Banyak tuan tanah yang memiliki ratusan hektar lebih disita dan haknya tinggal tujuh hektar. Sebuah prestasi terbesar tanah dibagi-bagikan kepada rakyat penggarap dan rakyat yang tidak bertanah atau tani durem. Banyak tuan tanah yang sakit hati dan dendam. Maka meletus peristiwa G30S 1965 terjadilah balas dendam.
Tuan tanah bergabung dengan tentara Soeharto. Banyak petani-petani dimasukan bui, ditahan ada pula yang dianggap tokoh penting dibuang misterius. Caranya orang yang penting itu dimasukan bui, lalu pada malam hari orang tertentu diambil lalu dibawa kemana, jumlahnya tidak terbatas, banyak.
Di tempat yang telah ditentukan dipersiapkan lubang-lubang kubur dan dihabisi atau jasadnya dibuang ke kali. Sekitar tahun 1965-1966 di kali Serayu bangkai-bangkai banyak tidak terhitung. Bangkai manusia mengikuti aliran sungi ke laut. waktu itu orang enggan makan ikan laut selatan. Satu persatu, dua atau tiga dikubur masal.
Sungguh Negara yang tidak bertuan. Anehnya meskipun teman akrab saudara sendiri sampai hati bertindak sedemikian keji. Kata mereka: kekejian dibalas kekejian seperti di Lubang Buaya. Padahal orang yang dibunuh sama sekali tidak tahu. Dari awal itu suasana kerukunan, keakraban senasib sepenanggungan hilang terhembus hawa kedengkian.
Mengapa orang semua marah, padahal dia dan dirinya tidak ada perkara secuil pun, bisa-bisa saudara membunuh saudaranya sendiri. Contohnya saudara Winto Wigeno dihabisi saudaranya sendiri. Cerita ini diangkat bukan untuk membangkitkan dendam. Namun sebagai pelajaran sejarah peradaban manusia.
Kiranya menjadi pengingat dan cermin masa yang akan datang. Kini bagaimana kelanjutan dari masa ke masa waktu sudah dianggap aman dan tenang. Kesusahan orang-orang di tahanan, kesulitan keluarga dalam menghidupi keluarga dan dirinya.
Dalam tahanan sekedar menyambung hidup menanti waktu kerinduan harus ikhlas ditinggal mati oleh orang terkasih. Keadaan seolah-olah bisu jarang ada waktu dan suasana hangat, ceria, akrab, orang-orang seperti punya seteru dan musuh.
Perlakuan di Tahanan Â
Gelombang pertama dan kedua yang masuk merasa aman. Artinya hanya kena periksa barang kali membawa benda-benda terlarang. Namun barang berharga contohnya uang, arloji, emas, barangkali ada yang pakai perhiasan di sita. Gelombang ketiga turut masuk bui, waktunya sudah sore atau malam. Bila masuk rata-rata sudah bonyok, malam hari memanggil nama-nama yang ada dalam kamar, setelah keluar dua atau tiga orang dihajar, disiksa setengah mati.
Setiap malam terdengar lolong, tulung, aduh dan suara mengerang. Hari ke hari datang tahanan perempuan ada yang bawa anak umur tujuh tahun sampai belasan tahun. Mereka di pisah di sel khusus wanita, malah ada yang hamil melahirkan di penjara. Lalu apa menu makanan mereka? Hari pertaman, kedua dan hari keempat dicedong nasi 150 gram, lauk sayur kubis dua, daun singkong dua atau gesek asin.
Sesekali kacang-kacangan rebus kedelai hitam, garam dapur. Satu bulan masih ada jatah bubur kacang ijo ya asal-asalan, bubur cuma satu minggu sekali takaran satu mug. Lalu berganti oyek segede kepalan tangan tanpa lawuh, beberapa kali ganti jagung rebus, pertama sampai kelima rada mending. Mungkin bahannya tipis, hari-hari jatah jagung 50 butir. Ampun yang tua-tua kena diare, itu dimasukan kamar tempo. Banyak tahu-tahu sudah mati.