Gema politik memang tidak memandang suku, agama dan ras. Sebab politik adalah ideologi, siapa yang sependapat dengan ideologi tersebut.
Berjalanlah sebagai kawan dalam satu perjuangan yang utuh. Maka dalam wacana berpikir manusia tidak lain adalah menyisakan bagaimana mewujudkan.
Seperti saya yang terus berpikiran bagaimana mendapat wanita untuk saya nikahi. Dalam wacana berpikir saya: bagaimana caranya cinta wanita itu harus saya dapatkan? Jika sudah kenalan, kemudian baru atur strategi untuk jadian, melenggang ke pernikahan.
Secarik narasi berideologi dari pikiran untuk mewujudkan menjadi kenyataan. Kurang lebih seperti itulah manusia ideologi.
Bangun dari wacana berpikir, lalu bersama dengan orang-orang yang sama-sama membidik. Kemudian menjalankan apa yang menjadi idenya tersebut sebagai sebuah jalan yang diperjuangkan bersama. Tanpa memilih latar belakang dari mana masyarakat tersebut berasal.
"Karena berpolitik secara tidak langsung harus mempunyai sikap toleran terhadap warga Negara "masyarakat", yang berada dalam naungan sakralisme ideologi politik".
Mungkin itulah detak gerakan Rocky Gerung mantan akademisi Universitas Indonesia dalam memandang dan menjalankan laju ideologi politiknya.
Meskipun jalan yang dilalaui Rocky Gerung non struktural partai. Tetapi Rocky Gerung aktifnya melebihi seorang politikus. Mungkinkah Rocky Gerung adalah aktivis politik atau politikus yang berpraktik menjadi aktivis?
Pertanyaan kita bersama, apakah Rocky Gerung berpolitik? Sudah pasti saya katakan dia memang berpolitik. Karena setiap gerakannya selalu saja mengandung unsur politis itu tidak dapat dilepaskan.
Bahkan sebelum Rocky Gerung sering tampil di ILC atau Indonesian Lawyers Club. Dia adalah akademisi yang berpolitik. Rocky Gerung adalah penggerak partai SRI (Serikat Rakyat Independen) yang mendukung Sri Mulyani Indrawati di pilpres 2014.
Seperti diketahui acara ILC yang ada di TV One, membahas isu-isu politik terkini. Dan di acara tersebut Rocky Gerung sering menjadi pembicara diasosiasikan sebagai seorang pengamat.
Saya katakan Rocky Gerung adalah pengamat yang berpolitik meski dirinya tanpa partai saat ini. Tetapi bukan tidak mungkin kedepan, ia akan menjadi pemerakasa lahirnya partai politik baru seperti yang dilakukan dulu di Partai SRI.
Namun  dengan pembawaan yang tidak seperti politikus. Tidak juga seperti pengamat politik kebanyakan yang formal. Membuat Rocky Gerung seperti tanpa unjuk kepentingan dalam setiap gerak aktivitas politisnya, Apakah ia benar-benar seorang aktivis politik abadi? Kedepan tidak akan terlibat dalam partai politik?
Atau mungkinkah Rocky Gerung tidak menginginkan jabatan publik tertentu seperti para aktivis mahasiswa, yang sebenarnya dia ingin duduk di kekuasaan dikala mereka rajin sekali bersuara di senayan "berdemo"?
Secara mensejarah mahasiswa berdalih menyuarakan suara rakyat. Tetapi suatu saat ketika duduk sebagai wakil rakyat sama saja. Kebanyakan menyuarakan kepentingannya sendiri. Rasanya aktivis politik hanya formalisme hidup.
Banyak pertanyaan saya terhadap peran Rocky Gerung dalam politik mutakhir Indonesia. Tetapi sebagai seorang yang sebelumnya berlatar belakang akademisi. Ditambah Rocky pernah menjadi dosen filsafat UI. Saya kira dalam berlogika, terkadang saya juga secara rasio mengiyakannya ketika Rocky Gerung sedang menejalaskan suatu masalah di televise dengan diksi pengetahuannya.
"Tetapi dalam sebuah pencarian kebenaran satu manusia adalah kurang. Jika banyak orang mengaku benar, disisi lain akan membuat orang bingung. Kebenaran dan kebingungan senyatanya adalah kenyataan yang ada dalam pikiran manusia".
Untuk itu manusia butuh berbaur untuk melihat dari sudah pandang yang lain, Budaya lain, serta cara berpikir yang lain sebagai sesuatu yang sedang menjalani hidup bernama masyarakat politis.
Mungkin itulah yang ditunjukan oleh Rocky Gerung dalam toleransi politik, yang lebih jauh karena politik adalah warga negara. Maka Ia "Rocky Gerung" juga menunjukan bagaimana peran warga negara yang tidak dapat terpisah dengan agama dan kebudayaan sehari-hari.
Terlepas sepakat atau tidaknya, Rocky Gerung adalah contoh toleransi yang nyata dimulai dari wacana gerakan berpolitiknya. Memang bagi orang yang berkuasa kini dalam pemerintahan, sikap frontal dan kritis Rocky Gerung mengundang narasi orang-orang yang pro pemerintahan untuk menjadi pembenci dirinya.
Namun sikapnya dihadapan publik. Dimana Rocky Gerung merangkul semua kalangan yang tidak pro pemerintah mengakomodasi ide-idenya. Membuat Rocky sangat toleran pada ide-ide berideologi apapun preferensi latar belakangnya termasuk berlatar agama. Pada intinya ikut mengakomodasi ide kelompok yang tidak membela kebijakan pemerintah.
Bagi Rocky Gerung dan saya sepakat dengannya bab ide manusia "liberal". Agama adalah ruang privat yang diyakini oleh masing-masing orang. Maka tidak perlu menstigma paling baik agamanya. Namun manusia semua harus hidup rukun sebagai warga Negara dihadapan mahkluk politik.
Maka saat Rocky Gerung menjadi pembicara di UIN Banten (3/9/2020), menggunakan peci dan syal saat memberikan kuliah ilmiah dalam acara wisuda kampus. Sontak tingkahnya mendapat sorot perhatian public masyarakat yang pro dan kontra padanya. Dimana di Indonesia sendiri isu agama begitu gemilang menjadi pembicaraan masyarakatnya.
Sudah biasa terjadi dalam tatar agama mayoritas di Indonesia. Saat ada orang non agama mayoritas tersebut mengunakan atribut kultur budayanya. Orang ramai-ramai menyebut bahwa yang menggunakan sudah hijarah dari agama sebelumnya. Tetapi ketika orang agama mayoritas memakai atribut agama lain, langsung terdakwa murtad dari agamanya mayoritas itu.
Dengan berbagai kontroversi dalam latar belakang pembicaraannya sendiri di public. Terlepas dari Rocky Gerung beragama apa. Saya memang tidak ada urusan dengan Agama Rocky Gerung. Tetapi tindakannya menggunakan peci sekaligus syal, yang dalam kultural agama mayoritas tertentu identic dan melekat. Orang tahu itu bukan agama Rocky yang di kenal masyarakat. Setahu masyarakat Rocky adalah bagian dari agama minoritas di Indonesia.
Saya kira itulah, disamping alasan apapun termasuk "Peci" yang Rocky Gerung kenakan karena ditawari rektor sekaligus kultur kampus UIN Banten sebagai Universitas Islam. Dalam akun Youtubenya Rocky Mengkonfirmasi alasan memakai peci;
"Bayangkan, rektor menawarkan saya, kalau tidak keberatan ada peci. Saya bilang oke, saya mau pakai peci itu karena itu memang kultur di situ," kata Rocky dalam video Youtube Rocky Gerung Official.
Sebagai watak toleransi dalam kultural, saya katakan Rocy Gerung adalah contoh nyata toleransi untuk sesama warga Negara Indonesia dalam ranah kultur. Karena perkara agama adalah urusan masing-masing peribadi. Pertanyaan untuk kita bersama, apakah kita perlu takut mengenakan tradisi dari budaya agama orang lain?
Seperti yang masyarakat rasakan orang Islam melihat patung salib merasa risih. Begitu dengan Kristen melihat juga orang blangkonan "kepercayaan" udik dan lain sebagainya; menyangkut dengan interpretasi agama dan kultural yang berbeda.
Saya kira Rocky Gerung patut di apresiasi selain ia toleran pada kelompok-kelompok anti pemerintah menyuarakan idenya. Dirinya juga patut di apresiasi karena kesadaran akan kebudayaan. Dimana budaya "kultur" adalah milik semua manusia. Sedangkan agama harus dipercaya sebagai ruang privat di dalam diri manusia masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H