Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pendukung Prabowo Nyebrang ke Gatot Nurmantyo?

1 Oktober 2020   07:34 Diperbarui: 1 Oktober 2020   07:45 3009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ubahnya dalam berpolitik tidak pernah salah saling tarik menarik suara atau simpatisan politik.

Sebab berpolitik sendiri sebisa mungkin menarik pengikut yang banyak. Supaya dalam pemilihan umum  karena banyaknya masa pemilih, ia kemungkinan dapat memenangkan pemilu.

Begitu pula dengan dukungan dalam berpolitik, meminta dukungan politik pada siapapun adalah kunci kesuksesan orang-orang yang akan berpolitik.

Untuk itu "relasi" politik sendiri yang berubah menjadi simpatisan politik sudah pasti diperhitungkan sebagai peta kekuatan politik.

Siapapun; termasuk mereka yang digadang-gadang sebagai para calon presiden Indonesia 2024 yang sudah mulai bermunculan gerakan politiknya saat ini.

Maka berkaca dengan gerakan politik yang baru-baru terjadi, dimana ada beberapa tokoh nasional yang bergerak berpolitik mencari simpatisan dan dukungan politik.

Bukankah mencari dukungan politik tersebut menyasar komunitas dukungan yang sebelumnya sudah ada?

Jika calon tersebut akan mengikuti pemilihan presiden misalnya, bukankah ia harus mampu menarik simpati pendukung capres yang sebelumnya?

Maka dari itu tantangan bagi siapapun capres 2024 yang ingin menang nantinya dalam pemilihan presiden. Tentu dirinya harus mampu dalam gerakan politik itu merangkul simpatisan politik calon presiden sebelumnya.

Sebagaimana dulu di pilpres 2019, dimana hanya ada dua pasangan calon yakni Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo Sandi.

Bukankah para calon presiden nanti di pilpres 2024 harus dapat menarik simpati mantan pendukung paslon di pilpres 2019 tersebut?

Maka dari itu memoles diri dalam bentuk citra politik memang sangat dianjurkan bagi siapapun yang membidik peranan politik sebagai calon apapun termasuk calon presiden Indonesia 2024.

Gatot Nurmantyo dan Citra Capres 2024  

Memang secara kasat mata diamati dalam jalannya politik membidik calon presiden 2024. Saat ini tahun 2020, bukanlah waktu yang sedikit bagi orang-orang yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden untuk dapat menarik simpati politik masyarakat.

"Bercitra meyakinkah pemilih "masyarakat" tidak hanya cukup satu dua hari, melainkan butuh bertahun-tahun dalam membangun citra politik menarik simpati"

Gatot Nurmantyo sebagai purnawirawan jendral TNI yang saat ini aktif dalam gerakan politik di organisasi KAMI atau Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia.

Jelas itu merupakan gerakan politiknya membidik peran di 2024 dalam pemerintahan Indonesia pasca Gatot Nurmantyo pensiun dari panglima TNI.

Saya kira secara bahasa "KAMI" sendiri adalah suatu aksi yang tetap dalam gerakannya yaitu peranan kekuasan. Dimana menyelamatkan Indonesia menjadi dalih orang-orang yang ada di KAMI untuk ikut dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Indonesia di masa yang akan datang.

Meskipun ada yang menyangkal bahwa KAMI adalah gerakan moral dalam system demokrasi. Tetapi jalannya sendiri yang diprakarsai oleh Gatot Nurmantyo dapat dikatakan sedang membangun kekuatan politik untuk panggung Gatot Nurmantyo di 2024.

Sebab KAMI sendiri banyak melakukan deklarasi diberbagi kota besar di Indonesia menyusun kekuatan politik yang tidak main-main sebagai penyokong Gatot Nurmantyo disinyalir akan menjadi kandidat Capres 2024.

Bukan tidak mungkin nantinya KAMI akan menjadi partai politik menjadi kendaraan Gatot Nurmantyo nyapres 2024.

Atau bisa juga KAMI sebagai wadah politik non partai seperti saat Jokowi menjadi calon presiden di 2014 dan 2019 lalu, dimana ada ProJo atau Pro Jokowi juga menyumbang suara yang besar pada Jokowi saat itu.

KAMI sebagai suatu gerakan politik, saya berpendapat tidak mungkin KAMI yang tengah bergerak saat ini dalam berpolitik tidak ada tujuannya.

Sudah pasti ada tujuannya dan dalam tujuan itu Gatot Nurmatyo sebagai pemerakarsa sekaligus penggerak membidik suatu  posisi, dimana yang paling mungkin adalah pencapresan dirinya tahun 2024.

