Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Tapol G30S di Bui Nusakambangan

26 September 2020   19:18 Diperbarui: 26 September 2020   20:18 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum saya langsung masuk ke dalam tulisan tapol atau tahanan politik yang tersangkut peristiwa G30S sehingga menjadi tahanan di bui Pulau Nusakambangan.  

Tentu karya tulis ini adalah kesaksian nyata berbentuk tulisan mantan tapol warga desa saya sendiri di pinggiran Kabupaten Cilacap, yang dalam peristiwa G30S di tahan di Pulau Nusakambangan sebagai tahanan politik.

Tidak saya sebut namanya karena saya riskan dengan identitas gambling mantan tapol tersebut meskipun ini adalah era reformasi, memungkinnya pendapat dapat ditampung siapapun dan apapun bentuk pendapat itu. Apa lagi ini adalah fakta sejarah yang harus kita terima bersama tentang G30S.

Saya mendapat catatan tulisan mantan tapol yang di bui di Pulau Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah, karena saya penasaran salah satu anak dari tapol tersebut bercerita kepada saya bahwa ia punya tulisan sejarah badad desa saya di pinggiran Cilacap.

Tetapi dalam catatan kecil buku ini, yang diberi judul Kunang-kunang Negri Malam, ada sepotong kisah diri penulis yang ditulis pasca menjadi tapol dalam peristiwa G30S.

Saya di sini bukan sedang mengorek luka lama dan sebagainya. Tetapi sebagai generasi muda saya ingin melihat sesuatunya dari sudut pandang sejarah yang relevan dan langsung ditulis oleh pelaku sejarah tersebut. Tentu untuk saya amati dan baca sebagai wahana pengetahuan kita bersama akan sejarah khusunya G30S.

Inilah secarik tulisan karya tapol G30S yang sebenarnya acak tetapi akan saya sajikan kembali dengan runtut bagaimana G30S dari sudut pandang tahanan politik di desa pinggiran Kabupaten Cilacap yang terseret peristiwa G30S di bui Pulau Nusakambangan.

Desa dan Peristiwa G30S  

Desa-desa yang orangnya maju tumbuh grup-grup kesenian. Dari menorah, lengger, wayang orang, ebeg, lawak, sandiwara, lindrug. Dari seni meningkat ke kegiatan politik. Orang-orang ber-ide politik banyak mendirikan partai politik sehingga pemilu 1955 ratusan partai dan gambar meski banyak tidak gegontokan.

Bung Karno memberikan peluang jor-joran organisasi dan partai. Tidak aneh missal ciri politiknya sendiri seperti teman sepermainan atau teman satu sekolahan. Untuk itu bentuk pemilihan umum di pusat dan di desa sama. Kegiatan politik lebih ramai di desa dari pada di kota.

Kegiatan seni sudah banyak masuk ke dalam politik sebagai alat politik. Maka ada partai yang didukung karena mampu memberikan seniman dan buruh di mana pun dipersatukan. Petani-petani diajar cara tanam yang berteknologi. Sampai lahirnya PP 10 tahun 1960 yaitu UUP agraria tuan tanah dikenakan persatuan kepemilikan tanah, ukuran kepemilikan tanah maksiman 7 ha per orang

Banyak tuan tanah yang memiliki ratusan hektar lebih disita dan haknya tinggal tujuh hektar. Sebuah prestasi terbesar tanah dibagi-bagikan kepada rakyat penggarap dan rakyat yang tidak bertanah atau tani durem. Banyak tuan tanah yang sakit hati dan dendam. Maka meletus peristiwa G30S 1965 terjadilah balas dendam.

Tuan tanah bergabung dengan tentara Soeharto. Banyak petani-petani dimasukan bui, ditahan ada pula yang dianggap tokoh penting dibuang misterius. Caranya orang yang penting itu dimasukan bui, lalu pada malam hari orang tertentu diambil lalu dibawa kemana, jumlahnya tidak terbatas, banyak.

Di tempat yang telah ditentukan dipersiapkan lubang-lubang kubur dan dihabisi atau jasadnya dibuang ke kali. Sekitar tahun 1965-1966 di kali Serayu bangkai-bangkai banyak tidak terhitung. Bangkai manusia mengikuti aliran sungi ke laut. waktu itu orang enggan makan ikan laut selatan. Satu persatu, dua atau tiga dikubur masal.

