Ungkapan lidah yang tidak bertulang memang adakalanya harus benar-benar diwaspadai. Tentu bukan pada lidahnya, tetapi pada pembicaraan yang seharusnya dapat dikatakan dengan bijak.
Memang saya tidak menyalahkan ekspresi kejengkelan dari seseorang. Kejengkelan sendiri jika tanpa disadari akan membawa manusia pada apa yang dinamakan lepas control logika.
Saya kira itu adalah hal wajar dan ketika ada kesalahan dari pembicaraan sendiri yang bermuatan sensitive, seharusnya secara manusiawi yang salah harus ditegur dan yang merasa punya pertimbangan lebih bijak diluruskan supaya tidak menjadi kacau dimasyarakat.
Maka dari itu berkaca dari kejengkelan mentri social Tri Rismaharini pada ASN dijajaran kementrian social, dimana Risma sendiri mengancam akibat kejengkelannya terhadap ASN yang malas kerja akan dipindahkan ke papua, memang menurut saya secara pribadi ungkapan itu kurang tepat dan bijak.
Kurang tepat dan bijak sendiri karena ungkapan itu mengandung banyak tafsir, dan rentan dihadapkan pada pembelokan-pembelokan yang bermakna ganda, bisa menjadi dalih muatan politik untuk saling menjatuhkan satu sama lain atas dasar kepentingan politik.
Seperti diketahui pada Selasa (13/7), Risma di Balai Wyta Guna Kota Bandung menegur para ASN. Saat itu Risma mengancam  akan pindahkan ke papua bila ASN bekerja kurang optimal di kementriannya yakni kementrian social.
Dengan ungkapan itu yang bernada ancaman Risma memindahkan ASN yang malas ke papua tentu mengundang banyak kritik dari tokoh-tokoh politik salah satunya yakni wakil ketua umum partai Gerindra yakni Fadli Zon.
Dalam laman akun twiternya Fadli Zon sendiri pada Selasa (13/7) secara pribadi sebaiknya pernyataan Risma pada ASN yang malas ke Papau dicabut. Alasan pencabutan itu adalah kesensitifan yang terkadung dalam ungkapan Risma yang mungkin saja dapat menyinggung masyakat Papua.
Disisi lain Direktur Jendral Rehabilitasi Sosial Kemensos, Harry Hikmat membantah jika ada dugaan rasisme bila dituduhkan pada Risma saat menegur para ASN. Dirinya menyebut justru Risma sendiri sayang pada masyarakat Papua.
"Silahkan tanya tokoh-tokoh Papua, bagaimana seorang Bu Risma itu sudah menjadi mamanya orang Papua kata Harry dikutip CNN Indoneisa Rabu (14/7)".
Dengan simpang siurnya pendapat yang dilayangkan pada pernyataan Risma itu sendiri terhadap ASN yang malas dipindahkan ke Papua, tentu bagi saya bukanlah masalah yang serius tetapi saya lebih condong seharusnya kata-kata itu tidak dilontarkan di muka umum untuk saling menjaga perasaan satu sama lain.
Mungkin maksud Risma berkata demikian tujuannya baik memompa para ASN untuk bekerja lebih giat lagi. Bukan apa diera pandemic seperti sekarang ini, dimana bantuan-bantuan social sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dibutuhkan kerja dan konsistensi dari kemensos itu sendiri dalam bekerja untuk mengoptimalkan bantuan kepada masyarakat dari Negara.
Keberadaaan Papua yang jauh dari Jakarta sebagai ibu kota, dimana papua sendiri merupakan provinsi paling ujung dari Indonesia berada diwilayah paling timur.
Bisa saja Risma berpandangan bawasannya ditempatkan didaerah ujung merupakan konsekwensi yang harus dihadapi ASN jika malas, bukan bermaksud untuk merendahkan Papua sebagai provinsi apalagi kultur masyarakatnya.
Tetapi maksud baik dapat pula diplintirkan atau dapat pula ada persepsi-persepsi ganda untuk membelokan maksud baik dari sebuah perkataan. Namun jika memang dirasa kata-kata itu sensitive memindahkan ASN malas ke Papua, sepakat apa yang diucapkan oleh Fadli Zon untuk dicabut pernyataan itu.
Tidak dipungkiri, Papua sendiri sebagai provinsi yang paling ujung yang jauh dari ibukota birokrasinya tentu berbeda dengan provinsi-provinsi di Jawa. Jika ditakar secara logika memang tidak pas jika ASN malas Papua selalu saja menjadi alasan menghukum ASN, dikeskan birokrasi papua adalah birokrasinya ASN buangan.
Untuk itu penggambaran birokrasi Papua yang mungkin berbeda dengan Jawa tak seharusnya terus dikesankan berbeda begitu, apalagi dengan kata-kata menghukum ASN malas dipindahkan ke papua yang terkesan negative.
Pemerintah seharusnya memulihkan birokrasi Papua yang mungkin saat ini masih kurang dibanding birokarasi di Jawa dan membuat trobosan baru yaitu justru memindahkan ASN yang berprestasi ke Papua suapaya birokrasi papua dapat lebih baik dari Jawa.
Tentu bila dikesankan birokrasi papua adalah tempatnya para ASN buangan yang kerjanya malas di Jawa. Dan jika itu benar cara itu dilakukan, mungkin sampai kapapun tidak ada pemerataan sumber daya birokrasi diseluruh Indonesia termasuk provinsi papua yang keberadaaanya jauh dari pusat pemerintahan dan birokrasi Indonesia yakni ibu kota Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H