Bukankah Gatot Nurmantyo dalam pembicaraan politik selalu dicitrakan sebagai calon presiden potensial oleh para simpatisannya?

Meskipun Gatot Nurmantyo belum punya partai politik, namun membangun kekuatan politik di KAMI merupakan tawaran dirinya berkoalisi dengan partai politik pengusungnya nanti yang jelas akan lebih efektif.

Bukankah ketika ekstabilitas Gatot Nurmantyo bagus menjelang 2024 karena kepentingan kekuasaan partai politik juga secara otomatis mendukung Gatot Nurmantyo?

Dalam politik semua adalah mungkin dan pasti terjadi jika tawaran menang dalam kekuasaan itu realistis. Untuk dikejar partai politik termasuk ikut mendukung Gatot Nurmantyo dalam pencapresnya tahun pilpres 2024 nanti.

Pendukung Gatot ex Pemilih Prabowo

Siapa pun pemilih atau simpatisan politik, saya kira hal yang paling utama adalah ideology, dimana dari ideology tersebut memunculkan rasa cinta untuk para calon dalam politik.

Seperti kita tahu para inisiator KAMI sendiri juga termasuk ex pendukung Prabowo Subianto di pilpres taun 2019 lalu. Maka dari itu simpatisan  KAMI pendukung Gatot Nurmantyo sudah dipastikan adalah pendukung Prabowo Subianto dalam pilpres 2019.

Saya kira indicator-indikator menyebrangnya ex pendukung Prabowo sangat terasa. Sebab saat itu pilpres 2019, Prabowo juga menggunakan politik identitas untuk mendulang suara politik terutama dari kalangan ormas islam.

Bukankah dalam membangun KAMI sendiri sangat kental membangun politik identitas, dimana KAMI bertumpu pada ormas islam ex pendukung Prabowo Subianto saat itu sebagai simpatisannya?

Gatot Nurmantyo mengapa saat ini vocal dalam gorengan-gorengan isu PKI. Tentu saya kira dia ingin mengukur bagaimana ormas-ormas islam yang anti pati dengan PKI untuk simpati pada dirinya.

Dimana nantinya oleh Gatot Nurmantyo dapat dijadikan pemetaan politik ketika dirinya mencalonkan diri sebagai presiden pada pilpres 2024.

Selain itu tidak sedikit masyarakat yang masih simpati dengan presiden yang berlatar belakang militer juga adalah pemilih potensial Gatot Nurmantyo.

Meski prabowo Subianto juga berlatar belakang militer, namun maneuver politik dirinya yang memilih bergbung dengan Jokowi sangat berpengaruh terhadap kepercayaan pimilihnya dulu di pilpres 2019.

Mungkin bila dihitung ex pendukung Prabowo Subianto yang berpindah haluan menyebrang memilih Gatot Nurmantyo sebagai kandidat kuat capres 2024.

Jumlahnya dapat lebih dari setengah pendukung Prabowo Subianto dulu. Alasan paling kuat menyebrangnya ex pendukung Prabowo tentu karena kekecewaan yang mereka terima Prabowo bergabung dengan pemerintah Jokowi.

Gatot Nurmantyo pun yang kini gerakan politiknya massif, dimana ormas-oramas islam dulu pendukung Prabowo terus didekati oleh Gatot Nurmantyo, yang kemungkinan besar peluangnya memilih Gatot Nurmantyo di 2024 nanti.

Maka dari itu apakah Prabowo Subianto masih akan punya basis pemilih di 2024 mengingat ex pendungknya kecewa dan bermanuver berbelot pada Gatot Nurmantyo?

Memang tidak dapat ditebak, tetapi dengan gerakan politik Gatot Nurmantyo yang saya nilai sangat efektif membuat ex pendkung prabowo bermanuver berbalik mendukung dirinya.

Maka dengan Prabowo Subianto jika memang nanti di 2024 ingin diperhitungan bisa terpilih menjadi presiden, ia juga harus dapat berpolitik bagaiaman caranya ex pendukung Jokowi mendukungnya di 2024.

Tetapi bukan tidak mungkin ketika ex pendukung Jokowi punya calon sendiri dalam menentukan capres 2024 mereka. Bukankah Prabowo Subianto merapat ke kekuatan politik yang saat ini dibangun Gatot Nurmantyo sangat-sangat mungkin dalam politik? Sekali lagi politik adalah kepentingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun