Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hidup Pasang-Surut, Karakter Manusia Tidak!

1 Februari 2021   06:54 Diperbarui: 1 Februari 2021   07:20 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:pixabay.com

Sebenarnya apa yang dipandang oleh kehidupan sendiri bagi manusia adalah bagiamana dirinya menciptakan suatu kebahagiaan yang ada dan harus terjadi pada dirinya sendiri.

Namun, apakah kebahagiaan itu akan terus terjadi dikala hidup sudah pasti merupakan hal-hal dari sisi kontradiktif yang ada?

Ibartanya hidup, jika ditelesuri secara mendalam dari adanya kehidupan, senyatanya semua sudah ditakdirkan untuk berjodoh tidak terkecuali manusia dan semua makhluk alam semesta.

"Semua keburukan akan berjodoh dengan semua kebaikan, warna hitam berjodoh dengan putih, lalu pasang dan surutnya semua aspek kehidupan yang ada, sudah pasti akan dirasakan oleh manusia dan makluk lainnya sebagai sebuah jodoh".

Dihutan pun sama, Singa dimakan Rusa dan Rusa memakan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan, itu adalah garis hidup yang sudah diciptakan oleh takdir itu sendiri oleh yang maha kuasa.

Bawasannya jodoh merupakan "suatu elmen yang menyatu meski kontradiktif", dimana itu adalah konsekwesi yang harus dihadapi. Tentu sebagaimana juga manusia, ia didoakan oleh manusia lain, tidak menutup kemungkinan ia dapat dikutuk oleh manusia lain pula sebagai bagian dari adilnya kehidupan ini.

Maka dari itu saya akan mencontohkan bagaimana dalam mitologi agama Hindu atau cerita-cerita populer yang ada dikalangan masyarakat Jawa sebagai lakon pagelaran wayang yakni kisah "mahabarata" yang kisahnya terkenang sepanjang masa.

Sri Krisna dalam perang baratayuda, dimana dirinya ada dipihak pandawa dan mampu memenangkan perang tersebut di daratan Kurusetra, India, melawan kurawa yang merupakan masih satu keturunan merebutkan kekuasaan di kerajaan Hastina Pura.

Peran yang sangat vital bagi Sri Krisna, dimana dalam mitologi agama Hindu sendiri dirinya merupakan merupakan inkarnasi Dewa Wisnu yang turun ke bumi menegakan keadilan dan kebenaran.

Tetapi ketika dirinya dikutuk oleh Ratu Gandari ibu dari kurawa, dimana dalam perang tersebut tidak ada satupun kurawa yang selamat, Sri Kirisna menyadari sebagaimananya menjadi manusia meski jiwanya adalah dewa dalam mitologi hindu sama dengan tuhan.

Sri Kirsna disamping dirinya menerima doa sebagai manusia, dirinya juga akan menerima kutukan dari Ratu Gandari meski jasa-jasa Sri Krisna sendiri bagi hastina pura dan keadilan umat manusia sangat besar.

Dimana "jiwa" Sri Krisna yang adalah utusan tuhan, berinkarnasi sebagai manusia sendiri tidak akan mampu melawan takdir yang ditentukan oleh yang maha kuasa sebagaimana waktu hidup manusia itu sendiri.

Bawasannya semua bentuk kutukan, kegagalan manusia mencapai keadilan, dan segala macam bencana yang menimpa umat manusia adalah sarana untuk menuju takdir dari yang maha kuasa. Siapapun tidak ada yang mampu menolaknya termasuk dirinya yang dipercaya sebagai inkarnasi dewa.

"Atas kutukan yang diterima dari Ratu Gandari, itu benar terjadi bawasannya kerajaan yang dibangun Sri Krisna yakni dwaraka runtuh dengan tanah dan tenggelam ke dasar lautan. Kemudian Sri Krisna mati saat dirinya sedang bertapa dihutan oleh pemburu tidak sengaja terpanah saat berburu akhirnya Sri Krisna mati seperti apa yang dilontarkan sebagai kutukan pada Sri Krisna oleh Ratu Gandari"   

Berkaca dari kisah mahabarata, dimana kisah tersebut ada hitam dan putih sebagaimana adanya manusia suci bijkasana, keserakahan, dan keburukan, serta ketidakadilan dari perang itu sendiri adalah bagaimana sebuah takdir itu harus dilaksanakan oleh yang maha kuasa untuk sebuah tatanan hidup baru.

Untuk itu siapa yang dilindungi dan diselamatkan oleh yang maha kuasa adalah mereka-mereka yang dipilih oleh yang maha kuasa sendiri untuk menjadi kepanjangan tangannya bagi umat manusia sebagai bagian dari takdir dalam kehidupan memenangkan sebuah perang dan kekuasaan.

Manusia gagal, manusia penderita, dan manusia yang kini kisah hidupnya terseok-seok oleh patah hati dan belum menemukan nasib yang baik untuk dirinya. Tidak lain itu adalah gejolak perang yang ada dalam diri manusia itu sendiri yang harus ditaklukan oleh manusia itu sendiri.

Mungkin semua itu adalah pelajaran dari takdir yang maha kuasa, bagaimana hidup sendiri yang perlu dilakukan adalah melaksanakan kewajibannya yakni membuat hidup untuk melanjutkan kehidupan secara benar dijalan Tuhan meski gejolak sebagai diri manusia tidak segampang dilepaskan.