Sungguh Negara yang tidak bertuan. Anehnya meskipun teman akrab saudara sendiri sampai hati bertindak sedemikian keji. Kata mereka: kekejian dibalas kekejian seperti di Lubang Buaya. Padahal orang yang dibunuh sama sekali tidak tahu. Dari awal itu suasana kerukunan, keakraban senasib sepenanggungan hilang terhembus hawa kedengkian.

Mengapa orang semua marah, padahal dia dan dirinya tidak ada perkara secuil pun, bisa-bisa saudara membunuh saudaranya sendiri. Contohnya saudara Winto Wigeno dihabisi saudaranya sendiri. Cerita ini diangkat bukan untuk membangkitkan dendam. Namun sebagai pelajaran sejarah peradaban manusia.

Kiranya menjadi pengingat dan cermin masa yang akan datang. Kini bagaimana kelanjutan dari masa ke masa waktu sudah dianggap aman dan tenang. Kesusahan orang-orang di tahanan, kesulitan keluarga dalam menghidupi keluarga dan dirinya.

Dalam tahanan sekedar menyambung hidup menanti waktu kerinduan harus ikhlas ditinggal mati oleh orang terkasih. Keadaan seolah-olah bisu jarang ada waktu dan suasana hangat, ceria, akrab, orang-orang seperti punya seteru dan musuh.

Perlakuan di Tahanan  

Gelombang pertama dan kedua yang masuk merasa aman. Artinya hanya kena periksa barang kali membawa benda-benda terlarang. Namun barang berharga contohnya uang, arloji, emas, barangkali ada yang pakai perhiasan di sita. Gelombang ketiga turut masuk bui, waktunya sudah sore atau malam. Bila masuk rata-rata sudah bonyok, malam hari memanggil nama-nama yang ada dalam kamar, setelah keluar dua atau tiga orang dihajar, disiksa setengah mati.

Setiap malam terdengar lolong, tulung, aduh dan suara mengerang. Hari ke hari datang tahanan perempuan ada yang bawa anak umur tujuh tahun sampai belasan tahun. Mereka di pisah di sel khusus wanita, malah ada yang hamil melahirkan di penjara. Lalu apa menu makanan mereka? Hari pertaman, kedua dan hari keempat dicedong nasi 150 gram, lauk sayur kubis dua, daun singkong dua atau gesek asin.

Sesekali kacang-kacangan rebus kedelai hitam, garam dapur. Satu bulan masih ada jatah bubur kacang ijo ya asal-asalan, bubur cuma satu minggu sekali takaran satu mug. Lalu berganti oyek segede kepalan tangan tanpa lawuh, beberapa kali ganti jagung rebus, pertama sampai kelima rada mending. Mungkin bahannya tipis, hari-hari jatah jagung 50 butir. Ampun yang tua-tua kena diare, itu dimasukan kamar tempo. Banyak tahu-tahu sudah mati.

Kira-kira dua bulan penjara menampung datangnya orang-orang tahanan dari berbagai daerah, yaitu bulan Oktober, Nopember, Desember 1965. Bulan Desember akhir berangsur-angsur di pindahkan ke Nusakambangan. Tiap keberangkatan 100 orang, yang tadinya tahanan diluar sel, kini menetap bisa mengisi ruangan sel.

Ruangan sempit diisi sampai 70 orang, jatah tempat hanya seperbaringan. Kamar dibuka pada saat apel pagi dan sore jam 4 sore, belum dapat jatah mandi sampai 2,5 bulan. Badan rata-rata kotor dan pakaian bau. Meski demikian tidak lama dalam tahanan, tahunya 2,3,4,5,tahun tanpa di adili.

Penghuni Bui Nusakambangan 

Sedikit lega mereka yang menghuni bui di Nusakambangan. Di sana tahanan bulan februari 1966 mulai dipekerjakan, berarti dapat keluar menghirup hawa segar. Rata-rata sudah kurus tinggal tulang dibalut kulit, rambut rontok berarti gundul badan loyo. Meski loya tenaganya terus digunakan untuk mengambil kayu bakar, bahan lokomotif listrik disel.

Kayu-kayu besar dipotong dibelah, bagi yang lemah ya berat. Itu jatah bagi tahanan yang tidak bekerja diluar. Sedikit beruntung bila dikerjakan di rumah pegawai dapat makan nasi dan lauk yang lumrah. Waktu masuk kamar ketika sore dihitung satu per satu. Untungnya ketika dapat tambahan makanan, misalnya singkong rebus, daun singkong matang, cabai.

Yang dari hutan pulang membawa umbut lengkap mateng, kemlandingan, dan daun sintron. Yang pulang dari kebun kelapa membawa kelapa, yang pulang dari pesawahan membawa genjer, keong, totok  atau karang besar.

Mereka yang dapat melupakan keluarga rata-rata sehat. Apalagi setelah bulan maret 1966 tahanan dapat dikirim satu paket berisi macam-macam, nasi aking, gula jawa, garam, tembako komplit, rokok, makanan jadi, missal jenang, wajik, ketan. Kiriman datang setiap satu minggu sekali, paket dikawal kodim 0703 Cilacap.

Bulan April mulai dilakukan pemriksaan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di LP Cilacap. Pemeriksanya adalah tim gabungan kejaksaan dan polisi. Waktu pemeriksaan untung-untungan, ada yang lolos, tidak disentuh, namun yang sial sampai badan remuk. Benar atau tidak menjawab pasti blek. Pukulan mendarat di punggung, yang dihindari pukulan ke kepala atau mata.

Demikian sekilas apa yang dialami oleh para tahanan, jangan kami anggap melecehkan. Mari kita ikuti alur yang terjadi sebenar-benarnya. Kiranya dapat dipetik hikmahnya buat kemanusiaan yang bermartabat.

Nasib Anak-anak Rakyat

Lalu bagimana nasib yang harus diterima anak-anak rakyat yang ikut berjuang bela Negara misalanya yang terjadi di kemiliteran atau tentara. Kiranya setelah petinggi militer yang dianggap terlibat dipecat dan diamankan. Dikalangan tam-tamma, bintara, pada awal 1967/1968 diadakan angket dikesatuan rayon masing-masing. Angket hanya syarat memilih atau keberpihakan.

  • Berdiri, berjuang, mempertahankan NKRI, pancasila dan undang-undang dasar 45, berdiri dibelakang soekarno.
  • Mengutuk gerakan G30S 1965.

Kebanyakan yang mengisi jawaban angeket A dan B justru akhirnya dipecat atau tidak dipecat namun dimasukan kam tahanan yang khususnya di Ambarawa dan Purwokerto. Prajurit-prajurit yang tidak di pertimbangkan jasa-jasanya seperti ikut operasi trikora, oprasi permesta, DITII, PRRI, atau tam-tamma baru, atau bintara yang digaris perlawanan dijaman dwikora mengganyang Malaysia. Mereka ditarik kembali ke asal kesatuan di lucuti dan dijebloskan penjara jadi tahanan.

Begitu juga akhir dari peristiwa 30 september. Yang dahulu begitu rukun damai semangat kebersamaan berbalik berubah 180 drajat seperti kucing memandang tikus. Harapan untuk kebersamaan telah robek oleh suasana kebencian. Menyasar ke anak turun orang-orang yang dianggap salah. Pembersihan diarahkan kepada anak-anak keluarga sampai mantu bekas tahanan politik yaitu bersih diri bersih lingkungan.

Dasar peraturan yang memperkuat yaitu PP.P mendagri 31/182. Anak-anak tapol baik di PNS atau militer diberhentikan tidak hormat. Timbal baliknya seleksi tahap terhadap calon pegawai tidak ditingkat apa saja kenaikan pangkat dan sejenis, persyaratan masuk pegawai dengan syarat tidak terlibat G30S. Ditentukan dengan adanya sampul D yang diketahui secara khusus dan rahasia.

Begitulah PP itu ditiadakan merontokan orang-orang sial. Buahnya membuat penderitaan orang tidak berdosa atau bersalah. Maka sebagain rakyat Indonesia mendambakan perubahan untuk itu muncul gerakan reformasi diakhir tahun 1998.

Derita Rakyat Kecil

Apa yang kita tuliskan adalah apa yang kita lihat. Apa yang kita rasakan apa yang kita dengar hanyalah polah tingkah rakyat kecil yang lagu, kelompok yang manut sendika gawuh kepada penguasa. Bukan orang-orang pembual dan pendusta yang berkelit rekayasa. Gaung reformasi bergaung di Jakarta, sorak-sorak demo pembaharuan dan pekik turun soeharto. Baik lewat tayangan televisi atau Koran selalu diikuti dijingleng mata rakyat yang jutaan jiwa.

Dengan sendirnya timbul keberpihakan yang pro dan kontra. Yang telah dienakan pasti berpihak kontra reformasi. Namun bagi orang-orang yang berakal sehat dan berperikemanuisaan sangat mendukung reformasi. Bagi yang jadi korban dia membisu seribu bahasa.

