Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Heran: Ada Saja yang Dukung Jokowi Tiga Periode

28 September 2020   20:02 Diperbarui: 29 September 2020   08:13 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: dokumen istimewa

Berpolitik dalam kenyataannya memang tidak hanya pelaku politiknya saja yang punya bayang-banyang kepentingan politik.

Rakyat sendiri sebagai pemilih dari golongan kelas apapun meski rakyat biasa, sudah pasti memiliki kepentingan politik untuk para calon yang ikut dalam kontestasi politik.

Meski keberadaan peran politik ketika sudah duduk dikekuasaan, nyatanya rakyat tetap begitu-begitu saja. Makan tetap rakyat harus mencari sendiri-sendiri ujungnya.

Tetapi dalam bayang kontestasi politik sendiri. Tidak lain kepentingan rakyat adalah kepentingan kepuasan cinta kepada pelaku politik, yang ikut dalam kontestasi politikmenjadi calon di pemilihan umum.

Bukankah lahirnya Kampret dan Cebong di inisiasi adanya kontestan politik, dimana sebutan itu merupakan identifikasi dari masing-masing pendukung calon presiden waktu itu di tahun 2014 dan 2019?

Pada saat itu yakni ketika kontestasi politik pilpres 2014 dan 2019 antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo? Dimana pendukung Prabowo dijuluki Kampret dan Jokowi di juluki Cebong?

Saya sempat terheran-heran dengan kedua istilah itu, mungkinkah Jokowi dulu sering dan suka mainan cebong anak-anak kodok yang lucu-lucu?

Sehingga pendukungnya dinamakan Cebong? Ataukah cebong lahir setelah Jokowi melepaskan cebong-cebong di istana Negara saat itu sewaktu menjabat presiden di periode pertama?

Mungkinkah dengan istilah Kampret adalah ungkapan ketidapuasan pendukung Jokowi dibilang Cebong lalu dia balik mengumpat kata "Kampret" pada akhirnya "Kampet" menjadi istilah pendukung Prabowo?

Saya kira dalam peta politik cebong dan kampret haruslah dicatat dalam sejarah politik Indonesia dan dimasukan Wikipedia, sebuah situs internet yang mengulik berbagai informasi yang popular di internet.

Maka dengan segala kekuatan dan fanatisme dukungan politik antara dua kekuatan politik antara kampret dan cebong.

Saya kira sangat layak kiprah politik mereka sebagai basis kekuatan pendukung politik di sertakan dalam setiap konten-konten Wikipedia. Sebagai perjalanan sejarah perpolitikan Indonesia pada era pilpres antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Namun yang disayangkan dalam demokrasi setelah dua periode sudah tidak dapat lagi mencalonkan diri kembali. Maka dari itu jokowi yang sudah tidak bisa mencalonkan lagi sebagai presiden setelah dirinya menjabat dua kali.

Berbeda dengan Prabowo yang dalam kontestasi politik pilpres tumbang melulu. Kampret masih ada kesempatan mendukung Prabowo di pilpres 2024 nanti.

Tetapi dengan Prabowo masuk dalam pemerintahan Jokowi, apakah Kampret sebagai pendukung setia Prabowo yang di khianati bergabung dengan Jokowi akan tetap setia mendukung Prabowo?

Saya kira tidak semudah itu menerima lagi. Karena secara langusung dan terang-terangan kampret sebutan pendukung Prabowo setelah tersakiti.

Maka pertanyaan saya, kemanakah Kampret yang sakit hati akan pergi? Memilih siapakah nanti di pilpres 2024 nanti jika sakit hatinya kepada Prabowo tidak terobati?

Menjadi pertanyaan kita bersama orang-orang yang secara politik liberal, tidak memihak siapa pun dan memilih karena pertimbangan rasionalitas. Memilih calon siapapun termasuk Prabowo dan Jokowi kemarin 2019 yang tidak sefanatik Cebong dan Kampret.

Karena pemilu bagi yang rasional tidak perlu gontok-gontokan siapa yang paling baik. Bukankah nasib diri kita sendiri yang menentukan untuk lebih baik? Perekara presidennya siapa, saya kira hidup kita ya apa yang bisa kita usahakan.

Memang stabilisasi politik tetap ada pengaruhnya bagi diri kita. Namun itu pengaruh social, tidak begitu signifikan terhadap pengaruh setiap pribadi.

Untuk itu jika kekuasaan politik memang tidak baik siapapun orangnya. Gelombong rakyat pasti berteriak meminta kekuasaan itu diganti  seperti presiden Soeharto saat itu. Rakyat meminta reformasi pada tahun 1998 dan memilih rezim yang demokratis.

Saya tidak bilang politik tidak berpengaruh terhadap diri kita, politik berpengaruh tetapi ada pada kehidupan social kita. Dimana kehidupan social itu kita tidak sendiri.

Nanti ketika ada kekacauan dalam politik saya kira rakyat sendirilah yang akan menurunkan presiden yang nista itu dalam mengemban jabatannya.

Jadi pilihan politik tidak perlu dibela secara buta dan mati-matian tetapi nasib tetap begitu saja. Kalau memang punya kepentingan dan menjadi kaya karena membela calon politik, bukti bahwa anda sedang bekerja.

Tetapi herannya tidak dapat apa-apa, ada saja mendukung calon sampai bertengkar dengan saudaranya maupun tetangganya sendiri.

Bahkan dengan orang-orang yang tidak dikenal, hanya tahu  lewat media social, bisa saling gontok-gontokan. Sebab perang medsos telah menjadi pemandangan yang biasa di era digital ini.

Itulah yang terkadang menurut saya diluar nalar. Tetapi faktor pilihan politik adalah cinta yang terkadang Agnes Monica bilang: kadang-kadang tidak ada logika.

Namun dalam bertindak apapun, bukankah logika juga sangat penting dan mendasar sebagai pertimbangan setiap dari apa yang menjadi tindakan kita?

Untuk itu adanya pendukung-pendukung fanatic yang berkata hanya menggunakan rasa cinta saja terkadang membingungkan. Apakah logika tidak dipakai dalam setiap mengemukakan pendapat?

Saya terkadang merasa bahwa logika seperti habis jika pikir; saya bingung menyebuat apa orang-orang yang menginginkan Jokowi tiga periode.

Apakah mereka tidak punya cinta kepada calon yang lain selain Jokowi sebagai presiden mereka? Dimana mereka harus move on sebagai cebongers nama pendukung Jokowi?

Memang dalam demokrasi setelah pemimpin daerah maupun presiden sekalipun, setelah dua periode itu peraturannya harus selsai. Tetap hanya dua kali masa jabatan.

Untuk itu di pemilihan umun pilpres 2024, sudah tidak mungkin Jokowi ikut dalam kontestasi politik pilpres 2024.

Mungkinkah dengan isu yang tetap berhembus di media sosial Jokowi siap tiga periode, saya tahu itu hoax dari pendapat Jokowi sendiri. Bukankah kenyataannya ada saja yang menginginkan Jokowi tiga periode?

Jika anda termasuk dalam orang yang menginginkan Jokowi tiga periode. Sudah dipastikan bahwa anda adalah orang-orang cebong radikal, yang tidak mau mentaati aturan demokrasi yang berlaku di Indonesia.

Maukah seperti itu cebongers? Sudahlah cari cinta yang lain, move on dari Jokowi untuk Indonesia yang lebih hebat. Bisa juga koalisi dengan Kampret seperti Prabowo bergabung dengan Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun