Ditengah keadaan yang mencengangkan ini pagi tadi (24/8) saya membaca media masa detik.com yang pada intinya pengantin sebuah hajatan terkena denda Rp. 500 ribu langgar protokol kesehatan di Bandung, Jawa Barat.
Meskipun sudah menjadi peraturan walikota Bandung, adaptasi kebiasan baru tentang wacana protokoler kesehatan, apakah memang harus benar-benar di denda?
Tidak kah lebih baik pemerintah hanya menegur saja? Mengingat uang saat ini sedang sulit dicari oleh masyarakat akibat pandemi covid-19?
Saya memang tidak mau mengambil suatu pendapat bahwa saya tidak setuju adaptasi kebiasaan baru yang dicanangkan pemerintah pada masa pandemi ini.
Sebab saya merasakan sendiri orang-orang yang mungkin saat ini terkena PHK, pedagang, pekerja seni, dan jasa-jasa event lainnya sedang menjerit.
Jika hanjatan sendiri ramai sedikit dengan dalih tidak menerapkan protiokoler kesehatan di denda dan dibubarkan.
Bukankah masyarakat yang hajatan sendiri akan takut dan tidak akan menggelar hajatan? Siapakah yang dirugikan?
Jelas mereka-mereka yang mempunyai hubungan ekonomi dengan hajatan seperti pedagang, penyedia jasa event, dan para pekerja seni.
Sedikit banyaknya hajatan adalah salah satu penggerak ekonomi yang nyata bagi masyarakat tidak di perkotaan maupun pedesaan.
Adanya kondangan, belanja bahan makanan, serta jasa-jasa kru mendukung hajatan sendiri adalah potensi ekonomi yang nyata.
Dengan keadaan yang sulit saat ini dan menuju tertibnya masyarakat mematuhi adaptasi kebiasaan baru dimasa pandemi.