Terserah keadilan yang maha kuasa atau keadilan Tuhan, apakah mereka yang menganggap dirinya benar adalah kebenaran secara ilahi. Walaupun suara masih sumbang setelah reformasi banyak perubahan yang dapat dirasakan. Perjalanan bangsa masih panjang, yang kita butuhkan kekuatan dan kesatuan tekad yang tulis mengabdi rakyat demi negara tercinta.

Rakyat kecil meratus tahun menderita karena penjajahan mendambakan hidup sejahtera, makmur, dan berkeadilan, setelah bangsa sendiri menjadi tuan di negri sendiri. Kemakmuran membutuhkan tenaga cerdas dan terampil.

Ulasan dan Penutup 

G30S sebagai peristiwa politik yang besar dan sampai saat ini masih menjadi misteri karena melibatkan banyak kelompok politik dan golongan akhirnya menciptakan suatu sentiment sosial yang saling menyalahkan.

Peristiwa G30S bisa sampai ke desa-desa tentu adalah majunya peran partai dulu dalam mengorganisir masyarakat benar-benar dari dasar, yang mampu mewadahi seniman, buruh dan tani dalam pengembangan-pengembangan keorganisasian mereka.

Tetapi kemajuan partai tersebut dalam mengorganisir masyarakat akhirnya membuat masyarakat kelas seniman, buruh, dan petani-petani desa menjadi bulan-bulanan politik dituduh anggota PKI atau simpatisannya, padahal kebanyakan mereka berkumpul di wadanya, yang didukung oleh partai.

Konflik G30S diperparah dengan adanya sentimen tuan-tuan tanah melalui peraturan agraria yang satu orang dibatasi kepemilikan tanah hanya 7 ha. Dimana tanah para tuan tanah tersebut dialihkan untuk  petani-petani yang tidak punya lahan saat itu. yang kemudian mendukung tentara soeharto mengembalikan hak tanah mereka akhirnya konflik dibawa pada golongan kelas sosial.

Saat itu diwilayah sekitar Kabupaten Cilacap dan Banyumas banyak terdapat pembantaian anggota penting PKI, dimana mayatnya sendiri dibuang di kali serayu, dan dibuatkan lubang-lubang untuk di kubur. Untuk yang hanya menjadi simpatisan partai dan golongan seniman, buruh dan tani didukung partai, yang perannya sedikit ditahan menjadi tapol di Pulau Nusakambangan.

Saat itu desakan internasional terhadap tahanan politik dari komunitas HAM dunia mencuat yang akhirnya tapol dapat dibebaskan. Mungkin kira-kira tapol dari desa saya ini, penulis catatan kecil buku Kunang-kunang Negri Malam dibebaskan dari tahanan sebelum reformasi.

Mungkin satu angkatan dengan sastrawan besar Indonesia Pramudya Ananta Toer di tahun 1979. Sehinga dia masih dapat menulis perjalanan reformasi di Indonesia dan menulis keadaan sewaktu menjadi tahanan politik.

Penulis catatan buku Kunang-kunang Negri Malam yang juga mantan tapol kebetulan masih satu desa dengan saya, beliau meninggal 2005 lalu. Selama masa hidupnya pasca menjadi tapol ia menjadi penganut Kristen, karena saat itu di masa pemerintah orde baru orang harus menganut lima agama yang diakui pemerintah.

Sebelum masuk bui sebagai tahanan politik, ia juga berprofesi sebagai guru dan seniman "dalang" saat itu. Pada akhirnya karena mungkin kedekatan dengan partai membuat dirinya ikut di ciduk menjadi tahanan politik ditahan di Pulau Nusakambangan.

Setelah itu meski bebas dia sudah tidak lagi boleh menjadi guru oleh pemerintah orde baru dan mengabdikan diri sebagai pasture di satu-satunya Gereja yang ada di desa saya.

Itulah cerita dari mantan tapol dalam peristiwa G30S dari pinggiran Kabupaten Cilacap pada saat itu masuk bui di Pulau Nusakambangan. Karena dirinya menulisnya sampai akhirnya saya dapat pelajari dan ulas bagaimana keadaan para tapol, termasuk perjalanan nasib hidup dirinya. Maka benar apa yang disampaikan sastrawan besar Parmudya Ananta Toer mantan tapol di pulau buru: menulis bekerja untuk keabadian.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun