Sebut saja Partai Gerindra yang dulu menentang habis-habisan Pemerintahan Jokowi, kini setelah partai itu masuk dalam pemerintahan membela habis-habisan.
Oleh sebab itu praktik paragmatis dipilih bukan berlandasakan ideologi-ideologi yang dapat dijadikan pembanding, hanya masalah kepentingan partai politik.
Tidak ubahnya partai oposisi saat ini yang tidak ikut turun ke jalan bersama gelombang massa yang menolak. Ada indikasi mereka hanya sibuk bergaya menolak dalam rapat-rapat di parlemen tetapi tumpul dalam hal ideologi menggagalkan wacana RUU Cipta Kerja bersama suara rakyat.
Kenyataannya memang oposisi di DPR bergerak sendiri, publik bergerak sendiri. Mungkinkah keterpecahan seperti ini yang disukai oleh koalisi pemerintah karena itu artinya tekanan pada mereka biasa saja, tidak ada suatu perlawanan ideologi yang berarti?
Seperti diketahui bahwa pengesahan UU Ciptaker kini telah memantik gelombang protes di seantero negeri. Elemen buruh, mahasiswa, dan aktivis berunjuk rasa memprotes aturan yang dinilai merugikan rakyat dan kelas pekerja tersebut.
Mungkinkah dengan oposisi yang saat ini dinilai public sangat-sangat pragmatis dan ciut nyali dalam pertempuran ideologi, bahakan enggannya turun ke jalan bersama gelombang rakyat, tidak akan memperburuk kualitas demokrasi di negri ini khususnya di Pemerintahan Jokowi?
Ramai-ramai di berbagi media social dalam mengabarkan mosi tidak percaya pada DPR serta partai politik dan pemerintah bergema merupakan wujud suara dari rakyat yang kini sudah tidak percaya keterwakilannya di DPR dan pemerintah yang memihak rakyat.
Jika memang ada ketumpulan dari ideologi dan partai politik hanya pragmatis saja. Bukan tidak mungkin aspirasi rakyat kedepan tidak akan pernah di akomodir oleh politikus dan partai politik yang mewakili rakyat atas kebijakan pemerintah.
Maka kembali jika memang tidak adanya dukungan dalam keterwakilan, rakyat sendirilah yang berjuang tanpa suara efektif di parlemen diwakili oleh partai politik, yang memegang kedali suara rakyat di parlemen untuk menggoyang kebijakan pemerintah.
Mungkinkah apa yang diinginkan adalah jalan sendiri-sendiri antara rakyat dan wakilnya sehingga pemerintah akan tanpa beban jika membuat suatu kebijakan?
Dengan fenomena politik yang tiarap dan ciut nyali ini, apakah demokrasi di Indonesia sudah mati? Memang benar mati ditelan partai politik dan politikusnya yang pragmatis, serta pemerintahan yang abai atas suara amanat dan penderitaan rakyat.