Seperti saat ini yang sedang terjadi pada diri saya, perubahan-perubahan yang saya sedang alami dari adanya krisis kepercayaan diri, aspek kejiwaan yang terguncang sebagai sebuah lompatan kedewasaan sebagai manusia, itulah mungkin bagian dari sebuah perubahan yang pasti dalam hidup yakni takdir itu sendiri yang memberikan pengetahuan manusia.

Patah hati, terasa hidup ini memang menyakitkan, tidak lain semua adalah pembelajaran bagaimana diri manusia itu harus bangkit dengan kewajiban pada pengabdian hidup itu sendiri.

Sebab kebangkitan "manusia", disadari atau tidak, terlahir dari rasa sakit, yang dimana terjadi ketika tidak diterima oleh dunia dan manusia lain, sehingga ia harus menerima dirinya sendiri apa adanya dengan melakukan kewajiban dijalan Tuhan.

"Sepertinya, manusia hidup bukan lagi dari apa yang diharapkan, melainkan apa yang telah dirinya lakukan sebagai sebuah laku hidup yang akan merubah diri manusia itu sendiri".

Mungkinkah dalam kehidupan ini, manusia harus berbuat sesuatu, untuk mengabdi pada kehidupan dan kebenaran dari hidup itu sendiri?

"Sebuah pengabdian dibutuhkan suatu keberanian, dan sebagai sebuah kebenaran manusia harus mengabdi pada dirinya sendiri supaya tidak menjadi beban orang lain dalam kehidupan itulah kebenaranya".

Maka dari itu sebagai bentuk pengabdian itu, saya ambilkan suatu contoh. Sebagai sebuah darma "kebaikan" dari seorang penulis. Dia haruslah menulis apapun kondisinya, termasuk adanya pasang surut pembacanya, yang harus diterimannya sebagai bagian dari perubahan itu.

"Tidak lain, unsur krisis dalam apapun termasuk meliputi segala aspek bidang, karena didalamnya butuh suatu pembaharuan dari kehidupan itu sendiri, manusia tidak lebih dituntut untuk menjadi lebih baik dibidangnya masing-masing".

Keadaan yang tidak pasti dan berubah-ubah ataupun "krisis" merupakan adanya kehidupan itu sendiri, tidak lain dari kehidupan itu supaya manusia belajar dari setiap perubahan-perubahan aspek kehidupan yang ada.

Untuk itu, apakah yang tidak berubah dari menjadi manusia itu sendiri? Segalanya berubah seperti saya yang harus menulis lebih baik lagi mendarmakan diri saya pada kewajiban sebagai penulis melaksanakan kebenaran saya menjadi manusia yakni berusaha melanjutkan hidup sampai dengan takdir menjemput.

Tentu untuk tetap menulis sendiri tujuannya yakni memberi wawasan pada diri saya sendiri dan masyarakat yang mungkin tertarik dengan tulisan saya, dan mampu menginspirasi dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang harus saya timba dari sumber pengetahuan itu.

Karena tidak ada yang tidak akan berubah dalam hidup ini, kehidupan akan memunculkan antara keadaan pasang dan surut, diterima atau tidak diterima, dan dikutuk ataupun didoakan itu adalah sarana dari takdir itu sendiri.

Bahkan yang saat ini kaya suatu saat, akan ada saat dimana "masa" dia akan jatuh dalam kemiskinan jika mereka tidak punya karakter kuat dalam kehidupan itu sendiri menyadari hidup yang pasti akan terjadi.

Namun kembali lagi pada sebuah pemaknaan dalam setiap keadaan itu sendiri. Karakter sebagai suatu sikap dalam menanggapi segala sesuatu, yang terjadi dalam hidup adalah nadi dari identitas kita sebagai manusia.  

Maka sebagai manusia yang harus dikuatkan sendiri adalah karakternya, dimana hidup adakalanya diatas dan dibawah, pasang maupun surut, serta kemungkinan kita diterima ataupun ditolak dalam kehidupan pasti akan ada saja dalam kehidupan.

Sebab karakter sendiri akan membawa pada konsistensi kebangkitan setelah kegagalan untuk terus memperbaiki, maupun keberhasilan dari hidup manusia itu jika dirasakan, supaya tidak terlena dengan keberhasilan hanya mampu disadari dengan karakter yang kuat.

Dan selain itu karakter baik dari manuisa itu sendirilah yang akan membawa manusia pada setiap kebenaran yakni kesadaran akan tuhan, dimana manusia adalah percikan terkecil dari eksistensi tuhan.

Untuk itu yang pertama-tama harus dididik sebagai manusia adalah memperbaiki segala aspek bentuk karakter menjadi manusianya itu sendiri. Supaya ada kesadaran bawasannya jungkir baliknya hidup tidak lain adalah pengetahuan untuk menguatkan karakter itu sendiri sebagai manusia.

Dalam hal spiritual, dimana karakter adalah modal dari tercerminya jiwa, "manusia", ia tidak akan abadi sebagai tubuh yang dapat mati dan menjadi tanah. Tetapi karakter jiwa itu sendiri yang akan terus hidup abadi dimasa kapanpun juga, sebagaimana menetukan keberhasilan hidup tidak hanya dimasa sekarang tetapi di akherat nanti.   

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun