Peristiwa G30S bisa sampai ke desa-desa tentu adalah majunya peran partai dulu dalam mengorganisir masyarakat benar-benar dari dasar, yang mampu mewadahi seniman, buruh dan tani dalam pengembangan-pengembangan keorganisasian mereka.
Tetapi kemajuan partai tersebut dalam mengorganisir masyarakat akhirnya membuat masyarakat kelas seniman, buruh, dan petani-petani desa menjadi bulan-bulanan politik dituduh anggota PKI atau simpatisannya, padahal kebanyakan mereka berkumpul di wadanya, yang didukung oleh partai.
Konflik G30S diperparah dengan adanya sentimen tuan-tuan tanah melalui peraturan agraria yang satu orang dibatasi kepemilikan tanah hanya 7 ha. Dimana tanah para tuan tanah tersebut dialihkan untuk  petani-petani yang tidak punya lahan saat itu. yang kemudian mendukung tentara soeharto mengembalikan hak tanah mereka akhirnya konflik dibawa pada golongan kelas sosial.
Saat itu diwilayah sekitar Kabupaten Cilacap dan Banyumas banyak terdapat pembantaian anggota penting PKI, dimana mayatnya sendiri dibuang di kali serayu, dan dibuatkan lubang-lubang untuk di kubur. Untuk yang hanya menjadi simpatisan partai dan golongan seniman, buruh dan tani didukung partai, yang perannya sedikit ditahan menjadi tapol di Pulau Nusakambangan.
Saat itu desakan internasional terhadap tahanan politik dari komunitas HAM dunia mencuat yang akhirnya tapol dapat dibebaskan. Mungkin kira-kira tapol dari desa saya ini, penulis catatan kecil buku Kunang-kunang Negri Malam dibebaskan dari tahanan sebelum reformasi.
Mungkin satu angkatan dengan sastrawan besar Indonesia Pramudya Ananta Toer di tahun 1979. Sehinga dia masih dapat menulis perjalanan reformasi di Indonesia dan menulis keadaan sewaktu menjadi tahanan politik.
Penulis catatan buku Kunang-kunang Negri Malam yang juga mantan tapol kebetulan masih satu desa dengan saya, beliau meninggal 2005 lalu. Selama masa hidupnya pasca menjadi tapol ia menjadi penganut Kristen, karena saat itu di masa pemerintah orde baru orang harus menganut lima agama yang diakui pemerintah.
Sebelum masuk bui sebagai tahanan politik, ia juga berprofesi sebagai guru dan seniman "dalang" saat itu. Pada akhirnya karena mungkin kedekatan dengan partai membuat dirinya ikut di ciduk menjadi tahanan politik ditahan di Pulau Nusakambangan.
Setelah itu meski bebas dia sudah tidak lagi boleh menjadi guru oleh pemerintah orde baru dan mengabdikan diri sebagai pasture di satu-satunya Gereja yang ada di desa saya.
Itulah cerita dari mantan tapol dalam peristiwa G30S dari pinggiran Kabupaten Cilacap pada saat itu masuk bui di Pulau Nusakambangan. Karena dirinya menulisnya sampai akhirnya saya dapat pelajari dan ulas bagaimana keadaan para tapol, termasuk perjalanan nasib hidup dirinya. Maka benar apa yang disampaikan sastrawan besar Parmudya Ananta Toer mantan tapol di pulau buru: menulis bekerja untuk keabadian. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H