.
Ketika ada pengajian dirumahnya setiap Jumat Kliwon, saya kaget bagaimana jamaah yang mengikuti pengajiannya tidak hanya local Kota Pekalongan saja, tetapi jamaah Sang Habib itu setahu saya sampai ada dari Brebes hingga Pati, Jawa Tengah mengikuti pengajiannya.
"Maka dengan potensi ketokohan pemimpin-pemimpin agama yang diikuti oleh jamaahnya. Inilah nilai positif agama, dimana ketika pemimpin-pemimpin agama itu adalah orang yang baik, orang yang mempunyai cita-cita mulia pada kemanusiaan, dan mempunyai sikap toleran pada perbedaan manusia, disitulah agama dapat menjadi dampak mendasar terwujudnya kebaikan social".
Dengan pengaruh agama yang besar, saya sendiri telah menyadari itu. Karena pada hakekatnya jika manusia ingin berbuat suatu kebaikan bagi masyarakat, membentuk suatu organisasi dalam menggerakan kebaikan merupakan jalan utama yang harus ditempuh dan saya kira organisasi berbasis agama memfasilitasi itu.